XVII - Kesempatan Dalam Semangkuk Es Krim

87.8K 11.3K 863
                                    

Fachrizal : Mau bareng nggak ke workshopnya? Tapi gue masih meeting nih

Nadiana baru membaca pesan dari Ijal justru setelah ia sampai di tempat workshop. Karena setelah menelepon Adin tadi, Nadiana sudah tidak mengecek ponselnya lagi dan memasukkannya ke dalam tas. Nadiana jadi merasa tidak enak pada Ijal. Takutnya Ijal sempat menunggunya tadi.

Nadiana : Ijaaal maaf gue baru baca :( gue udah sampe. Daritadi nggak liat hp :(:(

Tak ada balasan dari Ijal sama sekali. Mungkin Ijal juga sedang dalam perjalanan, jadi nggak sempat menyentuh ponselnya.

Ketika masuk ke ruangan tempat diadakannya workshop, Nadiana melihat namanya di meja bundar nomor 3 bersama Adin. Aidil menemukan namanya di meja nomor 4, berseberangan dengan meja Nadiana. Ketika melihat Ijal masuk, Nadiana langsung menatap Ijal agar Ijal melihat balik ke arahnya. Dan ketika Ijal menerima sinyal itu, Nadiana menggerakkan bibirnya, berucap, "Sorry..."

Ijal hanya tersenyum dan mengangguk. Seolah mengisyaratkan bahwa it's not a big deal. Nadiana pun merasa lega. Karena sedari tadi ia merasa tidak enak pada Ijal. Nadiana sendiri nggak tahu sih kenapa harus merasa nggak enak juga. Padahal kan yaa... bukan salah Nadiana juga.

Ijal duduk di meja yang sama dengan Aidil. Mereka pun saling menyapa. Walaupun nggak satu permainan kalau di kantor, setidaknya mereka saling kenal.

Rupanya meja dikelompokkan sesuai dengan warna profil peserta. Nadiana dan Adin masuk ke dalam kelompok warna hijau, yaitu struktural. Sedangkan Ijal dan Aidil sama-sama di kelompok warna biru, yaitu analytical. Workshopnya sendiri berisi penjelasan tentang karakter dan pola pikir tiap kelompok warna. Misal, warna hijau struktural, mereka lebih suka sesuatu yang detail dan mengikuti aturan. Biru, analitis, lebih suka sesuatu yang berdasarkan fakta dan pendapat. Merah, sosial, lebih suka sesuatu yang beramai-ramai dengan banyak orang dan cenderung extrovert. Kuning, lebih suka melihat sesuatu dengan luas dan visioner.

Nadiana memperhatikan Aidil dan Ijal dari tempatnya ketika mereka diberi tugas kelompok untuk membuat rancangan kerja. Mereka sama-sama terlihat akrab. Walaupun nggak akrab-akrab banget sih. Tapi kayak udah luwes berteman aja gitu.

Saat kelompok Ijal dan Aidil mendapat giliran presentasi, Aidil mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan rancangan kerja kelompok mereka.

"Aduh, mata gue kayaknya minusnya nambah deh. Kaga keliatan tulisan kelompok Aidil di papan!" ujar Adin setengah berbisik pada Nadiana sambil matanya menyipit untuk membaca karton besar yang berisi tulisan yang ditempel di papan tulis.

Nadiana tertawa kecil. "Makanya jangan keseringan liat cowok ganteng, minus lo nambah kan!"

"Eh, dimana-mana liat cowok ganteng itu bagus untuk penyegaran mata. Harusnya mata gue jadi sehat! Tapi beneran deh sekarang gue udah susah banget liat jauh. Nih, tulisan yang di bawah titik dua itu gue udah nggak bisa baca. Tapi kalo liat duit masih bisa sih," balas Adin mulai ngeles.

Nadiana cekikikan membayangkannya. Si Adin emang cepat banget kalo urusan duit. "Sama liat laki single ya, Din? Cepet banget."

"Woh! Kalo itu jangan ditanya. Kalo liat Aidil nih, jelas banget di mata gue. Lembaran brewok tipis nan seksinya aja jelas banget di mata gue. Apalagi otot-otot bisep, trisepnya. Uuuh..."

"Hahahhahahaha bangke! Ke WC gih lo, ganti pantyliners!"

"Hahahahaha... duh iya nih. Bochorrr bochooorrr!" ucap Adin lagi menirukan iklan cat.

Red CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang