BAB VIII (Dady Long Legs) 3

175 19 0
                                    

*******

"Tok, tok, tok," Terdengar ketukan di pintu kamarku.

"Nduk, makan dulu. Nanti kamu sakit." Ibu benar-benar khawatir. "Sudah seharian kamu belum makan. Mau Ibu bawakan makanannya ke kamar?"

"Saya ndak lapar, Bu," sahutku.

"Tapi kamu harus makan."

Aku tidak menggubris bujukan ibu lagi. Lama-lama ibu juga menyerah. Matahari memang tidak lagi terik. Hari sudah menjelang sore rupanya. Tapi aku masih duduk bersandar di atas tempat tidur. Berusaha mengingat-ngingat hal yang terlupakan olehku tentang Karl.

Kruuyuuk. Suara perutku terdengar mengenaskan. Aku lapar. Akan tetapi masih ada pekerjaan yang harus kuselesaikan. Aku harus mengirim surat kontrak dengan klien yang ingin membuat iklan televisi dengan bantuan Good Guy Advertising. Aku tidak bisa meminta OB membelikanku makanan karena ini sudah lewat jam kerja dan mereka sudah pulang. Mau turun pun percuma karena di luar sedang hujan. Hiks. Aku hanya bisa duduk dengan badan membungkuk di atas meja. Satu tangan menegtik di keyboard, satu tangan meremas perutku yang tidak bisa dikompromikan lagi.

Aku melihat ke sekeliling. Sudah sepi. Sepertinya anak-anak yang lain memilih selalu pulang on time jam 6 pas. Tapi alisku terangkat satu saat mendapati ruangan Karl masih menyala. Lemburkah?

Mendadak aku butuh ke toilet. Kutinggalkan kubikelku dan bergegas menyelesaikan tuntutan alam. Begitu aku kembali, aku melihat ruangan Karl sudah gelap. Pasti dia sudah pulang saat aku masih di toilet. Yah, jadi nggak ada temannya lagi.

Dengan lesu aku kembali ke mejaku. Tapi di sana sudah ada sesuatu. Aku mengambilnya. Sebuah susu kaleng siap minum dan hangat seperti baru saja dipanaskan di microwave.

"Siapa yang memberiku ini?" tanyaku bingung, lalu memutar badanku mencari tahu. Ruangan begitu sepi. Tidak ada siapa-siapa. Ah, siapa pun itu pasti orangnya sangat baik.

"Terima kasih susunya," kataku sedikit keras sambil mengangkat susu kaleng itu ke atas. Yah, siapa tahu orang itu masih di dekat sini dan mendengarnya. Atau bisa saja itu diberi langsung oleh Tuhan. Dengan semangat aku meminumnya. Benar-benar hangat di perut. Enaknya.

Dan beberapa hari sesudahnya, saat masuk ke ruangan Karl, aku menemukan kaleng susu yang sama di atas mejanya.

"You drink that too?" tanyaku seraya menunjuk susu itu.

Karl seperti tidak terlalu tertarik. Ia hanya meliriknya sekilas, lalu kembali fokus dengan laporan yang kubuat. "Yes. Today I want to drink milk. Why? You want it?"

"Ah, no." Aku segera menolaknya. Pikiran tentang orang baik misterius itu langsung menguap seketika. Tidak mungkin Karl. Dia memang baik, tapi sepertinya dia bukan orang yang memberiku susu beberapa malam sebelumnya.

Tangisku kembali meledak. Aku tidak percaya jika selama ini Karl begitu memperhatikanku karena dia menyukaiku. Dia bahkan tidak berubah walaupun mengetahui aku telah bertunangan. Aku tidak tahu bagaimana sakit hatinya saat itu. Dan baru kusadari bahwa yang selama ini kukejar adalah Karl. Aku selalu berharap bisa bertemu dengan orang yang dulu menolongku, mengucapkan terima kasih dan mengembalikan jasnya. Aku benar-benar bodoh. Selama ini aku hanya menyakiti Karl. Karl yang begitu baik, penyabar dan selalu ada untukku.

Aku harus memperbaiki semua kesalahanku selama ini. Atau aku akan menyesal selamanya.

*****    

My Daddy Long-Legs (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang