Chapter 5

102 15 11
                                    

Kubuka pintu kamarku dan mendapati Jannet tengah berdiri disana, memandangiku dari atas hingga kebawah. Sialan, mimpiku seakan sirna. Si upik abu yang mengharapkan sang pangeran menjemputnya, cih.

"Aku heran padamu." ucapnya melenggang dihadapanku.

"Apa lagi saat ini Jannet? Apa aku ada berbuat sesuatu yang salah?." ucapku malas memandangnya dan memilih mengalihkan pandanganku kearah lain.

Entah salahku atau bukan, aku sangat yakin bahwa akulah yang akan tetap bersalah dimatanya. Jadi lebih baik aki diam menunggu makian selanjutnya dari dia.

"Apa yang dilihat tuan muda darimu?." ucapnya merangkup daguku kasar.

"Apa maksudmu?." balasku sambil mengernyitkan alis.

Dia menghembuskan napas kepadaku sambil berkata, "Bersihkan tubuhmu, kau diminta tuan muda untuk datang kekamarnya." keluhnya dengan memutar bola matanya diakhir kalimat.

Batinku terlonjak kaget, jantungku hampir saja keluar dari mulutku. Harry memintaku menemuinya dikamarnya? Apa ini nyata?. Aku harus memastikan aku benar benar cantik dan menawan untuk menemuinya, aku tidak ingin ada setitik noda yang menghinggapiku sat aku menemuinya nanti.

Beberapa menit berlalu dan aku sudah siap dengan dandananku, dress bermotif bunga yang kurasa paling bagus dari milikku, dipasangkan dengan heels berwarna nudes senada dengan warna bajuku. Rambutku kuurai bebas dan juga make up yang tak terlalu menor, yap, kurasa aku sudah siap untuk menemuinya.

Melangkahkan kakiku keluar kamar atau lebih tepatnya menemui Jannet. Matanya membelalak besar saat melihatku keluar dari kamar. Apa yang salah? Apa aku terlalu berlebihan dengan ini? Kurasa tidak.

"Kau tak terlalu buruk, sekarang temui tuan muda dikamarnya." ucapnya melanjutkan pekerjaannya didapur.

Dengan rasa gugup yang membuncah, aku memberanikan diri mengetuk pintu kamarnya. Setelah beberapa detik dia juga belum membukakan pintunya untukku, lantas aku tak menyerah untuk mencoba mengetuknya lagi. Diketukan berikutnya pintu itu pun terbuka menampakkan Harry dengan kemeja hitam dan rambutnya yang terurai panjang. Sekali lagi kuperhatikan dia dari atas hingga kebawah, dia membuatku kembali menghayal untuk menjadi pendampingnya.

"Masuklah." ucapnya dengan suara raspynya yang spontan menghamburkan lamunanku.

Sepatah katapun tak dapat kuucapkan saat aku memasuki kamarnya, kamar yang didesain mendominasikan warna putih. Membuat kamarnya tampak sangat mewah, lain dengan kamar yang biasa kutiduri. Ini lebih besar dari yang terduga, bahkan mungkin bisa memuat lebih dari lima puluh orang dalam kamar ini.

"Apa yang kau lihat, masuklah kemari." ucapnya mengisyaratkan dengan tangannya agar aku masuk mendekatinya. Dengan canggung aku berjalan mendekatinya, dan tentunya masih menunduk tidak melihatnya.

"Jadi, ceritakan padaku tentang dirimu." ucapnya duduk di minibar yang ada didalam kamarnya. Tapi aku lagi lagi masih berdiri mematung memberi jarak dengannya, terlalu takut untuk melakukan satu gerakan tanpa perintahnya.

"Ceritaku tak terlalu menarik untuk didengar." balasku singkat. Memang tidak ada sedikitpun yang menarik untuk diceritakan dengannya, apa uang harus kuceritakan? Haruskah kukatakan, aku adalah seorang anak pembantu dan sekarang kedua orangtuaku sudah meninggal, lalu sekarang tekatku adalah merebut hati seorang Harry styles untuk merubah nasibku, seperti itu? Tentu saja tidak. Bisa bisa dia mendepakku keluar dari rumah tanpa terduga duga.

"Kemari, mendekatlah Olivia." ucapnya menarik satu kursi diminibar dan menepuk nepuknya berkali kali, mengisyaratkanku untuk segera mendudukinya.

Kakiku beranjak mendekatinya, jantungku berdegup sedikit kencang ketika tubuhku mulai berjarak kurang dari semeter darinya. Dia masih terus memperhatikanku, sedetik kemudian tersenyum sembari meneguk pelan minuman yang ada dihadapannya.

"Kau takut padaku?." tanyanya menangkup daguku dengan tangannya.

"Eh.. Ti..dak" jawabku terbata bata,sialan. Baru seperti ini saja aku sudah gemetar sulit untuk berbicara, apalagi dia melakukan yang lebih dari ini?

"Lalu mengapa segugup ini?." tanyanya yang lagi lagi membuat napasku tidak teratur.

Oksigen yang ada diruangan ini terasa tidak cukup untuk kuhirup, entah apa sebenarnya yang kurasakan padanya namun rasanya dadaku sangat sesak saat dia menatapku. Matanya sehijau zambrud yang jernih, wajahnya yang menawan benar benar mengalihkan duniaku. Tanpa kusadari tanganku beranjak kebelakang dressku, menarik turun resletingnya. Tujuan awalku dipanggil kemari adalah melayaninya, jadi itulah yang kulakukan saat ini. Aku tidak ingin terlalu banyak basa basi, semuanya akan membuatku semakin gugup. Lebih baik aku cepat melepaskan semua baju ini dan melakukan apa yang harus kulakukan, lalu keluar dari tempat ini, agar aku bisa kembali bernapas lega.

"Hei, apa yang kau lakukan?." tanyanya membuatku spontan menghentikan gerakanku.

"Bukankah ini tujuanmu memanggilku?." ucapku memberanikan diri menatapnya, sementara tanganku masih menahan dress yang kupakai agar tidak terjatuh dari tubuhku.

"Kupikir kau berbeda dari yang lain, ternyata kau sama saja. Keluar dari ruanganku sekarang." ucapnya ketus, nadanya berbeda seratus delapan puluh derajat dari beberapa detik lalu.

Sekarang akulah yang lagi lagi bersalah, mengapa aku bisa langsung mendeskripsikan bahwa dia ingin aku melayaninya. Benar benar memalukan! Bagaimana sekarang? Apa yang harus kulakukan?

Kutarik keatas lagi resleting dan sudah hampir terbuka semua, sekarang aku benar benar terlihat murahan dimatanya. Tanpa pikir panjang aku melangkahkan kakiku untuk segera keluar dari kamarnya.

***

Posisi tidurku sudah berulang kali kuganti, tetapi tetap saja mataku tak bisa terpejam. Lagi lagi otakku memutar kejadian yang baru saja terjadi antara aku dan Harry. Mengapa otakku bisa terpikir melakukan hal murahan semacam itu? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Dia pasti telah lain memandangku. Bagaimana caraku untuk kembali membuatnya percaya bahwa aku bukan tipe wanita seperti itu?

Jadi alasan dia memanggilku kekamarnya hanya untum berbagi cerita? Mengulang ucapannya yang berkata bahwa dia berpikir aku berbeda, sebenarnya apa yang dia pikirkan tentangku. Apa dia menyukaiku? Apa dia menaruh rasa padaku? Ayolah Olive! Bangun dari mimpimu! Dia sama sekali tak menyukaimu!. Aku bertengkar dengan batinku, seandainya saja aku tidak melakukan hal menjijikkan itu, mungkin saat ini aku masih berbincang bincang dikamarnya. Membicarakan hal yang penting sampai yang tak penting sekalipun, sayangnya aku mengacaukan semuanya, semuanya.

Bangkit dari ranjangku aku berniat untuk kedapur dan membuat teh, berharap dapat membantuku untuk tertidur. Saat aku keluar dari kamar keadaan ruangan sudah sedikit gelap, karena sebagian lampu sudah dimatikan sejak pukul sepuluh tadi. Sementara sekarang jam menunjukkan pukul dua tengah malam. Tidak biasanya aku tidak bisa tidur sampai selarut ini, lain dari biasanya.

Tiba didapur aku menghidupkan satu lampu untuk menerangi dapur. Malam ini benar benar sedikit aneh bagiku, pikiran paranoidku mulai memenuhi otakku. Seperti ada seseorang yang lewat dibelakangku, tetapi ketika aku menoleh kebelakang tak ada siapapun disana. Cepat cepat menghempaskannya, tidak mungkin ada setan. Selesai dengan teh ku akupun kembali kedalam kamarku, membuka knop pintu dan benar benar terkejut dengan apa yang kulihat. Teh ku terjatuh kelantai, membuat gelasnya pecah saat menghantam lantai dan juga air panasnya yang mengenai kakiku. Damn.


Don't forget vote and comment.

CONTROL //H.S FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang