Aku yakin air yang mengalir di pipiku ini bukanlah air mata kesedihan, melainkan sebuah perasaan yang sarat akan kekecewaan dan penyesalan. Entah bagaimana hatiku memilih menyesal, padahal seingatku tidak ada yang perlu disesali. Tapi ini memang aneh. Aku bahkan tidak ingat pernah berkendara bersama dengan Jerry. Kenapa harus kecelakaan? Atau apakah aku pernah melakukan olahraga ekstrem bersamanya sebelum ini? Tidak, itu juga bukan alasan yang tepat. Yang jelas aku sama sekali tidak mengingatnya. Tidak peduli sekeras apa aku memeras otakku. Jawabannya masih tetap buntu.
Kupilih berdiam diri dalam kamar. Tempat tidur bahkan tampak seperti kubangan lumpur dan aku sang kudanil yang kesepian. Ada sesuatu yang aneh yang melonjak-lonjak dalam hatiku. Meminta penjelasan. Apakah jenis perasaan ini? Apa barusan hatiku baru saja berbisik bahwa perasaan sayang datangnya terlambat? Ya, sangat terlambat jika itu memang benar. Baru saja kusadari perasaan rindu seperti ini mirip dengan perasaan seseorang yang ditinggal pergi sang kekasih. Dan aku baru tahu bahwa ini lebih dari sayangku pada sahabatku. Aku sepertinya menyukainya. Menyukai Jerry. Setelah ia pergi, ribuan bahkan jutaan detik akan selalu terasa penuh dirinya. Hanya kamar ini yang menyisakan sedikit tentangnya. Yang juga jadi alasanku untuk tetap berada di sini meski Mom memaksaku membuka pintunya dua hari ini. Aku tidak mau kenangan tentang Jerry menguar masuk mengacaukan kamarku saat pintu dibuka. Aku akan sakit dan hatiku akan koyak. Tapi nyatanya aku masih punya pikiran yang membuatku terus membayangkan dirinya ada di saat-saat kejatuhanku seperti sekarang. Ia akan memelukku dan berkata semua akan baik-baik saja.
Cukup, aku tidak bisa menghentikan air mataku kalau terus-terusan begini.
Mom kembali mengetuk pintu. Ketukan kesepuluh setelah sembilan kali kuabaikan. “Sayang, buka pintunya. Aku akan membantumu jika kau mau membuka pintunya … Patricia Juney, buka pintunya. Biarkan aku masuk. Kau tidak boleh begini terus. Kau butuh makan, PJ,” kata Mom dari luar pintu.
Persetan dengan makan. Aku tidak peduli dengan lolongan dalam perutku. Yang kuingat, terakhir kali perutku mendapatkan asupan nutrisinya adalah saat hari terakhir aku di rumah sakit sebelum Dokter Ethan mengijinkanku pulang bersama penderitaanku.
Kudengar Mom berbisik tepat ketika wajahnya menempel dengan pintu kayu kamarku. “Kita sama-sama kehilangan dia. Kau tidak boleh menghabiskan kesedihanmu sendirian.” Lalu Mom terisak miris.
Tiba-tiba saja aku sudah melangkah di depan pintu dan memutar kuncinya. Bersamaan dengan terbukanya lempeng kayu di hadapanku, Mom menghambur menyongsong tubuhku. Ia memelukku sangat erat dibarengi sebuah isakan yang sarat keprihatinan.
“Aku takkan membiarkanmu begini terus, Sayang. Kau perlu tahu—“ Mom menatap di depan mataku seraya mengguncang pundakku, “Aku juga tidak mau kehilanganmu, PJ …”
Pasti karena mata sembab ini. Pasti karena lingkaran hitam di sekitar mataku juga. “Jerry takkan kembali lagi, Mom …” kataku sangat berat guna menyadarkan Mom.
“Aku tahu, Sayang.” Mom menghapus air mataku. “Sangat berat kehilangan orang yang kau cintai. Bahkan dia yang sudah hadir di hidupmu cukup lama. Dan aku pernah mengalaminya, PJ. Yakinlah aku juga mengerti perasaanmu. Tapi kau harus kuat. Tidak boleh sampai berlarut-larut begini.”
“Aku kehilangan mereka berdua, Mom.”
“Tidak, kau tidak kehilangan mereka, PJ. Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Seseorang bisa mendahuluimu kapan saja. Dan kau hanya perlu terus berjalan.”
Mom mengecup keningku setelah pencerahan itu usai. Hanya ada beberapa awan kelabu yang tersisa di otakku setelah itu.
***
Benar, setelah aku resmi pulih dari keadaanku pascakoma, Mom memilih berhenti dari pekerjaannya. Itu sepenuhnya karena aku memohon padanya. Aku membutuhkan Mom. Untuk situasi terberatku dan untuk momen-momen seorang anak dengan ibunya. Aku menginginkan itu. Pekerjaan Mom banyak menyita waktu kekeluargaan di antara kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Protecting Blood
Fantasy"Darah yang Melindungi" [[DONE]] "Seekor hyena menyeret tubuh Margarett ke atas pohon tak lama setelah ia meletakkan kayu bakarnya dan memutuskan mencarimu. Ia tewas, Jun..." *** Terjebak dalam situasi tak terduga di mana teman-temannya tewas oleh s...