Teman

156 6 0
                                    

Aku terbangun karena ingin buang air kecil. Aku melihat jam di mejaku, pukul 03.00 pagi. Uh, cukup mengesalkan bila pada dini hari begini aku harus ke toilet dengan perjalanan yang cukup jauh. Memuakkan. Tidak, lebih tepatnya, menyeramkan. Aku membuka pintu kamarku. Seperti yang Bu Narti bilang, toilet berada di ujung lorong. Aku harus melewati beberapa kamar dulu untuk sampai ke sana. Ah, untung saja lorong ini cukup terang, tapi tentu saja lorong di sini tetap terlihat menyeramkan, bukan seperti lorong di hotel berbintang. Aku mempercepat langkah kakiku agar segera mencapai toilet, dan benar saja, penderitaanku belum berakhir di sini. Sekarang aku dihadapkan pada banyak bilik toilet. Oh Tuhan, bulu kudukku meremang, aku membayangkan adegan-adegan di film horror mengenai hantu toilet. Tapi akhirnya rasa ingin buang air kecilku yang tak tertahankan mengalahkan rasa takutku. Aku memilih bilik toilet secara acak dan segera menuntaskan keperluanku. Sesaat kemudian lampu toilet mulai berkedip-kedip "Holly Sh*t" aku mengumpat. Aku segera bergegas keluar dari toilet dan berlari menuju kamarku yang aman. Ya ampun, apa yang kupikirkan? Ini baru malam pertamaku di asrama. Bagaimana mungkin aku bisa tinggal selama 2 tahun lagi untuk menyelesaikan sekolahku? Ayo, ayo, berpikirlah realistis Sheila. Ini gedung tua, wajar kalau disana-sini banyak yang rusak, apalagi jika hanya penerangan. Belum lagi jika masa pembelajaran sudah dimulai, pasti akan ramai. Aku meyakinkan diriku sendiri, kemudian segera menarik selimutku untuk melanjutkan tidur.

Pagi ini cerah sekali, bahkan aku bisa merasakan sinar matahari yang mneyorot menembus torai jendela kamarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini cerah sekali, bahkan aku bisa merasakan sinar matahari yang mneyorot menembus torai jendela kamarku. Aku keluar kamar untuk segera mandi. Aku lega karena akhirnya bisa melihat beberapa anak perempuan yang mondar-mandir ke kamar mandi. Tiba-tiba dari arah belakang ada yang menyentuk pundakku. Aku terkejut. "Oh, Hai. Maaf mengagetkanmu. Aku Rani. Kamu anak baru?" ia mengulurkan tangannya padaku. "Hai, Iya, aku anak baru. Sheila."aku menjabat tangannya. Ia berperawakan tinggi kurus, dengan rambut hitam yang lurus bak bintang iklan shampo. "Itu kamarku." dia menunjuk 2 kamar di sebelah kamarku. "Teman sekamarmu nanti namanya Melissa, mungkin sore ini ia akan datang. Oh iya, dia ketua kelas di kelas 11-B, aku juga dari kelas 11-B." Rani terus menyerocos, sepertinya ia anak yang ramah. Mungkin kami bisa menjadi teman baik, pikirku.

Selesai mandi, Rani mengajakku untuk sarapan. Semua kegiatan makan dilakukan di kantin, jadi kami bergegas menuju ke sana. Lagi-lagi yang kulihat hanya warna hitam putih di sini. Aku pun mulai penasaran, dan bertanya pada Rani. "Kenapa ya, di sini serba hitam putih semua?"tanyaku. "Oh, hahahha. Itu menganggumu? Ya, aku juga gak tahu. Mungkin hanya menjadi ciri khas sekolah kita." Ia hanya menjawab sepintas lalu, tapi kuyakin, ia menyembunyikan sesuatu. Saat aku sedang makan, sambil melihat sekeliling, tak sengaja mataku bertemu pandang dengan seorang gadis. Ia menatapku dengan tajam. Gadis itu terlihat aneh. Dengan rambut dikepang dua dan dress jadul seperti dress di foto-foto masa penjajahan dulu. Aku menatap balik padanya, berusaha menunjukkan bahwa aku telah menangkap basah dirinya yang mengamatiku, tapi ia tetap tidak bergeming. Dan semakin lama, aku semakin risih dibuatnya. "Siapa sih dia?" Aku berbisik kepada Rani dengan mengerlingkan mataku menunjuk gadis itu. "Oh, itu Joey. Dia juga kelas 11. Tapi, dia agak aneh. Lebih baik kamu ga usah dekat-dekat sama dia." wajah Rani langsung berubah serius. Aku segera menghabiskan sarapanku. Sungguh tidak enak rasanya jika mengetahui seseorang mentapmu begitu sedangkan kamu harus ura-pura tidak tahu. "Ayo kita ke ruang perlengkapan habis ini. Kamu belum dapat seragam kan?" ujarnya. Aku mengangguk.

"Ya ampun? Benar-benar deh. Ini hitam-putih lagi?" aku mengeluh melihat seragam yang kudapat ternyata hanya berwarna hitam dan putih. Rani tertawa meledek. "Ayolah, terima aja, lain kali kalau aku yang jadi kepala sekolah aku pilih warna pink deh." Kemudian kami tertawa. Sepanjang hari kami habiskan dengan mengobrol. Rani sangat asik, baru juga bertemu aku sudah menyukainya. Dia menceritakan tentang dirinya, bahwa dia datang dari Blitar. Ia sangat menyukai alam, cita-citanya nanti adalah menjadi seorang Arkeologi, tapi ia tahu, tak mudah peluang untuk profesi tersebut di Indonesia, maka ia berniat saat lulus nanti untuk kuliah ke luar negeri. Tak terasa, waktu sudah sore. Pintu kamarku tiba-tiba terbuka. "Ups. Maaf. Aku kira aku masih sendiri di kamar ini." seorang gadis masuk ke kamarku, aku tebak bahwa dialah Melissa, teman sekamarku. "Anak baru kah? Melissa." ia mengulurkan tangannya. Aku membalasnya "Sheila." jawabku. "Sepertinya kalian sudah akrab." ujar Melissa sambil memandang aku & Rani bergantian. "Kira-kira begitulah." jawab Rani sambil menepuk pundakku. "Aku beres-beresin barang dulu ya." Melissa meminta ijin sambil menggotong kopernya ke atas kasur kemudian mulai membongkar isinya.


Hitam PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang