"Kira-kira orangnya seperti apa, ya?" gumamku tidak sadar sambil mengaduk-aduk nasi sotoku di pantry. Aku masih saja dihantui rasa penasaran cewek yang ditaksir Karl.
"Dew, ngapain ngelamun pagi-pagi?" tegur Vivi. "Soto atau bubur itu?"
Heh? Kulihat mangkukku, benar saja soto campurku sudah tidak berbentuk lagi.
Vivi mengambil air dingin dari dispenser, lalu meminumnya. Pantry memang sedang sepi karena masih banyak yang belum datang.
"Vi, menurutmu kalau Karl pernah ditolak cewek mungkin nggak, sih?"
"Apa? Ditolak?" Vivi langsung tertawa. "Nggak mungkinlah, Dew. Karl? Ditolak? Impossible! Menara Pisa bisa nggak miring lagi, tuh." Vivi mengibaskan tangannya tidak setuju. "Aku tidak bisa membayangkannya. Kalau pun ada pasti tuh cewek buta, Dew. Lagipula ngapain juga kamu mikirin hal begituan, Dew? Nggak penting juga kalau hanya berandai-andai."
Aku manggut-manggut. Iya juga, sih. Sudahlah, lupakan saja. Kubawa makananku ke meja. Sarapan, sarapan!
Baru saja mau menyuapkan sotoku, telepon di meja berdering. Otomatis kuturunkan sendokku.
"Ya, Dewi di sini."
"Untuk proyek pembuatan iklan 3D perusahaan JuxeDeals sudah kamu follow up belum?" Aku langsung kenal dengan suaranya. Karl. Pagi-pagi sudah membahas kerjaan, tidak bisa apa nanti setelah aku selesai makan. Aku membuka agenda dan mencari halaman tentang perusahaan JuxeDeal. Yah, untuk mempermudah mencarinya, setiap klien selalu aku beri warna sendiri di agenda dengan beberapa lembar halaman kosong yang berisi historis masing-masing. Mulai dari proyek itu masuk hingga selesai, juga detail profil mereka. "Belum. Tapi memang hari ini sudah dijadwalkan untuk menghubungi mereka kembali untuk memastikan mereka memilih karakter ilustrasi yang mana sehingga kita juga bisa tahu vendor game mana yang akan kita ambil." Aku menjawabnya sambil makan sotoku. Lapar.
"Suara apa itu?"
"Suara yang mana?" tanyaku sambil menyeruput kuah soto dengan bersemangat.
"Itu barusan? Are you eating now?"
"Iya. Kan saya belum sarapan," jawabku enteng. Belum juga jam 9.
"You are eating while I call you? Where is your attitude?" Karl menutup teleponnya.
Duh, ini orang. Selalu saja tidak bisa santai. Hhhhhh. Masa bodoh sajalah.
Belum satu menit, handphone-ku berbunyi. Pemilik kontrakan. Ada apa ya pagi-pagi sudah telepon.
"Iya, Bu Eka?"
"Teteh Dewi, anu punten, Teh. Biasanya saya tidak menagih begini. Tapi berhubung sudah seminggu ini mbak Dewi belum membayar kontrakan untuk bulan ini, saya menelepon untuk mengingatkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Daddy Long-Legs (completed)
RomanceMenjadi seorang Dewi yang mempunyai atasan Karl mungkin bagimu tidak akan menyenangkan. Namun dibalik sifat keras Karl, Dewi menemukan seseorang yang ternyata begitu lekat dalam ingatannya. Hal-hal yang selama ini tidak pernah terbersit dalam pikira...