Chapter 2 - Hyena?

1.4K 78 1
                                    

"Tenang, aku tak akan menyakitimu. Namamu Patricia Juney kan?" tanya pria bermata coklat keemasan itu sambil tersenyum padaku. Wajahnya, menurutku, hmm biasa saja-itu sebenarnya karena aku tidak tahu parameter ketampanan seorang pria. Tingginya tidak berbeda jauh denganku. Mungkin hanya sejengkal.

Aku memutuskan menurunkan pisauku dan menaruhnya kembali di kantong lengan kiriku. Kupikir pria ini tidak akan menyakitiku. Ia kelihatannya pria baik-baik. Dan, yaa sedikit udik. Tapi dari mana? Sepertinya ia bukan rombongan kami.

"Dari mana kau tahu?" tanyaku curiga membalas pertanyaannya. Pria itu tidak langsung menjawab. Ia malah mendekatiku dengan tatapan tajam. Dan saat aku hendak melangkah mundur satu langkah, pria itu malah menjulurkan tangan kanannya padaku. Ia mengajakku bersalaman tapi matanya tak berkedip menatapku.

"Namaku Charly Arthur Dorse. Kau bisa memanggilku Charly." Mengagetkan, batinku.

Rambut-sedikit-ikal di depan dahinya bergoyang ketika ia bicara. Aku sepertinya salah fokus pada pria itu saat ia memperkenalkan diri. Aku justru memperhatikan hidungnya yang menjulang ke depan dengan bentuk yang dramatis itu. Juga bibirnya yang ah, entahlah. Kenapa aku jadi berpikiran yang macam-macam sih!

Aku menjabat tangannya perlahan. Ada sesuatu yang berbeda dari caranya menatapku. Tapi untuk sementara bukan itu masalahnya. Mengapa ia mengenalku?

"Apa yang sedang kau lakukan di hutan ini?" tanya Charly heran.

"Ak..aku, kau bisa lihat. Aku sedang mencari kayu bakar," jawabku hampir tergagap menatap kayu bakar yang berada di antara lengan dan pinggangku. Rasanya aku tersedak air liurku sendiri. Apa ini yang mereka sebut canggung?

"Kemari biar kubawakan. Sepertinya lumayan berat untukmu," kata Charly dengan senyuman yang sedikit mengejekku. Ia mengambil kayu bakar itu. Dalam beberapa detik saja kayu bakar itu sudah terkokang di samping tubuhnya yang--apa ini yang disebut seksi?. Ya Tuhan hentikan kekonyolan ini!

Kami kemudian berbincang-bincang cukup lama di tempat itu, tentang mengapa Charly ada di hutan juga. Ia bilang rumahnya tidak jauh dari tempat kami berada. Tapi saat aku memintanya mengajakku ke sana, pria itu malah menolak dengan halus dengan alasan yang tidak kumengerti. Dan, baru kusadari setelah sekian menit bahwa, "Aku tersesat di sini. Bisakah kau mengantarku pada teman-temanku di pantai?"

Ia mengangguk, masih tak berkedip. "Mungkin aku bisa membawamu kembali." Charly kemudian menuntunku menembus semak dan akar-akar yang menjalar menyerupai tali dari pucuk dahan terendah pepohonan di sana. Cahaya di dalam hutan sangat sedikit yang berhasil sampai ke permukaan tanah. Yang ada hanya keremangan dan bau basah dari rumput-rumput yang kami injak.
Charly terus melangkah, dan aku terus mengikutinya. Setelah beberapa lama kami berjalan-karena kurasa lututku hampir copot-cahaya terang dapat kulihat dari celah-celah pohon. Debur ombak juga mulai terdengar. Itu pasti pantainya. Kami akhirnya keluar dari hutan.

"Terima kasih, eehm..Charly. Kau sudah mengantarku."

Aku memberi kode untuk Charly mengoper lagi kayu bakarnya padaku. Ia memberikannya. Ehm.. Terdengar canggung ya, "Apa kau tidak ingin mampir untuk menyapa beberapa temanku?" tanyaku saat melihat gelagatnya yang ingin segera kembali ke hutan.

Pria itu menarik ujung bibirnya dan menggeleng pelan padaku. Sial, Gagal!

"Ohh, baiklah. Kalau begitu aku duluan ya. Sesekali kau harus mampir dan bergabung dengan kami Charly. Sepertinya kau cukup oke untuk bisa datang ke sana!" Aku sedikit mengejeknya. Balasan untuk kayu bakar tadi! Haha. Aku berlari meninggalkannya sambil melambai kecil ke arahnya. Ia balas melambai dan tersenyum manis. Apa? MANIS??

Di luar tenda terlihat sepi dari anak-anak Gerald. Di laut juga hanya beberapa yang bermain dengan papan selancarnya.

"Mereka ke mana? Pasti ada yang tidak beres! Perasaanku tidak enak."

Kupercepat langkah menuju tenda biru-kuning milikku dan Maureen.

"Maureen, aku kembali," ucapku ragu bertanya dalam hati apa Maureen ada di dalam.

Aku mencoba melongok ke dalam tenda merasa tidak ada jawaban dari Maureen. Aku terkejut karena ternyata di sana ada Jerry, Whitney, dan Stefan yang terlihat harap-harap-cemas menantikanku. "Apa yang kalian semua lakukan di tendaku? Diskusi, atau membicarakanku?"

Jerry dan Whitney bergegas keluar dan mendekatiku. Mereka melihatku dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Ada apa, sih?" tanyaku kesal mengetahui penyambutan mereka terasa begitu aneh.

Jerry melempar kayu bakar yang kubawa ke tanah. Aku menatapnya dengan tatapan WhatTheH*ll?!

Jerry memegang bahuku sementara tiga temanku yang lain masih terpana. Koper-koper di depan mereka juga terlihat melongo. Mereka sepertinya baru akan packing. Tiba-tiba mereka semua memelukku. Tidak terkecuali Maureen yang dibantu Stefan. Tubuhnya paling bergetar di antara mereka semua.

"Ada apa sebenarnya ini?" tanyaku sekali lagi. Aku menatap mereka satu per satu. Aku masih heran dengan sikap mereka. Beragam tanda tanya memutari otakku.

"Juney, kau baik-baik saja?" tanya mereka semua hampir bersamaan. Aku melihat genangan di pelupuk mata Jerry. Sepertinya ia cemas.

"Walau sebelumnya aku sempat tersesat, tapi aku baik-baik saja sekarang. Seperti yang bisa kalian lihat, aku tidak terluka kan?" Aku lalu tersenyum lebar menampakkan gigi-gigiku. Terasa getir karena di antara mereka tidak ada yang ikut tersenyum. Atau paling tidak menampakkan ekspresinya.

Mereka kemudian mengurai pelukannya dariku.

Stefan menghela napas berat, "Seekor heyna menyeret tubuh Margarett ke atas pohon tak lama setelah ia meletakkan kayu bakarnya dan memutuskan mencarimu. Ia tewas, Jun..."

Aku tersentak. Tubuhku bergetar dan mendadak kehilangan daya untuk menopang. Aku jatuh bersimpuh di hadapan mereka. Tanganku gemetar membayangkan Margarett yang menjerit-jerit saat peristiwa nahas itu menimpanya. Penjelasan Stefan bagaikan petir yang menyambar jantungku. Kepalaku tiba-tiba saja berputar dan rasanya seperti mau pecah. Lalu semua berubah jadi gelap dan aku tidak bisa merasakan tubuhku.

(bersambung...)

The Protecting Blood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang