BAB VII (Sengketa) 1

198 18 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sepanjang perjalanan Kaliurang-Kulonprogo, kami tidak berbicara satu sama lain kecuali untuk arah saja. Karl sepertinya mengerti untuk tidak mengusikku. Pikiranku masih kusut dan semakin dekat dengan rumah, jantungku makin berdegup kencang karena tegang. Apalagi ketika mobil berbelok memasuki pekarangan rumah. Terlihat ada sebuah mobil lain yang terparkir di halaman yang itu artinya mas Prasetyo sudah datang.

Aku menelan ludah. Karl menghentikan mobilnya dan memandangku yang masih duduk membatu tidak ada tanda-tanda mau keluar.

"Are you okay?" tanyanya. "Kamu mau kubukakan pintu mobilnya?"

Aku menggelengkan kepala. Segera kubuka seat belt dan mendorong pintu mobil.

"Aku akan menunggumu di sini."

"Kamu ikut masuk saja, Karl. Kamu kan tamu. Tidak sopan jika aku membiarkanmu di sini." Yah, apalagi Karl sudah berbaik hati mengantarku pulang. Dia juga bukan supir, jadi dia berhak untuk masuk sekadar untuk meminum teh atau kopi.

Ketika akan turun, handphone berdering.

"Iya, San?" aku langsung mengangkatnya.

Agak lama tidak ada jawaban. Kuurungkan diriku untuk turun.

"Halo, San? Kamu baik-baik saja? Halo?" Tiba-tiba aku menjadi khawatir.

"Dew...aku....." Sambil terisak Santi menceritakan apa yang terjadi. Aku hanya bisa mematung tanpa bisa melakukan apa pun. Kata-kata yang meluncur dari mulutku tidak banyak, tak jauh dari kata sabar dan penghiburan. Kepalaku langsung terasa semakin berat. Duh, kenapa masalahnya menjadi seperti ini?

"Any matters?" tanya Karl begitu aku menutup telepon. Aku mendongak. Dia sudah berdiri di depanku sambil memegangi pintu mobil. Bibir bagian bawahnya sedikit dikulum dengan dahi berkernyit yang berarti dia sedang bingung. Bagaimana aku bisa mengenalnya sedemikian rupa? Aku sendiri bahkan terkejut mengetahuinya.

Aku tersenyum kelu. "Just got a bad news." Aku keluar dari mobil. "Yuk, masuk."

Benar saja perkiraanku, begitu masuk ke rumah, di ruang tamu hampir semua keluarga mas Prasetyo berkumpul, tak terkecuali dengan keluargaku. Namun bukan wajah ramah penuh senyum seperti biasanya yang kutemukan melainkan ketegangan dan keterkejutan. Apalagi semua mata menatap curiga ke arah Karl. Itu membuatku malu dan tidak nyaman kepada Karl. Aduh, ada apa ini? Kenapa atmosfernya tidak begitu bersahabat?

Aku mencoba tersenyum, untuk mencairkan ketegangan. Kusalami semua orang yang ada di sana serta mencium tangan kedua orang tuaku.

"Pak, Bu, semuanya, perkenalkan, ini Karl. Atasan saya." Aku memperkenalkan Karl dan Karl langsung menyalami mereka dengan ramah. Tetapi tak kulihat mereka membalasnya dengan tulus, melainkan senyum setengah hati yang begitu ketara. Aku semakin tidak enak. Apalagi bapak menyambutnya dengan dingin. Membuatku sadar jika mas Prasetyo pastilah sudah menceritakan semuanya. Bagus sekali. Karl pasti merasa jika kedatangannya sangat tidak diundang. Kepalaku semakin pusing.

My Daddy Long-Legs (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang