Satu hal yang pasti, kejadian kemarin membuatku sangat takut, khusunya pada Joey. Aku bahkan tak mau membicarakannya pada teman-temanku karena yakin itu hanya malah akan memperburuk keadaan, belum lagi Melissa yang kini makin sibuk mengurus persiapan perayaan ulang tahun sekolah. Dan semakin mendekati hari itu, kini Rani pun menjadi ikut-ikutan sibuk. Aku agak heran sebenarnya, mengapa aku tidak pernah dilibatkan untuk membantu persiapan ini? Mereka menjadi sering berkumpul, entah dimana. Suatu hari aku bertanya pada Rani mengapa aku tidak dilibatkan dalam persiapan. Tapi Rani hanya bilang bahwa kau anak baru, harusnya aku nikmati saja semua acaranya, anak kelas 10 pun juga begitu. Mereka tidak dilibatkan dalam persiapan ini, begitu penjelasannya.
Terkadang, aku juga masih sering mendapati Joey menatapiku. Suatu sore, aku sedang mengerjakan tugas di perpustakaan. Saat itu aku sedang mencari sebuah buku, rak-rak besar menjulang yang dipenuhi buku berjejer membentuk sekat-sekat. Saat aku berhasil menemukan sebuah buku, kemudian mengambilnya, aku hampir terjengkang karena kaget melihat di rak seberang ada sebuah mata yang menatapku dingin, aku ingat mata itu, mata Joey. "Apa maumu?" aku bertanya hampir berbisik. "Hei, La. ngapain kamu di situ?" tiba-tiba seseorang memanggilku, itu Dila, teman sekamar Rani. "Oh, aku. Ga kok. Ini ambil buku ini." Kemudian, aku segera pergi dari sana.
Aku berlari dan berlari. Entah mengapa aku bisa berada di dalam hutan ini lagi dan kembali tersesat. Kejadiannya seperti berulang, tapi bedanya ini di malam hari, hutan ini jauh-jauh lebih menyeramkan berkali-kali lipat dibanding pagi hari saat aku tersesat lalu. Aku terus berlari tak tentu arah, berharap menemukan jalan kembali ke asrama. Dan aku melihat gubug reyot itu, sumur- kemudian bak yang kali ini terisi air penuh, bahkan kali ini ada taburan berbagai jenis bunga di sana. Kemudian ada sebuah tangan yang mendorongku kepalaku ke bak. Tangan itu terlalu kuat. Aku mencoba memberontak, tapi ia tetap memegangi kepalaku bahkan menenggelamkanku ke dalam bak. Aku megap-megap. Air mulai masuk ke dalam hidung dan mulutku. Aku tak bisa bernapas. Kemudian di dalam air aku melihat bayang-bayang wajah Joey, yang kembali menatapku dengan dingin. Aku tak kuat lagi. Tapi kemudian aku kembali bisa bernapas. Aku terbangun dari mimpiku. Mimpi yang mengerikan, aku masih merinding membayangkannya. Tubuhku bercucuran keringat. Sepertinya aku tidak menjerit-jerit tadi, karena kulihat Melissa masih tertidur dengan lelap di ranjangnya. Mimpi itu terasa begitu nyata. Aku harap itu hanya sebuah mimpi buruk dan mencoba untuk tidur lagi.
Besok adalah perayaan ulang tahun sekolah, hiasan sudah dipasang menghiasi setiap sudut sekolah, namun anehnya, tentu saja semua hiasan tersebut hanya ada hitam & putih. Hari ini kegiatan belajar diliburkan. Kami berpesta makanan di kantin, hari ini menunya sungguh mewah, ada ayam bakar, kambing guling, bahkan sate padang tersedia di meja. Dan hebatnya, semua disajikan secara prasmanan, semua siswa bisa mengambil sekehendak hati, tak terkecuali. Eh tunggu dulu, tapi hari ini tak kulihat batang hidung Joey, ah, syukurlah, aku menjadi merasa aman rasanya tak ada lagi mata yang mengawasiku. "Mel, perayaanya kan besok ya? Kenapa hari ini kita udah makan besar begini?"tanyaku pada Melissa. "Entahlah, dari dulu tradisinya udah begini. Nih, makan aja." DIa memasukkan sesendok besar kambing guling ke dalam piringku. "Wah,,parah nih, aku bisa gendut kalau begini." aku tertawa. "Bagus dong." ujar Melissa lagi, sekilas aku melihat kilatan samar di matanya. Dan kami kembali makan kemudian terlarut kembali dalam tawa. Pukul 22.00 kami semua harus kembali ke gedung asrama. Karena kekenyangan, tak lama kemudian aku segera tertidur.
Aku mendengar lagi suara air berkecipak pelan. Ah, apa aku kembali mimpi lagi? Rasanya dingin-terlalu dingin, dan basah. Aku memaksakan diri membuka mata, entah kenapa kepalaku agak pening, padahal aku tidak sakit. Aku mengamati sekelilingku dan kaget. Hah? Di mana aku? Tidak mungkin. Aku sedang berbaring di dalam bak di gubuk reyot yang ada dalam mimpiku semalam. Lengkap dengan berbagai jenis bunga yang mengambang di sekitarku. Aku ingin menjerit. Tapi rasanya suaraku tercekat di tenggorokan. "Siapa saja tolong aku."aku ingin teriak, tapi hanya rintihan pelan yang keluar, karena aku mulutku dalam kondisi terbekap kain. Dan lebih parahnya lagi, tangan & kakiku terikat. Rasa ngeri menjalar di seluruh bagian tubuhku. Aku mencoba menjejakkan kakiku memukul bak, kurasakan sakit yang lumayan di jari kakiku. Ini artinya aku tidak sedang bermimpi kali ini. Aku mulai panik. Aku mencoba berteriak minta tolong, walau aku tahu tidak akan ada yang mendengarnya. Kemudian ia datang, ya, gadis itu, Joey, dengan sebilah pisau di tangannya. Tuhan, inikah akhir hidupku. Aku terus meronta ketika Joey semakin datang mendekatiku, semakin dekat, dan semakin dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih
HorrorBersekolah di tempat yang baru memang merupakan hal yang kurang menyenangkan bagi Sheila, belum lagi sekolah barunya ini mengharuskan dirinya tinggal di asrama, pasti terasa sangat menyebalkan. Namun bukan hanya menyebalkan yang ia rasa, ia juga har...