Hari demi hari kujalani dengan normal di sekolah ini. Hari ini tepat 2 bulan aku di sini. Teman-teman sekelasku sangat baik padaku, bahkan banyak dari mereka yang sering memberikanku cokelat & permen. Aih,,aih,,aku bak anak manja saja. Oh ya, aku sekelas dengan Rani & Melissa, begitu dengan gadis aneh yang pernah aku ceritakan, Joey. Baik aku, Rani, maupun Melissa kini berteman semakin akrab. Melissa adalah sosok pemimpin, ketua kelas yang tegas. Ia selalu bisa diandalkan bila guru-guru menugasinya. Sementara Joey, dia masih saja suka mengawasiku. Aku belum pernah sekalipun berbicara dengannya. Bahkan setiap kali aku ingin mendekatinya, Rani & Melissa, ah tidak, bukan hanya mereka, tapi anak-anak di kelasku yang lain juga terlihat gusar & ketakutan. Suatu waktu di malam hari, aku mencoba mengendap-endap ke luar kamar untuk menuju kamar Joey, oh iya, aku lupa bilang, bahkan di kamar pun Joey tinggal sendirian. Dia benar-benar dikucilkan, bahkan tidak ada yang mau bicara dengannya, kecuali para guru & staff sekolah. Malam itu aku berbisik & mengetuk pintu kamar Joey dengan pelan & perlahan. Namun tiba-tiba pintu kamar Rani terbuka, Rani keluar kamar, sepertinya ia hendak ke kamar mandi, dan matilah aku. Ia memergokiku. Ia segera berlari untuk menghampiriku dan kemudian menarik tanganku. "Duh, lepasin, kenapa sih Ran?" aku berontak, dan kemudian Rani mulai melonggarkan genggamannya. "Udah berapa kali kita bilang sih ke kamu, La. Jangan dekat-dekat sama dia, jangan!" ia membentak. "Iya, tapi kenapa? Tiap aku tanya kalian ga pernah mau bilang alasannya. Apa hanya karena dia aneh terus aku ga boleh ngomong atau ketemu sama dia?" aku masih berusaha membantah. Wajah Rani memerah, napasnya juga semakin terdengar pendek-pendek karena menahan amarah. "Dia berbahaya. udah, cukup itu aja yang perlu kamu tahu. Kami ga mau kamu terluka." ia berpaling dariku dan berbalik ke kamarnya sambil membanting pintu. Perasaanku masih campur aduk. Berbahaya? Benarkah? Apa sih yang bisa dilakukan gadis berumur 17 tahun seperti dia? Tapi aku merasa bersalah juga, telah membantah mereka yang memperdulikan keselamatanku. Hingga akhirnya, aku pun mulai menjaga jarak & tidak penasaran lagi terhadap Joey.
"Kamu dapat apa?" tanya Melissa ketika jam pelajaran hari itu berakhir. "Jamur." jawabku. "Yaah..sama susahnya kita. Aku kebagian lumut. Oh iya, aku duluan ya, Bu Yati manggil aku ke ruangan beliau." Ia berpamitan padaku & Rani. Kami di kelas ini mendapat tugas untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang kerajaan tumbuhan, dan masing-masing anak diberi tugas berbeda. Aku bertugas mengumpulkan semua informasi-juga sampelnya- untuk jamur yang hidup di sekitar sini. Dan Melissa, sudah 3 hari ini selalu saja ia pergi ke ruang Bu Yati seusai jam pelajaran. "Ada apa sih Melissa sibuk melulu kayaknya?" aku bertanya pada Rani. "Maklumlah, ulang tahun sekolah kan sebulan lagi. Pasti dia sebagai ketua kelas harus nyiapin ini itu." Rani memberi penjelasan. "Eh? Ulang tahun sekolah? Di sini ada juga ya yang kaya gitu." aku menaggapi. Agak aneh sebenarnya perayaan ulang tahun sekolah untuk sekolah yang terlihat se-formal ini. Bahkan, di sini tidak ada osis atau ekstra kulikuler lainnya, dan bahkan, pelajaran seni. Yang aku pikir, anak-anak & kurikulum di sini hanya mementingkan nilai akademis. Untuk pesta? Ah, aku tidak yakin. Aku membayangkan perayaan seperti apa yang akan diselenggarakan oleh sekolah ini.
Pagi ini aku terbangun cukup pagi, walaupun hari ini sekolah libur. Aku harus menyelesaikan tugasku untuk mengumpulkan jamur. Aku bersiap dengan membawa catatan dan kantong kecil untuk tempat jamur-jamurku nanti. Melissa masih tertidur pulas, aku tak ingin mengganggunya. Aku berkeliling di sekitar sekolah. Saking asiknya mengamati tumbuhan-tumbuhan liar yang tumbuh di sini, terutama jamur-jamur lucu, aku tak sadar bahwa aku semakin jauh dari sekolah. Aku tersadar ketika melihat sekelilingku terasa asing. Aku merogoh kantong celanaku untuk mencari ponselku, sialnya bahkan aku tak mendapatkan satu bar sinyalpun di sini. Akhirnya aku berusaha mencari jalan untuk kembali, namun rasanya aku hanya berputar-putar saja. Jantungku makin berdetak cepat & aku mulai bergidik ngeri, membayangkan aku tersesat di sini, sendirian, hingga malam hari, ah, itu membuat perutku makin mulas saja. Aku berusaha menenangkan diri, hanya ada suara jangkrik & tonggeret yang terdengar di sekeliling. Hingga kulihat ada sebuah sumur tua yang tertutup, dan di sampingnya terdapat sebuah gubug rapuh dengan pintu setengah terbuka. Gubuk itu terlihat sudah reyot dan seperti sudah lama tidak ditinggali. Tapi, bukankah aku harus mengecek segala kemungkinan? Aku memberanikan diri untuk melangkah menuju gubug itu. Semoga saja ada seseorang, atau sesuatu, yang bisa menolongku.
Saat aku memasukinya, aroma kayu lapuk terasa menyengat sekali menyambut kedatanganku. Gubug itu kotor. Entah harus lega atau kecewa karena aku tak melihat apapun di sana. Aku melanjutkan pencarianku menyelidiki gubug itu, aku membuka pintu lain yang ada di sana, dan aku lihat sebuah bak, seukuran bath tub sepertinya, yang terisi air penuh. Agak aneh juga sepertinya, bak ini bersih, begitu pula airnya. Sepertinya ada orang yang baru-baru ini menuang air untuk mengisi bak ini. Perasaanku makin tidak enak. Akhirnya aku memutuskan untuk segera pergi dari gubug ini. Kali ini aku mencoba menandai jalan yang aku ambil dengan menggores bagian batang pohon dengan cutter yang kubawa. Untung saja tadi aku bawa cutter untuk memotong jamur. Semakin jauh aku melangkah, aku masih merasa asing dengan suasana di sekelilingku, hingga akhirnya aku melihat sesuatu lagi, kali ini seperti lubang menganga di bebatuan, namun tertutup tanaman rambat, tidak terlihat jika sepintas, namun jika diamati lebih lama, ya, itu seperti gua. Haduh, apalagi ini? Aku putuskan untuk sekedar mengintip ke dalam. Aku mengendap-endap, takut-takut jika sesuatu yang ada di dalam gua menyadari keberadaanku. Dan, aku begitu terkejut. Di sana kulihat seorang gadis berkepang dua sedang berbaring sambil membaca buku. Ya, itu Joey. Ini aneh, benar-benar aneh. Untuk apa dia di sini? Instingku menyuruhku untuk segera pergi dari sana. Lari, sejauh-jauhnya. Pelan, tapi pasti, aku menjauhi gua itu. Kemudian saat sudah kurasa aman & aku yakin suara langkahku tak bisa lagi di dengar olehnya, aku mulai berlari sekencang-kencangnya. Terus menghadap depan, tak mau menoleh barang sedetik pun. Hingga akhirnya, aku bisa melihat lagi gedung asrama yang menjulang. Ah, aku selamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih
TerrorBersekolah di tempat yang baru memang merupakan hal yang kurang menyenangkan bagi Sheila, belum lagi sekolah barunya ini mengharuskan dirinya tinggal di asrama, pasti terasa sangat menyebalkan. Namun bukan hanya menyebalkan yang ia rasa, ia juga har...