XIII. Menindas atau Tertindas?

89.1K 2.4K 69
                                    

Perjalanan menuju lokasi hiking sangatlah panjang. Lantaran cuaca lagi turun hujan, banyak para pemotor yang berlomba-lomba mendahului kendaraan lain sehingga jalanan macet. Tapi kondisi ini nggak ngebuat semua peserta hiking jadi bete, mereka malah asyik bernyanyi-nyanyi.

"Nay, mau coba nggak?" Dizza menawarkan Nayla lipstik baru yang barusan dipakainya. Sejak tadi dia sibuk memoles wajah.

"Dizz, emang siapa sih yang lagi lo caperin?" Tanya Nayla penasaran. Dia nggak minat sama sekali untuk dandan.

"Hihihihi." Dizza malah terkikik.

"Dihhhh, setres nih anak." Nayla menoleh ke belakang, Tiar lagi asyik nyanyi-nyanyi bareng anak-anak yang lain. "Udah dandannya, gabung sama yang laen yuk!"

Dizza mengangguk. Lalu mereka berdua bernyanyi-nyanyi sambik bertepuk tangan. Suasana semakin meriah tatkala, Beno, Senior yang dikenal paling jenaka itu melantunkan lagu tradisional padang. Walau kebanyakan nggak ada yang ngerti arti dari bahasa padang itu, tapi logatnya yang jauh berbeda dengan bahasa indonesia, membuat semua tertawa geli. Ditambah lagi, Beno ngebawainnya dengan penuh penghayatan.

***

"Hay, Ez!" Clara tiba-tiba muncul di depan Rezer. "Kamu mau makan?" Tanyanya. Rezer mengabaikannya dan malah berlalu gitu aja. Clara nggak mau nyerah, dia mengikuti cowok itu dari belakang sambil mengedipkan mata pada Jeny yang udah lebih dulu masuk ke kantin.

Merasa diikuti, Rezer pun berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap Clara. "Mau lo apa sih? Mesti berapa kali gue bilang kalo di antara kita, bahkan untuk bertemen aja itu nggak mungkin." Katanya menegaskan.

Bukan Clara namanya kalo sampe dia bener-bener mengikuti kemauan Rezer. Dia malah memegang tangan cowok itu dan lagi-lagi berkata, "aku juga udah berkali-kali minta maaf dan aku nggak akan berhenti sampe kamu mau maafin aku."

Rezer menghembuskan nafas dengan kesal. Gara-gara Clara, mereka jadi diliatin orang-orang yang pada duduk di kantin. Rasanya jengah jadi pusat perhatian, apalagi untuk hal yang dia nggak suka. "Stop, Clar. Ini bukan hal yang bisa lo paksain. Gue, nggak akan pernah bisa nerima lo dalam hidup gue, nggak akan." Saat Clara hendak menjawab, Rezer langsung memotongnya sambil menunjuk wajah Clara, "kecuali kalo lo bisa hidupin kembali sahabat gue."

Clara terdiam, itu hal yang nggak akan mungkin bisa dia lakukan meski dia mau. Syarat yang dengan arti lain adalah memang nggak akan ada kesempatan untuknya bisa dekat dengan Rezer lagi kayak dulu. Dia pun membiarkan Rezer pergi, menatapnya dari kejauhan dengan putus asa yang mendalam.

"Udah, lo harus sabar. Batu sekalipun, masih bisa dipecahin kok. Tenang aja..." Jeny memberikan dorongan semangat pada Clara. Dia mengajak Clara keluar dari kantin sebelum mereka jadi buah bibir di sana. Setiap sepak terjang senior, akan menjadi bahan omongan yang paling mengasyikkan untuk para junior tentunya. Setidaknya itu cara mereka untuk balas dendam dari penindasan yang selama ini diterima saat OSPEK.

***

Sesaimpainya di perkemahan gunung putri Lembang, semua masiswa mulai bersiap mendirikan tenda sesuai kelompok masing-masing. Satu kelompok, terdiri dari 3 sampai 4 anggota. Kebetulan, Nayla, Dizza dan Tiar satu tenda, bukan kebetulan sih, tapi emang mereka bertiga meminta khusus pada Nico dan diizinkan.

"Nay, lo ngerti nggak bikin ini gimana?" Tanya Tiar. Dia mulai kebingungan harus diapakan semua peralatan yang digunakan untuk mendirikan tenda itu.

Nayla menggeleng. "Lo Dizz?" Tanyanya balik pada Dizza.

"Dih, apalagi gue." Dizza pun angkat tangan.

Mereka bertiga celingak celinguk memperhatikan yang lain, tapi sepertinya semua cewek di situ pada nggak bisa deh. Buktinya, semua pada celingukan juga, ada yang minta bantuan mahasiswa cowok, ada yang selfie-selfie malah.

Married? OH NO!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang