Dia masih menopang tubuh Elsa yang sudah lemas tak berdaya, membawanya masuk kedalam kamar yang tak pernah kumasuki sebelumnya. Tahukah dia bahwa kamar Elsa bukan disini? Bagaimana jika Mr.styles mengetahui ini, bisa bisa dia marah besar jika kami tidur dikamar tamu.
"Eh.. Ini bukan kamarnya, kau bisa langsung membawanya ke.." kalimatku terputus dengan tatapan tajamnya kearahku.
"Kau sudah memerintahkanku dua kali." ucapnya ketus lalu menidurkan Elsa diranjang berukuran king size.
"Kumohon, bantu aku sekali lagi. Aku khawatir dengannya, dan bila Mr. Styles mengetahui ini, aku dan ibuku akan dihukum." balasku kembali mencoba melingkarkan tangan Elsa keleherku, namun aku tetap gagal. Dia terlalu berat untuk kupikul sendiri.
"Tak akan ada yang memarahimu, aku menjaminnya." ucapnya merapihkan jasnya dan beranjak menuju pintu luar.
Dengan sigap aku mencoba membangunkan dengan mengguncang tubuhnya pelan, namun dia belum juga membuka matanya. Ya Tuhan, kumohon sadarkanlah dia. Aku tidak ingin dia seperti ini, aku baru beberapa bulan tinggal bersamanya.
Memastikan kepanikanku, kurambatkan tanganku menuju pergelangan tangannya. Namun betapa terkejutnya aku saat tak lagi kurasakan denyut nadi disana.
"Mom!!" teriakku mengguncangkan tubuhnya sedikit kuat. "Mom, jangan tinggalkan aku! Mom bangunlah! Kumohon!." aku meronta ronta masih bersihkeras untuk mencoba membangunkannya.
"Apa yang terjadi?" seru pria yang tadi membantuku masuk dengan terburu buru. Tanpa ijinku dia meraih tangan Elsa dan menekannya sebentar dibagian nadinya, wajahnya menatapku prihatin. Ya Tuhan, aku belum siap dengan semua ini!. Rontaku tak henti henti dari dalam hati, ini semua tidak adil. Semuanya akan hancur jika dia meninggalkanku disini, bisa bisa Mr. Styles mengusirku keluar dari sini. Karena setiap harinya aku jarang mengerjakan tugasku, semuanya Elsa yang mengerjakannya.
"Aku turut berduka, kita harus segera memakamkannya. Tenanglah, kau akan baik saja." ucapnya memandangku penuh arti.
***
Sudah tiga hari mom meninggalkanku sendiri, semuanya berantakan tak tentu arah. Sempat berpikir untuk keluar dari rumah ini, namun apa yang akan kulakukan? Mau dimana aku tinggal?. Beberapa hari ini Jannet, kepala asisten rumah tangga disini sering memarahiku. Katanya aku malas bekerja dan tidak sigap dalam melakukan tugasku, tidakkah dia mengerti aku baru saja kehilangan sosok yang sangat kusayangi, semuanya seperti tidak memiliki hati lagi.
Sore ini kudengar mereka akan mengadakan pesta besar besaran menyambut kepulangan 'putra mahkota' ya, Harry Styles. Anak dari Jammie Styles orang terkaya di Inggris. Entah kenapa, perasaan yang tadinya menggebu gebu untuk menjadi pendampingnya, kini sirna menghilang begitu saja. Yang kupikirkan saat ini hanyalah hidupku yang sudah hampir diambang akhir. Bahkan aku tidak tahu sampai mana aku bisa bertahan, menyedihkan.
"Olivia." panggil seseorang dari luar sembari mengetuk pintu kamarku. Aku bangkit dari ranjang dan merapihkan rambutku, juga membasuh air mata yang sudah menggenangi pipiku.
"Cepat ganti bajumu dengan seragam yang biasa kita kenakan, pesta akan segera dimulai." seru Jannet berdecak pinggang dihadapanku.
"Aku sedang tidak"
"Aku tak ingin mendengar alasanmu, ganti bajumu sekarang juga!" serunya memotong ucapanku dan secepat kilat menghilang dari pandanganku, hentakan sepatunya terdengar sedikit kuat.
Huh,mau tak mau aku harus menurutinya, memangnya apa lagi yang bisa kulakukan? Membantahnya lalu dia mengajukan surat pemecatan kepada Mr. Styles kemudian aku akan menjadi gelandangan? Tidak akan kubiarkan itu terjadi. Biarlah untuk saat ini aku menuruti katanya, lagipula aku tidak memiliki pilihan lain.
Selesai dengan seragam yang biasa kugunakan saat ada pesta besar seperti ini, aku beranjak keluar dari kamarku dan kembali membenahi diriku didepan cermin. Rok biku putih polos dan kemeja putih polos ditimbal dengan celemek berwarna hitam, tak terlalu buruk.
Hentakkan sepatu yang sudah kutandai berjalan menuju kamarku, dia pasti Jannet.
"Bergegas, tamu sudah ramai dan jangan mengacaukan acara ini." kalimatnya ketus diiringi dengan tatapan tajamnya.
Mengapa dia begitu sensitive denganku? Adakah suatu hal yang kulakukan yang telah menyakiti hatinya? Kurasa tidak. Dan lagi apakah aku pernah mengacaukan pesta? Tentu saja tidak juga! Lalu apa masalahnya denganku? Dasar nenek sihir.
Semua pelayan sudah berbaris rapih didepan pintu besar menunggu tuan muda datang, begitu yang Jannet usulkan padaku. Kami para pelayan dilarang memanggil namanya apalagi menatapnya. Jangan menatapnya! Jangan memanggil namanya! Panggil dia tuan muda! Jangan pernah sekalipun kalian beranikan diri untuk mendekatinya! Begitu kalimatnya yang masih terngiang ditelingaku. Namun rasa penasaran menyerbu diriku, seperti apa rupa dari seorang Harry styles? Apakah benar rumor yang beredar bahwa dia adalah idaman semua wanita? Entahlah, kita lihat saja nanti.
"Tuan muda sudah tiba digerbang, ingat apa yang aku katakan tadi. Dan kau Olivia! Jangan mengacau!" ucapnya menuduhkan jari telunjuknya kearahku.
Semua pelayan menundukkan kepalanya, begitupun denganku. Suara derapan dari sepat sudah memasuki rumah, aku menatap sepatu boots hitam mengkilap telah berjalan memasuki rumah. Haruskah aku melihat wajahnya? Haruskah aku menyapanya? Oh tidak Olivia! Jangan mencari gara gara!. Namun jantungku sedikit terkejut ketika kudapati sepatu boots mengkilat itu berhenti tepat didepan kakiku, tanpa kusadari aku mendongakkan kepalaku dan menatapnya dan, Sialan!
Sumpah, sedih liat yang respond nihil begini...
KAMU SEDANG MEMBACA
CONTROL //H.S Fanfiction
Fanfiction"Show me if you really need me! Show me if you loved me Harry!." I yelled at him and let my anger out, i am so upset. "I don't, i'm sorry." he says and try to put a fake smile on his face also try to calming me, i know this will be happen sonner or...