Karl merangsek masuk. Tanpa babibu, dia langsung menghujani mas Pras dengan bogem mentah. "Buuk, Buuk!"
Segera kutahan Karl, dibantu beberapa kerabat melerai mereka.
"Karl, stop! Stop, Karl," teriakku. Aku mencoba masuk menengahi dan mendorong Karl menjauh. Sementara mas Pras didudukkan kembali sambil diperiksa mukanya yang bengep. Terlihat darah segar mengalir dari lubang hidungnya. Sepertinya hidungnya patah.
"Karl, what are you doing?" tanyaku tidak percaya seorang Karl bisa semarah ini dan memukuli orang.
Karl membenahi bajunya yang sedikit berantakan.
"Dia layak mendapatkannya. He had no right to say that things to you. That was too cruel. I can't hear it anymore. He is useless."
Aku menatap Karl tercengang. "Kamu mendengarkan semuanya?"
"Yeah."
Air mataku kembali turun, aku terharu.
"Why are you crying?" tanya Karl terkejut.
"I am very touched because you support me well. Danke."
"Mas Mulyono, bagaimana bisa anakku Pras dipermalukan begini. Saya tidak terima," protes pakde Jiwo, ayahnya mas Pras. "Bagaimana kamu mendidik anak? Masa kamu biarkan anakku dipukuli oleh bosnya anakmu? Kamu tidak akan melakukan apa-apa?"
"Sabar, mas Jiwo. Saya juga terkejut jika tiba-tiba ini terjadi. Tolong jangan marah dahulu."
"Bagaimana saya bisa sabar? Ini Pras, anak kesayanganku dan kebanggaanku satu-satunya sampai babak belur begini. Cepat usir orang itu dari sini jika mau hubungan keluarga kita tidak berakhir sekarang."
"Pakde," aku angkat bicara. Aku sudah mulai tidak sabar. Kini keluargaku pun ikut kena getahnya.
"Dewi, kamu diam saja." Bapak melarangku. Tapi aku tidak mau mundur.
"Pak, biarkan Dewi bicara." Aku berusaha untuk mengumpulkan keberanianku. "Pakde, saya ingin meluruskan sesuatu di sini. Karl tidak bisa diusir dari sini. Saya melarangnya. Karl tidak bersalah, dia hanya membela saya karena kata-kata ynag diucapkan oleh mas Pras kepada saya sangat kasar. Tidak sepantasnya dia, yang seorang guru, yang harusnya menjadi teladan, berbicara tanpa dipikir terlebih dahulu. Apalagi kepada seorang wanita yang seharusnya diperlakukan dengan lemah lembut. Saya datang ke sini karena memenuhi permintaan bapak saya. Seharusnya saya tidak pernah datang jika akhirnya saya malah dipojokkan dan dihina sedemikian rupa."
Aku menarik napas panjang.
"Mari kita kembali ke awal permasalahan. Saya memang berada di cottage bersama Karl. Mas Pras melihat kami, bahkan dia menyapa kami. Akan tetapi, apakah pakde Jiwo tidak bertanya mengapa mas Pras juga ada di sana? Seorang guru yang mendadak muncul di sebuah cottage di pantai pada hari kerja bukan hari libur. Bukankah itu aneh? Bukankah itu artinya mas Pras membolos dari sekolah? Untuk apa mas Pras datang ke sana sampai mangkir dari tugas mengajar? Pastinya ada urusan yang sangat penting. Coba tanyakan kepadanya, Pakde?"
Kini pandangan beralih kepada mas Pras. Mas Pras terlihat bingung akan situasi yang tiba-tiba berbalik menyerang dirinya.
"Pras, ayo jawab!" hardik pakde Jiwo.
"Saya sedang survei tempat untuk family gathering teman-teman guru akhir bulan ini, Pak."
"Nah, begitu saja kok lama jawabnya. Kamu dengar Dewi? Puas?"
"Bersama siapa?" aku mulai memancing.
"Sendiri," sahut mas Pras.
"Sendiri? Apa mas Pras yakin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Daddy Long-Legs (completed)
RomanceMenjadi seorang Dewi yang mempunyai atasan Karl mungkin bagimu tidak akan menyenangkan. Namun dibalik sifat keras Karl, Dewi menemukan seseorang yang ternyata begitu lekat dalam ingatannya. Hal-hal yang selama ini tidak pernah terbersit dalam pikira...