BAB III (Ugh, sebel) 1

237 19 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kantor sedang sibuk minggu ini. Banyak orderan masuk yang harus selesai bulan ini sehingga mau tidak mau setiap orang harus bekerja ekstra keras lebih dari biasanya. Yang tadinya sering pulang on time, sekarang tidak ada yang beranjak dari kantor tak kurang dari jam 8 malam. Yang sabtu-minggu libur, masuk untuk lembur agar deadline terkejar. Selain untuk menjaga kredibilitas perusahaan, jika nanti pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, ada bonus yang dijanjikan oleh Karl. Jelas itu penyemangat.

Pagi-pagi, baru saja sampai kantor, ringtone handphone-ku berbunyi. Mr. Yamato.

"Yes, hallo?" sapaku dengan riang. Namun, kerianganku langsung berganti kepanikan beberapa detik setelahnya. "What?! Are you sure? Okay, I'll be check your email. Right now." Tanganku langsung sibuk membuka email dan melihat kesalahan yang terjadi. "Alright. I know what's the matter. I'm really sorry. We'll fix it as soon as possible. Okay, this afternoon it's done. I am promise. Once again we are really sorry for this missed." Aku berusaha untuk tenang. "Okay, thank you very much, Mr. Yamato. Arigatou."

Begitu telepon ditutup, aku langsug mengeprint email tadi dan buru-buru ke tim desain. Menuju mejanya Ria.

"Ria...kok warna logo perusahaannya Mr. Yamato di web berubah? Coba kamu cek deh. Barusan Mr. Yamato telepon komplain tentang itu. Aku sudah print nih perbandingan antara logo asli dengan logo di web. Berubah jauh, Ri." Aku langsung menunjukkan kertasnya.

"Yang benar?" Ria langsung ikutan panik. Dia lalu mengeceknya. "Iya, berbeda. Padahal kan aku mengambil logonya dari file brosur yang pernah kita cetak untuk dia. Kok bisa beda jauh gini, ya?"

"Coba deh kamu buka link file brosurnya."

Ria dengan gesit langsung membukanya. Link logo yang berbentuk tiff itu dibuka di photoshop.

"Cek format warnanya, Ri."

"CMYK, Dew."

Kutepuk kepalaku. "Ya ampun, Ri. Pantas saja berubah. Sekarang kamu ganti logo yang untuk web dengan logo asli yang pernah dia kirim dulu. Jangan pakai yang ada di file brosur dan pastikan format warnanya RGB ya. Setelah itu kamu kirim revisi desainnya ke Rizki, biar dia ganti juga. Secepatnya. Soalnya nanti malam kita sudah launching. Sebelum jam 9 ini, ya."

"Oke, Dew. Maaf, ya. Aku kurang teliti." Ria merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Sekarang kamu kerjakan saja."

Fiuh...paling tidak bisa diketahui mana yang salah jadi bisa cepat dikerjakan. Tak sampai setengah jam revisian sudah selesai. Aku pun segera menghubungi Mr. Yamato.

"Hallo, Mr. Yamato. Yup, I have send you an email. Please check it."

"Okay."

Aku menunggu beberapa saat.

"Well, correct. This is the right one."

"Really? So, we all save? Thanks to hear that." Syukurlah kalau sudah benar.

"Yes. No worry again. Thank you," katanya. "Don't forget to come tonight, okay?"

"That's my pleasure."

"See you then." Telepon ditutup.

"Bagaimana, Dew?" tanya Ria yang dari tadi berharap-harap cemas. Jika sampai websitenya gagal launching nanti malam, sudah dipastikan jika perusahaan akan terkena denda dan kehilangan klien sebesar mereka. Dan itu artinya, nasibnya di ujung tanduk.

"Dia bilang sudah benar," sahutku menenangkan.

"Benarkah? Oh, Dewi! Terima kasih banyak." Ria langsung memelukku erat-erat. "Kau penyelamatku. Aku berutang kepadamu."

"Tidak usah dipikirkan. Jangan sampai Karl tahu, ya."

Ria langsung menggeleng keras-keras. "Tidak akan."

Aku tersenyum.

"Kalau begitu aku kembali ke mejaku."

"Oke."

Begitu sampai ke meja, ada notifikasi facebook masuk. Ada yang meminta pertemanan.

"Eduard Wilbert?" Mataku mendelik. Apa ini Eduard yang itu? Keponakannya Karl? Aku langsung membuka profilnya. Foto-fotonya sih memang dia. Aku confirm. Aku memang selektif memilih teman di facebook, kalau tidak kenal tidak akan aku add atau confirm. Tak sampai 10 detik, dia sudah menyapa di chatroom.

"Hey, there! Dewi, how do you do? This is you, right?"

"Hi, Eduard. Yes, it's me. I had write you down my facebook account the last time we met."

" I lost it and I tried find you couple days ago. Finally I got you."

"Well, you have work hard. Are you wake up early? Is there still 4 o'clock, isn't it?"

"Naa....I haven't sleep yet. Much essays I must done this week for university."

"Yeah...same here. We are in busy state."

"Apa yang sedang kamu lakukan? Chatting di facebook? Di jam kerja?"

Aku sedikit terlonjak karena terkejut. Suara Karl terdengar di belakangku. Buru-buru kututup layar laptopku, lalu berdiri menghadapnya.

"Karl? Ada yang bisa saya bantu?"

"Tolong kamu follow up ini untuk proyek packaging minuman baru untuk rapat Senin depan." Karl menyerahkan folder file kepadaku.

"Baik."

"Dan jangan bermain facebook selama jam kantor." Dengan dingin dia lalu meninggalkan mejaku. Aku cuma bisa menatapnya kesal. Memangnya siapa yang nge-chat duluan? Keponakanmu, tahu! Lagipula aku jarang buka facebook selama ini.

"Sorry, I think we should end this conversation. Karl never tolerant me to open facebook at work."

"Okay. We can touch up via WA. Please give me your number."

"Alright."

Aku pun memberikan nomorku sebelum benar-benar sign out dari facebook.

******    

My Daddy Long-Legs (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang