XXI.Kosong

70.3K 2.1K 24
                                    

Kedatangan Nayla disambut banyak orang di rumah mereka. Ada mamanya yang sejak kepergian Nayla selalu meneteskan air mata sampe-sampe dirawat di rumah sakit lantaran terlalu depresi. Ada orangtua Rezer yang juga sangat bahagia. Ada Dizza, Tiar dan Rendy yang begitu tau Nayla ditemukan, langsung meluncur kegirangan.

Melihat semua orang begitu terharu dengan kehadirannya, senyum sedih Nayla mengambang. Dia merasa bersalah telah meninggalkan mereka semua.

"Mama..." desis Nayla dengan suara lemah. Dia berpelukan dengan mamanya sambil sama-sama meneteskan air mata.

"Mama rasanya nggak sanggup hidup lagi, Nay. Kamu kenapa ninggalin Mama? Kenapa nggak datengin Mama aja kalo kamu ada masalah, Nak?"

Nayla terisak, "maafin Nayla, Ma. Nayla emang bodoh. Nayla nggak mikirin Mama."

Mama menepuk-nepuk kepala Nayla dengan lembut sambil berkata, "sudah-sudah. Yang penting sekarang kamu ada di sini. Yang penting Mama bisa lihat kamu lagi." Mama lalu melepas pelukannya dan memegang kedua pipi Nayla, lalu berkata, "jangan ulangin ini lagi. Mengerti?"

Nayla mengangguk.

Mami Rezer sendiri udah nggak sabar ingin memeluk Nayla. Kasih sayangnya pada menantunya itu sudah seperti menyayangi anak sendiri. "Mami bener-bener seneng kamu kembali. Mami nggak tau gimana jadinya kita semua tanpa kamu, sayang."

Nayla membalas pelukan Ibu mertuanya itu, "maafin Nayla, Mi."

Selanjutnya, Tiar dan Dizza berhamburan memeluk Nayla. Mereka berdua yang paling histeris nangisnya.

"Lo jahat! Lo nggak anggep kita ini sahabat lo lagi? Kenapa lo nggak ngabarin kita sama sekali?" Kata Dizza penuh emosi kesedihan.

"Iya, Nay. Harusnya kan kalo lo emang pengen pergi, ajakin kita kek." Rengek Tiar.

Nayla terkekeh geli. Dia mengusap air mata kedua sahabatnya itu, lalu air matanya sendiri. "Gue minta maaf, ya. Gue emanfmg bodoh karena nggak ngajakin kalian susah bareng gue."

"Hahaha." Semua orang jadi tertawa mendengarnya.

Suasana haru atas kembalinya Nayla menjadi begitu membahagiakan. Banyak hal yang ingin semua orang tau bagaimana dan kenapa Nayla bisa diculik oleh Nico. Tapi lantaran tubuh Nayla yang terlihat sangat lemah, semua orang harus membiarkan Nayla untuk beristirahat dulu.

Rezer mengantar Nayla ke kamar, membaringkan istrinya itu ke atas tempat tidur dengan sangat lembut. Lalu dia duduk di samping tubuh Nayla sambil mengusap rambutnya. Ada yang ganjil sejak tadi di pikiran Rezer tentang Nayla. Entah kenapa, dia merasa Nayla sedang mekikirkan sesuatu. Nayla selalu saja melamun, seperti memikirkan hal yang berada jauh dari mereka.

"Kamu kenapa? Kamu masih ngerasa takut?" Tanya Rezer.

Lamunan Nayla tentang keadaan Nico pun buyar. Dia menatap Rezer. Entah kenapa, Nayla merasa tidak bahagia dengan kondisi yang sekarang ini. Padahal, ini yang dia inginkan. Tapi... kenapa rasanya ada yang aneh.

"Nay?" Panggil Rezer. Dia balas menatap Nayla yang seakan sedang berada di dunia lain. "Kamu nggak papa?"

Nayla menggeleng, "mungkin aku kecapean. Boleh aku tidur?"

Rezer tersenyum, dia kembali mengusap rambut Nayla dengan lembut. "Ya udah kamu tidur gih. Aku bakal tetep di sini nemenin kamu sampe kamu bangun."

"Ez..."

"Ya?"

"Aku pengen sendiri dulu."

Rezer diam. Dia nggak tau apa yang terjadi sama Nayla. Perubahan sikap Nayla bener-bener membuatnya gelisah. Tapi karena Nayla memang keliatan capek, dia pun membiarkan Nayla untuk sendiri. Dia keluar setelah mengecup kening Nayla.

Setelah Rezer pergi, Nayla menangis. Dia membenamkan mulutnya ke bantal agar suara tangisnya nggak terdengar sampe keluar.

"Maafin aku Nic. Aku bener-bener minta maaf." Kata Nayla dengan cara bicara yang getir. "Aku kira, aku bakalan baik-baik aja setelah ini. Tapi nyatanya, aku tetep nggak bisa nerima pengorbanan kamu ini. Ini terlalu besar dan nggak adil buat kamu. Maafin aku..."

Tok Tok Tok.

Nayla buru-buru menghapus air matanya. Dia pikir Rezer atau orangtuanya yang mau masuk. Tapi ternyata, Dizza dan Tiar.

"Nay, kita boleh masuk?" Kata Dizza sambil memajukan kepalanya di balik pintu.

"Masuk aja. Gue mau cerita sesuatu." Jawab Nayla.

Dizza dan Tiar masuk dan mengunci pintu kamar sesuai perintah Nayla. Mereka berdua duduk di atas ranjang, membentuk lingkaran.

Nayla mulai menceritakan semuanya. Sedetil mungkin, dari A hingga Z tanpa ada yang ditutupi. Dari awal Nayla menceritakan tentang bagaimana Nico berniat membantunya, hingga pengorbanan Nico yang luar biasa, Dizza dan Fiar shock.

"Ya ampun. Nico sampe segitunya?" Dizza nggak kalah sedihnya. Ngebayanginnya aja rasanya perih. Apalagi kalo ngeliat langsung saat Nico harus menerima pukulan demi pukulan Rezer.

"Gue harus gimana? Gue bener-bener nggak tega." Nayla menangis lagi.

Dizza dan Tiar memeluk Nayla. Mereka bertiga seperti magnet, yang senantiasa mampu merasakan apapun bersama.

"Lo tenang aja, gue sama Dizza bakalan dateng ke kantor polisi untuk menjenguk Nico. Kalo perlu, kita cari pengacara terbaik biar bisa bebasin dia." Kata Tiar berjanji.

"Makasih ya, Dizz, Ti. Kalo nggak afa kalian, gue nggak tau harus minta tolong ke siapa. Karena kalo Rezer tau yang sebenernya, gue yakin dia bakalan salah paham lagi. Dia terlalu membenci Nico."

Mereka bertiga berpelukan. Daling berbagi rasa. Memang benar kata orang, tiada siapapun yang mampu menggantikan peran seorang sahabat. Kita bisa bersahabat dengan orangtua, saudara, bahkan suami, tetapi nggak semua hal akan kita bagi dengan mereka. Terutama bila hal-hal itu akan menyakiti mereka. Sementara bersama sahabat, bahkan hal paling buruk pun akan menjadi beban bersama.

★★★

Rezer memegang tangan Nayla yang hendak melaluinya. "Kenapa sejak kepulangan kamu, kamu selalu ngehindarin aku, Nay?" Tanyanya.

Nayla tersenyum, namun nampak jelas bahwa senyum itu hanyalah sebuah kepura-puraan. "Kamu kenapa berpikir gitu?"

"Nay, aku nggak bodoh. Aku bisa ngerasain itu. Tiga hari ini, kamu selalu ngehindar dari aku. Kamu selalu cari alasan untuk nggak di deket aku. Kenapa?"

Nayla diam. Dia hanya menatap Rezer dengan tatapannya yang lagi-lagi kosong.

Rezer pun diam. Mereka berdua saling bertatapan. Entah kenapa, Rezer merasa Nayla seperti hilang "rasa". Rasa untuk bahagia, tersenyum, bahkan mencintai. Semua seakan lenyap. Hanya ada ruang kosong di dalam diri istrinya itu saat ini. Dia seakan bersedih atas sesuatu yang Rezer sendiri nggak ngerti.

Nayla memegang kedua pipi Rezer. Lalu dia berkata, "Ez, aku baik-baik aja."

Rezer menggeleng, "nggak ada yang baik-baik aja. Kamu berubah."

Nayla balas menggeleng cepat. "Aku nggak berubah, nggak. Aku cuma nggak bisa cerita ke kamu kenapa aku kayak gini. Tapi percaya sama aku, ini bukan tentang kita. Jadi apapun itu, itu nggak akan mempengaruhi hubungan kita berdua."

Rezer nggak tau lagi harus ngomong apa. Dia nggak mau memaksa Nayla untuk menceritakan semuanya. Apalagi kondisi Nayla yang terlihat seperti sedang terguncang, dia nggak mau menambah beban itu. Rezer lantas memeluk Nayla, "aku cinta sama kamu."

Nayla sama sekali nggak membalas pelukan itu. Kenapa? Kenapa aku nggak bisa ngerasain lagi getaran aneh setiap Rezer menyentuhku, seperti dulu. Kenapa rasanya hampa.

★★★

Married? OH NO!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang