XXIII. Dingin...

65.1K 1.9K 25
                                    

Jam 01.03 dini hari...

Rezer tidur membelakangi Nayla. Sejak pulang, dia nggak sekalipun menatap istrinya itu, apalagi menegurnya.

Air mata Nayla menetes. Dia menatap punggung Rezer dengan kepedihan yang terasa sangat menyakitkan. Nayla tau, Rezer marah. Bahkan mungkin lebih dari sekedar marah, yaitu sakit. Sakit karena semua hal yang dia percaya adalah salah.

"Aku tau kamu belum tidur." Kata Nayla kemudian. Nayla memberanikan tangannya menyentuh tubuh Rezer, memeluknya dengan sangat erat.

Nayla salah, Rezer nggak sedang berpura-pura tidur sehingga akan diem aja saat dipeluk. Rezer justru dengan kasar menepis tangan Nayla lalu berdiri dan berniat keluar dari kamar.

Nayla langsung mengejar Rezer sebelum suaminya itu sempat memegang kunci kamar. Dengan nafas memburu, dia mencabut kunci pintu yang tergantung di situ lalu membuangnya ke arah jendela kamar yang masih terbuka.

Rezer menatap Nayla, meminta penjelasan dalam diamnya.

"Kalo kamu marah, pukul aku. Maki aku sepuas kami. Tapi jangan kayak gini, Ez." Kata Nayla dengan suara lemah.

Rezer tetap diam, hanya menatap.

"Aku tau, aku sangat sangat tau kalo aku ini salah. Tapi semua kesalahan aku itu punya penjelasannya. Dan kamu tinggal nanya, aku bakalan jawab semuanya!!"

Rezer masih diam.

"Aku capek, capek Ez." Air mata itu jatuh. "Berbulan-bulan kita ngejalanin hubungan kayak orang asing..."

Rezer langsung memotong,  "kamu kira aku nggak? Aku lebih dari sekedar capek, Nay."

"Kita akhirin kalo gitu. Stop... Kita bisa mulai ini dari awal lagi."

Rezer diam, dia terus menatap Nayla yang memelas. Sampai ketika...

Nayla menempelkan bibirnya ke bibir Rezer. Dingin... Rasanya berbeda. Nayla merasa hambar. Bibir mereka sama-sama terdiam. "please..." bisik Nayla sambil memejamkan mata.

Setelah itu... Semua berlangsung cepat. Rezer melumat bibir Nayla dengan lembut. Bibir mereka berdua saling bergerak menemukan kecocokan. Ciuman penuh kerinduan.

Nayla merasa semua kembali hangat. Rezer memeluknya sangat erat tanpa sedikitpun membiarkan bibir mereka berjarak. Tubuhnya seperti melayang, diangkat dengan lembut ke tempat tidur.

Deg! Semua kembali, rasa deg-degan itu. Saat bibir itu menyentuh lehernya tanpa ampun. Saat tangan itu menyentuh setiap inci bagian tubuhnya, Nayla melupakan segalanya.

***

Nayla merasa seluruh tubuhnya sakit. Matanya terasa sangat berat. Entah karena efek kurang tidur sejak beberapa hari belakangan atau...

"Astaga!" Mata Nayla membelalak lebar saat melihat jam yang bertengger di dinding. Jam 10 pagi! Rezer udah nggak ada, pergi tanpa membangunkannya. Tubuhnya hanya ditutupi selimut, hingga rasanya sangat dingin.

"Rezer kenapa nggak bangunin sih! Kan malu turunnya!" rutuk Nayla. Dia bergegas turun dari tempat tidur setelah menutupi tubuh polosnya dengan selimut tipis. Lalu masuk ke kamar mandi.

Jantung Nayla kembali berdetak setelah melihat hasil dari apa yamg terjadi semalam membekas di tubuhnya. Beberapa bagian lehernya memerah hingga ke dada. Rasanya... Nayla tersenyum sendiri, dia bergidim membayangkan bagaimana Rezer menyentuhnya semalam.

***

"Nayla masih belum turun juga,  Ez." Kata Mami sengaja memberitahu.

"Masih tidur kali." Jawab Rezer santai.

"kalian ngapain aja semaleman sampe Nayla kesiangan gini?" sindir Mami sambil melirik nakal. Mama mertua Rezer ikut senyum-senyum. Begitupun Papinya.

Rezer nggak menanggapi, dia tetap cool dengan mata fokus pada layar hape.

Finally... Yang lagi diledekin turun juga. Semua mata memandang ke arah Nayla yang terlihat lesu. Kecuali Rezer, matanya bener-bener nggak beralih dari game yang lagi dia mainin.

Nayla duduk di samping Mami mertuanya, menyandarkan kepalanya dengan manja di bahu wanita kesayangannya itu.

"Kamu sakit?" Mami menempelkan tangannya ke kening Nayla.

Rezer mau nggak mau menaikkan pandangannya ke Nayla yang lagi merengek manja sama Maminya.

"Badan kamu agak panas,  Nay." Mama Nayla mengapit anaknya itu di tengah-tengah. Nggak ada ruang untuj Rezer mendekat kecuali hanya melihat dari depan.

"Nay nggak papa, kok. Cuma agak nggak enak badan dikit." Jawab Nayla manja. Dia ikut melihat ke arah Rezer,  mereka berpandangan. "udah sarapan?" Tanya Nayla dengan suara kecil. Tapi tetap terdengar oleh para orangtua di sana.

Rezer menggeleng.

Nayla mengangguk cuek. Sepertinya pertanyaannya itu cuma basa-basi aja. Dia nggak mencoba menawari Rezer untuk ditemeni makan ataupun makan bareng. Dia malah kembali menyandarkan kepalanya ke pundak Mami sambil memejamkan mata.

Mami mengelus rambut Nayla dengan penuh kasih sayang. Terlihat sekali bahwa baginya, Nayla bukanlah menantu, melainkan anak.

"Makan gih, ajak Ez juga tuh belum makan." Suruh Mamanya sambil menoel lengan Nayla.

Nayla membuka matanya, dia menggeleng pelan sambil berkata, "Nay lagi nggak pengen makan, Ma."

"Nay, nanti kamu sakit." Beritahu Mami.

Sesaat kemudian...

"Pagiiiiiiii!"

Semua orang menoleh dengan sedikit kaget akibat suara lantang dari dua sahabat Nayla. Dizza dan Tiar berdiri di belakang mereka semua dengan senyum sumringah layaknya pemenang lotre.

"Ihhhhh, pagi-pagi dah berkunjung." Rutuk Nayla.

"Biarin!" Tanpa rasa malu sedikitpun, Dizza langsung melompat duduk di sebelah Rezer yang masih sibuk dengan hapenya.

Tiar sendiri, lebih memilih duduk di samping Papinya Rezer yang kembali asyik membaca berita di koran.

"Nayla kenapa Tante? Kok kayaknya menyeh gitu." Tanya Dizza spontan.

"Tau nih, kayaknya dia lagi nggak enak badan,  Dizz." Jawab Maminya Rezer.

"Wahhhhh, semalem abis berapa ronde?" Ledek Dizza.

"Apaan sih...!" Nayla langsung protes. Dia langsung berdiri mendekati Dizza. Sesaat kemudian, habislah Dizza dikelitikin oleh Nayla.

Semua orang hanya tertawa kecil. Bahagia sekali hari ini, rasanya nggak pernah terjadi apa-apa kemarin. Semua kembali normal, seperti semula lagi.

***

Married? OH NO!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang