Chapter 8

78 14 3
                                    

Kurasakan aroma sampoonya semakin mendekat, aroma mint juga tercium masuk kerongga dadaku. Dia semakin mendekat kearahku, jika dia ingin macam macam denganku, aku tak akan bisa berbuat apapun padanya. Tak ada lagi jalan yang bisa kulangkahi untuk menjauh darinya, tubuhku sudah melekat dilemari besar miliknya.

"Apa kau akan terus berdiri disitu? Aku ingin mengambil pakaianku, bisa kau sedikit menyingkir?." ucapnya mengejutkanku, fuck! Sialan! Aku benar benar menyedihkan.

Spontan aku membuka mataku, menelan ludah bertingkah seolah olah tak ada yang salah dari tingkahku. Aku langsung menggeser posisiku kesamping, diapun membuka lemarinya dan meraih kaus putih berlengan pendek.

"Kau ingin melihatku berpakaian disini?." ucapnya sekali lagi membuatku bergidik.

Ya Tuhan! Setiap kali dia mengeluarkan pertanyaan seperti itu, selalu saja jantungku berdegup setengah mati. Saat ini aku benar benar kikuk, benar benar terlihat bodoh didepannya, selalu saja. Beberapa waktu yang lalu aku terlihat bodoh didepannya, dan saat ini aku benar benar memalukan.

Daripada lebih malu lebih baik aki segera pergi dari sini. Tanpa basa basi akupun melenggang pergi dari kamarnya.

"Tunggu dulu." ucapnya menahanku tepat saat aku berada didepan pintu. Tangannya yang masih basah dan dingin membuat bulu kudukku berdiri saat dia menyentuhnya.

"Apa kau tak tertarik denganku?." ucapnya masih menggenggam pergelangan tanganku.

"Aku tak punya hak untuk menyukaimu." ucapku menatap kedalam mata hijaunya, mencoba mencari apakah ada cinta disana untukku? Tapi nyatanya aku hanya dapat memandang bayangan diriku disana.

"Kupikir kau kemari ingin meminta maaf." serunya menarikku kearah ranjangnya, dia duduk diranjang begitupun denganku. Sebenarnya aku tak ingin duduk disampingnya, hanya saja genggaman tangannya tak lepas dariku. Jadi aku tak punya pilihan lain selain menurutinya.

Ah iya, memang aku ingin meminta maaf padanya. Tapi harus dari mana kumulai? Bagaimana caraku menjelaskan hubunganku dan Joe? Rumit sekali.

"Benar, maafkan aku soal itu." ucapku  mengalihkan pandangan darinya.

"Mengapa kau selalu gugup didepanku?." sialan! Pertanyaan macam apa itu!?.

"Aku tidak gugup, hanya saja.."

"Sshhhh." ucapnya membungkam mulutku dengan jari telunjuknya. Jantungku semakin berdebar kencang akibat perlakuannya. "Kau akan bermalam disini." kali ini dia menyelipkan beberapa helai rambut kesamping telingaku.

Beberapa jam berlalu tapi kami benar benar tak melakukan apapun, dia hanya ingin aku menemaninya tidur. Itu sama saja dia menyiksaku, membiarkanku melihat tubuhnya yang terekspos. Jarang atau bahkan tak pernah aku melihatnya mengenakan kaus seperti pria pada umumnya, sehari hari yang dia gunakan selalu kemeja lengan panjang atau setelan jas. Sekarang didepan mataku dia hanya mengenakan kaus putih itu dan boxer hitam, benar benar menggoda.

"Ceritakan padaku tentang dirimu Olive." pintanya padaku, dia menggeser posisi tubuhnya menjadi menghadapku.

"Aku sudah mengatakan padamu bahwa ceritaku tak terlalu menarik." balasku mencoba menutupi sebagian tubuhku dengan selimut.

"Pertemuan kita sebelumnya tak berjalan lancar, jadi sekarang kumohon jangan mengacaukannya." ucapnya menjalarkan jemarinya kepipiku sembari mengelusnya.

"Aku berasal dari California, namun setahun setelah mom dan dad menikah mereka memutuskan untuk pindah ke Inggris. Saat aku berumur 17 tahun, mom dan dad berpisah. Aku tinggal dengan dad untuk waktu yang cukup lama, kemudian setelah dad meninggal aku memutuskan untuk tinggal bersama mom, disini." jelasku panjang lebar.

"Aku turut berduka soal Elsa, jika saja malam itu aku lebih cepat membantunya mungkin tidak akan seperti ini." balasnya menatapku kelut, seperti ada sedikit ikut kesedihan disana.

"Kau mengenal Elsa?." tanyaku penasaran.

"Ya, dia sudah kurang lebih lima tahun disini. Saat aku memutuskan untuk kuliah di New York, aku sangat sedih sekali meninggalkannya. Kurasa hanya dia yang mengerti diriku dirumah ini, yang lainnya tak pernah mengerti. Setiap bulan jika liburan aku selalu pulang hanya untuk menemuinya, bukan menemui Dad." jelasnya yang membuatku sedikit terkejut. Jadi dia sudah mengenal mom dan malah sudah sangat dekat, lalu mengapa malam itu dia keberatan kumintai pertolongan?.

"Lalu mengapa kau tak ingin membantuku malam itu?." tanyaku lagi.

"Aku sedang kesal dengannya, sudahlah aku tak ingin membahasnya lagi. Ayo tidur." ajaknya menarikku kedalam pelukannya. Kuharap dia tak dapat merasakan getaran jantungku yang sudah berdegup tak beraturan ini.

Aku melepaskan pelukannya, menarik selimut dari tubuhku dan bangkit dari ranjang. Dia menatapku dengan tatapan 'ada apa' tetapi aku tak menghiraukannya. Perlahan aku menanggalkan celemek dan baju yang melekat ditubuhku, dia terbangun dari ranjangnya dan menyenderkan tubuhnya dikepala ranjang.

"Aku sedang tidak mood Olive." ucapnya padaku. Kali ini dia yang terlalu paranoid, padahal aku membuka bajuku karena aku tak biasa tidur dengan pakaian seperti ini. Dia pasti berpikir aku akan melakukan hal ceroboh itu lagi, sudah pasti.

"Aku hanya ingin membuka pakaianku, aku tidak biasa tidur dengan baju seperti ini." balasku kepadanya sedikit menahan tawaku.

"Oh." jawabnya singkat kembali menarik selimut menutupi tubuhnya dan memalingkan tubuhnya dariku. Ingin rasa aku tertawa sekeras mungkin, kurasa seperti inilah perasaan Harry waktu itu. Disaat dia hanya menginginkan untuk bicara malah aku terlalu agresif, sialan.

Selesai dengan membuka semuanya dan tersisa hanya dress tipis yang melapisi kulitku. Ya, aku selalu memakai dress tipis ini untuk lapisan ketika sedang memakai seragam. Akhirnya aku kembali menarik selimut itu dan mulai bergabung dengan Harry. Sumpah demi apapun, suasana ini benar benar sangat canggung. Untuk apa dia memintaku menemaninya tidur kalau dia sama sekali tidak menyentuhku. Beberapa detik kemudian dia seakan bisa membaca pikiranku, dia merangkulku yang tidur membelakanginya. Memelukku di perut dan menempelkan dagunya dipundakku. Oh Tuhan, seandainya dia terus seperti ini padaku. Seandainya aku benar benar menjadi pendampingnya, kurasa hidupku akan benar benar berwarna.

"Olive." ucapnya setelah satu jam lebih kami mempertahankan posisi ini, ditambah lagi dengan suara seraknya yang dan deruh napasnya yang bisa kurasakan ditelinga dan leherku.

"Hmmm." aku hanya bergumam menjawab panggilannya. Ada apa lagi sekarang, kenapa dia belum tidur juga. Apa dia tidak bisa tidur sama sepertiku? Kuharap tidak. Jika benar dia tidak bisa tidur, kujamin malam ini akan jadi malam pertama kali dia benar benar 'tidur' denganku.

"Aku menyukaimu." bisiknya lagi ditelingaku. Aku tak bisa berkutik, akhirnya aku mencoba menatapnya dengan sedikit memutar kepalaku kebelakang.

Dia sadar atau tidak yang pasti aku tidak tahu, matanya tertutup tapi dia terus berbicara seperti itu. Berulang kali dia memanggil namaku dan juga menyebutkan kalau dia menyukaiku, ya Tuhan aku tak bisa bernafas. Saat hendak kulepaskan pelukannya dia malah makin memeluk tubuhku erat, bahkan sulit rasanya untuk bergerak. Kujamin, esok pagi akan menjadi hari tercanggung sedunia saat aku bangun mendapati Harry berada disampingku. Begitupun dengannya nanti, lihat saja.





Don't forget to vote and comments guys.

CONTROL //H.S FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang