"Kamu yakin mau tinggal di asrama, La?" tanya tante Rahma. "Iya bener kata tantemu, belum lagi sedari kecil kamu ga pernah kan nginep-nginep gitu di rumah temen, nah sekarang mau asrama? Sudah kamu pikirkan benar-benar?" Om Doni menimpali. "Iya, Om, Tante, lagipula Sheila udah gede kan. Ayo dong,, biar Sheila juga bisa mandiri." Aku membujuk mereka. Mereka berpandangan dalam diam selama beberapa menit. Kemudian Om Doni angkat bicara."Ya udah kalau itu memang keputusanmu. Besok kita ke sana ya. Tapi ini jauh lho dari sini, di pedalaman lagi." "Yeeeaaayy,,,asiik, makasih, Om, Tante." aku memeluk mereka berdua, kemudian bersiap mengepaki barang-barangku kembali ke dalam koper. Semoga aku segera terbebas dari cengkaraman iblis jahat si Renald itu segera, doaku dalam hati.
Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Aku, om, dan tante berkendara ke sana menempuh waktu hampir selama 2,5 jam. Kami jauh melewati kota, menuju pedesaan yang semakin jarang rumah-rumah warga terlihat. "Duuh, ini jauh banget La, masuk-masuk ke pedalaman lagi. Ini sekolah atau apa sih." tante Rahma mulai gelisah. "Tante, namanya juga sekolah alam. Wajar kalau tempatnya memilih pedesaan yang masih asri begini, jauh dari kebisingan kota." Aku menjawab. Dan akhirnya, tak lama aku melihat sebuah gerbang besar mirip seperti yang tergambar pada flyer sekolah tersebut.
"Ini kok sekolah yo serem banget sih." tante Rahma mengeluh lagi. "Belum tentu Ma, siapa tahu dalamnya bagus." Om Doni membelaku. Akhirnya kami segera masuk ke pekarangan sekolah. Kemudian terlihatlah bangunan bergaya tua seperti pada masa penjajahan kolonial dulu. Sekolah tampak lengang, hanya ada beberapa anak-anak perempuan yang mondar mandir melewati gedung sekolah karena hari ini tentu saja masih libur. Mungkin mereka anak-anak yang tinggal jauh di luar kota, sehingga sudah harus bersiap ada di sekolah sebelum hari pertama sekolah dimulai. Kami menyusuri gedung tua tersebut untuk mencari ruang kepala sekolah. Tak susah kami menemukannya, terlihat papan mana di depan pintu "Ruang Kepsek". Kami mengetuk, dan tak lama kami masuk setelah terdengar jawaban dari dalam. "Permisi, begini Bu, kami rencananya ingin menyekolahkan puteri kami di sini." Om Doni membuka pembicaraan. "Oh, ya, mari-mari duduk." wanita itu mempersilahkan. Kulihat badges di sematkan di dadanya, "Sumiyati." aku membaca dalam hati. "Iya Pak, Bu, kebetulan sekolah kami di sini yo asrama, jadi murid-murid sudah pasti diharapkan untuk tinggal di asrama, mereka boleh pulang hanya saat liburan sekolah. Tapi ya kalau akhir pekan yang cuma sebentar, dimohon jangan pulang, walaupun dekat. Toh belajar di sini juga biar mandiri kan. Oh ya, panggil saya Yati." jelasnya. Aku hanya mendengarkan mereka mengobrol dalam diam, sambil sebentar-sebentar melirik mengelilingi ruangan kepala sekolah. Ruangan ini cukup aneh, aku tidak bisa melihat warna selain selain hitam & putih, semua barang & aksesoris, bahkan furniture di ruangan ini hanya didominasi dua warna tersebut. Bahkan baju yang dikenakan Bu Yati pun senada. Tapi ah, mungkin itu hanya soal selera.
Kami diajak berkeliling terlebih dahulu, gedung asrama terletak di belakang gedung sekolah. Bangunannya pun juga tak kalah tua. Jika dipikir-pikir, total keseluruhan gedung dan tanah milik sekolah ini amatlah luas. Tapi memang agak mengerikan karena letaknya yang jauh dari pemukiman warga. "Baiklah, karena sekolah akan dimulai dalam 2 hari lagi, jadi saya harap kamu nak, sudah sampai di sini besok, untuk mempersiapkan semua keperluan." ujar Bu Yati kepadaku mengakhiri pertemuan kami. "Kebetulan saya sudah bawa semua barang saya Bu, jadi saya rasa saya sudah bisa tinggal di sini hari ini." aku menjawab. "Oh, baik kalau begitu. Nanti saya akan minta tolong Bu Narti untuk mengantar kamu ke kamar." jawabnya. Ia keluar sebentar dari ruangannya untuk memanggil seorang wanita tua, itulah Bu Narti, pikirku. "Sheila, kamu bisa segera ke kamar sekarang sama Bu Narti, kalau ada yang belum jelas, bisa kamu tanya dengan beliau." Bu Yati menjelaskan. Bu Narti mengangguk sambil tersenyum. Aku memandang om-tante, berpamitan pada mereka. "Telepon ya sayang kalau ada apa-apa."kata tante Rahma sambil mengelus rambutku. Aku mengangguk & segera pergi bersama bu Narti.
Bu Narti wanita yang ramah, sepanjang jalan ia bercerita tentang banyak hal, khusunya tentang dirinya. Ia mengatakan bahwa dirinya sudah lama bekerja di sini. Tugasnya adalah bantu-bantu bersih-bersih bersama beberapa pekerja lainnya. Ia juga tinggal di sini, karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, suaminya telah meninggal, sementara anaknya pergi merantau ke jakarta begitu lulus sekolah, dan bahkan tak pernah pulang atau sekedar mengabari keadaanya. Akhirnya, sampailah kami ke gedung asrama, lagi-lagi aku sadar bahwa gedung ini bercat putih dengan kusen jendela serta pintu berwarna hitam. Semua serba hitam-putih. Bu Narti mengeluarkan sebuah kunci dan membuka pintu kamar yang nanti akan menjadi kamarku. Beliau bilang nanti akan ada satu orang lagi untuk jadi teman sekamarku, biasanya murid-murid baru akan sampai besok, dan aku bisa segera bertemu dengannya. Aku mengucapkan terima kasih padanya, ia pamit meminta izin untuk melanjutkan pekerjaanya lagi. Tak lupa ia menjelaskan bahwa kamar mandi terletak di ujung lorong, sudah ada beberapa kamar yang terisi, beliau menyarankan aku untuk berkenalan dengan mereka jika aku mau. Aku mengangguk & menanggapinya dengan senyum. Saat beliau sudah pergi, aku kembali mengeluarkan barang-barangku & menatanya. Kuharap ini menjadi terakhir kalinya aku menata barang-barangku lagi. Lelah rasanya pindah sana-sini. Tapi ini kan pilihanku. Selesai menata barang-barang, aku merasa agak lelah, namun aku penasaran melongok dari jendela kamarku ini untuk melihat pemandangan di bawah sana. Oh iya, kamarku berada di lantai 2, sesuai dengan tingkat kelas di sekolah ini. Jadi, semua anak-anak kelas 11, akan berada di lantai 2 ini. Pemandangannya cukup bagus dari sini, karena kau bisa melihat rimbunnya pepohonan hijau, yang jarang aku dapatkan di perkotaan. Kemudian aku mengeluarkan sebuah buku dari dalam ranselku. Aku membaringkan tubuh di kasur kemudian membacanya. Hingga tak sadar kemudian aku tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih
HorrorBersekolah di tempat yang baru memang merupakan hal yang kurang menyenangkan bagi Sheila, belum lagi sekolah barunya ini mengharuskan dirinya tinggal di asrama, pasti terasa sangat menyebalkan. Namun bukan hanya menyebalkan yang ia rasa, ia juga har...