Langit yang tadinya cerah, mendadak berubah tajam. Berganti hujan yang turun begitu deras. Aku yang tengah berjalan sepulang dari kampus langsung lari mencari tempat berteduh dengan berpayung tas selempang yang kukenakan. Dan akhirnya aku numpang berteduh di depan sebuah coffeeshop di pinggir jalan terpadat dan teramai di kota Depok. Walaupun cuma sebentar terkena hujan, seluruh tubuhku sudah basah kuyup.
"Ini nih hasilnya kalau lupa bawa payung," gerutuku dalam hati. "Mana hujannya sepertinya awet." Aku memandang langit yang sudah tertutup mendung seutuhnya. Aku tidak bisa pulang sebelum hujan reda. Takut semua kertas-kertas skripsiku basah, baru saja di-acc oleh dosen pembimbing yang super detail.
Kualihkan mataku ke dalam coffeeshop. Terlihat beberapa pengunjung yang tengah asyik menyesap kopi mereka. Aku iri. Seandainya ada uang lebih aku pasti bisa duduk di dalam menikmati secangkir kopi panas, bukannya di luar kedinginan seperti ini. Sayangnya uang bulananku terbatas. Terlebih di saat-saat semester terakhir kuliah. Kerjaannya mengeprint skripsi melulu. Tekor deh kantong.
Brrr. Angin yang bertiup cukup kencang membuat badanku menggigil. Kudekap tasku erat di depan berusaha menghalau dingin.
"Permisi, ya." Seorang tukang parkir memindahkan sebuah motor yang tadinya kehujanan ke tempatku berdiri. Otomatis aku bergeser menjauh hingga ke depan pintu coffeeshop. Celakanya saat itu ada orang yang hendak keluar, sehingga kami bertabrakan. Untungnya aku tidak jatuh. Tapi pundakku sakitnya bukan main.
"Ah, maaf. Maaf," kataku cepat sambil mengusap-usap pundakku dan menunduk meminta maaf.
"It's okay. Are you alright?" suara berat yang terdengar merdu dan asing menyapaku. Aku menengadah. Di depanku seorang cowok bule memakai kemeja putih dengan lengan digulung menatapku khawatir. Rambutnya yang cokelat tembaga dan matanya yang biru keabuan begitu pas.
"Yeah, I am fine," sahutku sembari tersenyum lebar. Menyembunyikan sedikit nyeri yang masih terasa. Tulang orang ini benar-benar sekeras batu.
Cowok itu mengangguk kecil. "Good bye then." Ia permisi ke mobilnya. Lalu mobil itu keluar ke jalan dan menghilang dari pandanganku.
"Wah, sekarang bule banyak juga di Depok," pikirku, lalu melupakannya.
Aku kembali memandangi hujan dan berdoa semoga hujannya cepat berhenti. Sepertinya Tuhan sedang tidak berbaik hati kepadaku. Baru selesai berdoa bukannya reda, hujannya malah semakin deras dan anginnya semakin kencang jadi badai. Wuzzzz. Aku kembali menggigil. Mana cuma pakai kaos tipis. Kebayang kan dinginnya kayak apa.
Seorang pelayan membuka pintu depan dan menghampiriku. Aku curiga jika aku mau diusir karena dilarang berteduh di sini kecuali pengunjung. Tapi aku terkejut saat dia menyodoriku sebuah jas.
"Ini untuk saya?" tanyaku bengong.
"Iya, Mbak. Tadi ada pelanggan yang meminta saya untuk menyerahkan jas ini karena kasihan melihat mbak kedinginan di depan sini," sahutnya ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Daddy Long-Legs (completed)
RomansaMenjadi seorang Dewi yang mempunyai atasan Karl mungkin bagimu tidak akan menyenangkan. Namun dibalik sifat keras Karl, Dewi menemukan seseorang yang ternyata begitu lekat dalam ingatannya. Hal-hal yang selama ini tidak pernah terbersit dalam pikira...