Rapat kali ini tidak berlangsung lama. Singkat malah karena langsung to the point. Teman-teman Karl termasuk tipe orang yang berpedoman "waktu adalah uang", tanpa basa-basi. Tak sampai 2 jam, selesai sudah. Sementara Karl melanjutkan pertemuan itu dengan coffee break, aku mohon diri untuk pergi. Yah, dibandingkan bengong mendengarkan mereka memakai bahasa Jerman lebih baik keluar dari lingkaran. Lumayan bisa ngobrol dengan Santi lebih lama. Jadi langsung saja aku bergegas ke kamarnya.
Dari jauh, aku sudah melihat Santi di depan teras kamarnya sedang santai membaca buku, mungkin novel. Aku pun mengangkat tangan hendak memanggilnya. Namun kuurungkan saat kulihat ada seseorang yang datang menghampirinya.
Santi menyambut hangat penuh suka cita dan langsung memeluknya yang kuasumsikan bahwa itu pacarnya yang kemarin dia bilang akan datang hari ini.
Yah, dibandingkan mengganggu, kuputuskan untuk putar haluan untuk kembali ke kamar saja untuk meletakkan tasku. Setelah itu aku bisa jalan-jalan di sekitar pantai menikmati pemandangan.
Eh, tetapi tunggu dulu. Kok kayak kenal, siapa ya? Jangan-jangan pacarnya orang yang kutahu, seperti teman waktu sekolah atau apa. Kalau benar, berarti aku bisa bergabung untuk bernostalgia. Hehehe.
Aku kembali mengamati dan mencoba melihat dengan jelas orang itu. Pas saat itu cowoknya dalam posisi tidak membelakangiku jadi aku bisa melihatnya dengan jelas.
Lho, bukankah itu mas Prasetyo? Masa, sih? Aku memicingkan mata mencoba melihatnya dengan lebih teliti lagi. Tidak mungkin itu mas Prasetyo, mungkin hanya orang yang mirip dengan dia. Namun aku sangat penasaran. Aku harus memastikannya. Kuambil handphoneku dan menelpon Santi. Untungnya dia mengangkatnya, sementara cowoknya masuk ke dalam kamar.
"Iya, Dew?"
"Akh, aku lupa menanyakan siapa nama pacarmu. Dari kemarin aku penasaran siapa orangnya. Siapa tahu aku kenal," tanyaku mengorek keterangan dengan sedikit berbohong.
"Ya ampun, Dew. Aku kira aku sudah bilang. Namanya Prasetyo, Adi Prasetyo. Dia guru SMA, katanya dia pernah sekolah di SD di desamu itu lho, Dew. Bisa jadi kalian kenal. Nanti akan aku coba tanyakan."
Aku menelan ludah. Benar saja.
"Ah, tidak usah, San. Lagipula jika benar kami pernah satu SD, itu kan sudah lama banget. Mana mungkin dia ingat. Aku saja sudah lupa teman sekelasku saat SD," elakku.
Santi tertawa. "Benar juga. Aku juga lupa, Dew. Eh, tapi nanti jadi makan siangnya?"
"Sebenarnya aku menelepon karena mau bilang kalau aku tidak bisa makan siang denganmu karena rapatnya over time, nih. Maaf, ya. Dan jam 1 nanti aku juga sudah kembali ke kota untuk rapat lanjutan di sana besoknya."
"Ya sudah, tidak apa-apa. Padahal aku ingin mengenalkanmu kepada pacarku. Tapi jika kamu tidak bisa, aku tidak bisa memaksa."
"Terima kasih ya, San."
"Iya, sama-sama."
Kututup teleponnya.
Aku langsung lemas. Jantungku seperti baru saja dijatuhkan dari ketinggian. Rasanya seperti ditusuk dari belakang. Orang yang akan menjadi suamiku tak lama lagi ternyata ayah dari anak yang dikandung oleh temanku. Jadi selama ini aku dan keluargaku dikhianati. Mengapa dia tidak bilang sebelumnya? Atau mengapa dia tidak menolak pernikahan ini dan malah menerimanya? Kepalaku terasa pening.
Tanpa sadar aku sudah berjalan tanpa arah keluar menjauhi penginapan, menyusuri garis pantai. Tidak tahu seberapa jauh, tahu-tahu aku berhenti di ujungnya yang berbatasan dengan tebing karang tinggi menjulang.
Aku tidak tahu mengapa aku malah pergi bukannya menangkapbasah mereka. Memangnya apa yang aku pertimbangkan? Jika pernikahan ini gagal,maka keluarga besarku akan menanggung malu seumur hidup mereka. Akan tetapiapakah bisa aku hidup bersama pria itu selamanya? Bagaimana nasib Santi dancalon anaknya nanti? Bisa saja Santi tidak akan bisa hidup dengan melahirkananak di luar nikah. Apa yang harus aku lakukan?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Daddy Long-Legs (completed)
Storie d'amoreMenjadi seorang Dewi yang mempunyai atasan Karl mungkin bagimu tidak akan menyenangkan. Namun dibalik sifat keras Karl, Dewi menemukan seseorang yang ternyata begitu lekat dalam ingatannya. Hal-hal yang selama ini tidak pernah terbersit dalam pikira...