BAB X (Perasaan Karl) 1

244 16 7
                                    



Karl begitu tekun membaca "The Pride and The Prejudice" karya Jane Austen. Kopinya telah berkurang separuh, dingin di atas meja. Tak lama Karl menutup novelnya dan meletakkannya. Tak terasa sudah satu jam dia di sana. Entah bagaimana, dia membelokkan mobilnya mampir ke sebuah coffee shop di jalan Margonda yang hari ini tak terlalu padat setelah selesai meeting di salah satu hotel di daerah sana. Setidaknya dia bisa metime barang satu atau 2 jam sebelum akhirnya kembali ke kantor.

Karl menghela napas panjang. Melepas kacamatanya dan memandang keluar jendela. Cuaca telah berubah yang tadinya cerah, mendadak mendung dan hujan turun begitu deras dengan tiba-tiba seperti dicurahkan dengan sengaja dari langit.

Lalu matanya terpaku oleh seorang gadis yang tengah berlari menerobos hujan. Entah mengapa Karl tidak bisa mengalihkan pandangannya. Dia merasa deja vu. Seakan kejadian ini pernah dia alami sebelumnya. Jantungnya berhenti berdetak beberapa saat, ketika gadis itu berhenti berteduh di depan coffee shop dengan kondisi yang bisa dibilang sudah basah kuyup. Itulah pertama kalinya Karl melihat Dewi.

Karl mengenakan kembali kacamatanya dan mengamati Dewi dengan lebih seksama. Rambutnya yang panjang tergerai basah. Wajah polos tanpa make up-nya membuat Karl tertarik. Menurutnya Dewi begitu manis dan sederhana. Sampai-sampai Karl tersenyum sendiri menertawakan diri sendiri karena dia merasa malu memperhatikan seorang gadis seperti itu. Ini bukan kebiasaannya. Tapi dia tidak bisa menghentikannya.

Hujan di luar semakin deras. Gadis itu terlihat menggigil dan makin mendekap erat tasnya. Itu membuat Karl merasa sisi gentlemannya terpanggil.

Karl berdiri, mengambil jas yang dia sampirkan di punggung kursi dan tak lupa membawa novelnya dan beranjak pergi. Sebelum sampai di pintu, dia menghampiri salah seorang waiter.

"Excuse me, can you help me?" katanya meminta tolong.

"Apa yang bisa saya bantu?"

"Could you give this to the girl who's standing outside." Karl menyerahkan jasnya.

"Yang berbaju putih itu maksudnya?"

"Iya. Sepertinya dia sangat kedinginan."

"Baiklah. Apa saya berikan sekarang?" tanya sang waiter.

Karl menggeleng. "Nanti saja setelah saya pergi. Thank you very much."

Karl lalu membuka pintu untuk keluar. Bersamaan ketika gadis itu tiba-tiba bergeser pas ke depan pintu sehingga otomatis mereka bertabrakan.

"Ah, maaf. Maaf," katanya cepat, sambil menunduk meminta maaf. Karl juga melihatnya mengusap pundaknya beberapa kali.

"Ah, pasti pundaknya sakit," pikir Karl.

"It's okay. Are you alright?" tanya Karl sedikit mencemaskannya.

Gadis itu menengadah dan untuk pertama kalinya mata mereka beradu pandang. Karl tertegun sejenak. Dirinya seakan tenggelam ke dalam matanya yang berwarna cokelat jernih itu. Perasaannya bergejolak. Mendadak dia merasa gelisah.

"Yeah, I am fine," sahut gadis itu sambil tersenyum lebar.

Karl terpana.

"Good bye then." Buru-buru dia pergi dari sana, setengah berlari ke mobilnya menghindar dari hujan. Sampai di dalam mobil Karl terdiam sejenak memegangi dadanya yang berdegup kencang. What's wrong with me? Karl bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana dia bisa gugup berhadapan dengan seorang gadis yang bahkan tidak dikenalnya itu. Dia lalu menghidupkan mesin mobilnya, sebelum pergi, dia memandang gadis itu sekali lagi.

My Daddy Long-Legs (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang