Selamat Membaca! :D
***
Aku menyikut dan menyentakkan kakiku ke belakang. Tapi ia berhasil menangkisnya dengan mudah.
"Sssstt... sst... ini aku Charly, Patricia..."
Suara itu berbisik di belakang telingaku. Memang agak terdengar seperti suara Charly. Hanya saja suaranya seperti tertutup masker. Tapi siapa tahu? Ia bahkan ada di belakangku, membungkamku dengan tangannya yang bersarung. Siapa yang tahu apakah ia benar-benar Charly atau bukan?
"Jangan berteriak, oke?" tanya suara itu yang masih siaga di belakangku.
Kali ini aku tidak mengeluarkan seranganku yang sejak tadi terbuang sia-sia. Percuma. Ia sangat ahli dalam menghindar. Dan ia tidak terdengar akan membunuhku kan?
Aku mengangguk waspada. Jika ia memberitahu siapa dirinya, mungkin aku bisa tahu di mana titik lemahnya. Dan aku akan kabur dengan mudah. Kuharap.
Ia memutar tubuhku dengan cepat. Yang pertama kulihat adalah mata coklatnya. Sepasang mata coklat keemasan di atas selipat kain hitam yang menutupi separuh wajahnya. Ia buru-buru membungkam mulutku lagi sesaat sebelum aku berhasil mengeluarkan suara untuk berteriak: "Tolong, di sini ada perampok!""Sudah kubilang aku Charly, Patricia. Jangan takut."
Ia membuka penutup wajahnya dengan tergesa-gesa. Wajahnya menyiratkan sebentuk kalimat: "Lihat, benar kan aku Charly?"
Aku terpaku. Terpaku pada waktu. Beberapa detik berlalu dan aku hanya menatapnya tidak percaya.
"Aku mohon buang jauh-jauh pikiran burukmu tentangku-" Ia memegang kedua bahuku. Ia sedikit menunduk dan menatap tepat di depan mataku. "Aku tidak akan menyakitimu, Patricia. Aku datang kemari untuk menjelaskan banyak hal padamu."
Aku menyentak tangannya di lenganku. "Kau pikir kau siapa berani menyentuhku?!" Aku beringsut mundur, menjauhinya. "Keluar dari sini, Charly!"
"Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu lagi seperti hari itu, Patricia. Aku harus menjelaskannya padamu sebelum terlambat." Charly mendekatiku yang semakin terpojok di dinding dekat balkon. Ia kembali meraih tanganku. Kali ini yang digenggamnya adalah pergelangan tanganku. Dan satu tangannya lagi mengunciku di dinding. Kami hanya berjarak sepuluh senti. Itu cukup membuatku kesulitan bernapas.
"Ayahku sedang mencarimu. Dia akan mengakhiri hidupmu jika kau sampai jatuh ke tangannya.""K-kau hanya mengarangnya-"
"Aku mendapat sekilas penglihatan. Aku sempat membuka telepatiku dengan ayah. Aku tidak main-main, Patricia. Dia benar-benar sedang memburumu. Dan aku tentunya."
"Aku tidak-"
Kalimatku kembali menggantung. Hanya tergantung di ujung lidahku."Percaya?" sambung Charly.
Aku hanya menatap bibirnya. Kemudian matanya. Kemudian bibirnya lagi.
"Kita harus pergi ke tempat yang jauh. Aku hanya ingin menyelamatkanmu, Patricia..."
Aku menggeleng. Charly mengerutkan dahinya.
"Lepaskan aku," kataku pelan tanpa melihat matanya yang sejak tadi berganti-ganti warna.
Charly melepaskan genggamannya. Dan aku memutuskan berteriak lagi. Tapi Charly berhasil menutup mulutku. Ia selalu membungkamku dari belakang tubuhku. Seolah ia sedang memelukku dari belakang.
"Aku sudah mengatakannya berkali-kali. Aku takkan menyakitimu, Patricia. Aku hanya ingin menyelamatkanmu. Aku tahu ini semua terdengar tidak masuk akal bagimu. Semua. Semua yang kusampaikan padamu seolah sebuah petir yang menyambar dirimu. Tapi ini nyata. Kau dalam bahaya. Jangan berteriak, karena itu akan menghabiskan waktuku untuk menjelaskannya padamu."
Aku menggeliat mencoba lepas darinya.
"Dan jangan melawan. Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Kau harus mendengarnya."
Aku menggeleng.
"Ayahku ingin membatalkan perjanjian itu. Dan satu-satunya cara adalah melalui dirimu. Dia akan membawamu ke Pulau Nieffe dan memaksamu menyerahkan diri untuk ritual yang ia anggap bisa menghentikan perjanjian darah. Ia akan membaringkanmu di atas dolmen, seperti saat ayahmu melakukan perjanjian darah itu lima belas tahun lalu. Dan di bawah sinar bulan purnama kedua, kau akan membeku. Tapi tidak dengan hati dan matamu. Selamanya setelah perjanjian itu kau hanya akan jadi patung hidup di sana."
Charly melepaskan tangannya di depan mulutku. Mungkin ia menyadari ada pengurangan ketegangan dari sikapku. Seolah ia tahu bahwa aku sudah tidak akan melawannya. Memang benar. Tiba-tiba saja kebutuhan untuk mendengarkan penjelasannya jadi trending topic di otakku.
Charly membiarkanku duduk di tepi tempat tidur untuk menghilangkan syok yang baru saja menderaku.
"Apa maksudmu, singkatnya perjanjian darah adalah sebuah ritual untuk menghidupkan kembali mereka yang mati?"
Charly bersandar di dinding di seberangku. Tangannya menyilang di depan dada. Ia lalu mengangguk membenarkan.
"Dan perjanjian itu diturunkan padaku?"
"Benar, Patricia."
"Lalu?"
"Setiap darahmu yang jatuh ke tanah akan berpengaruh pada mereka yang terikat dengan perjanjian darah itu. Satu tetes darahmu dibayar dengan satu nyawa yang hilang."
"Apa itu juga berlaku pada setiap kelompokmu?" tanyaku lagi.
"Tidak. Hanya mereka yang pernah dibangkitkan yang terpengaruh dengan itu. Aku, ayahku, dan empat pamanku tidak terpengaruh dengan darahmu."
"Dan pembatalan perjanjian darah itu, maksudnya-"
"Untuk mencegah nyawa mereka-yang terikat denganmu-hilang. Labih tepatnya menghentikan kematian mereka kembali. Ayahku menginginkan perjanjian darah dibatalkan. Leluhur kami percaya bahwa ada kemungkinan perjanjian darah bisa digagalkan. Dan mungkin saja mereka yang terikat dalam perjanjian darah itu tidak akan kembali mati ketika perjanjian dibatalkan. Tapi leluhurku tidak pernah melakukan itu. Sejauh ini ayah adalah yang pertama ingin melakukannya. Sekaligus membuktikan apakah kepercayaan itu sungguh-sungguh berhasil untuk kelompok kami. Tapi aku tidak menginginkan itu. Kupikir ini sudah menjadi resikonya sejak awal. Dan aku menolak melakukan pembatalan perjanjian darah itu, karena yang kutahu jika kau tidak bisa menahan kesakitanmu selama proses pembekuan, kau akan mati. Dan begitu pun mereka yang terikat denganmu."
"Darahku... Mereka..." Aku tidak kuasa menahan air mata yang sejak tadi mendorong-dorong kantung mataku. Air mataku menetes dan segera kututup wajahku dengan telapak tangan.
Charly menahan napasnya beberapa detik. Lalu menghembuskannya perlahan. "Maafkan kami yang melibatkanmu, Patricia..."
"Beginikah balasan kalian untuk Dad yang sudah mengorbankan nyawanya demi kelompok kalian?" tanyaku dengan air mata yang hampir banjir di setiap senti kulit pipiku.
"Sekali lagi maafkan kami, Patricia."
"Apa ribuan kata maaf bisa menggantikan kepergian teman-temanku?"
Charly tertunduk tidak menatapku.
"Jadi bukannya berterima kasih pada Dad, kalian justru menyakitiku? Aku yakin Dad juga kecewa dengan kalian!" Kali ini suaraku meninggi. Kata 'Dad' membuatku sangat emosional dalam konteks ini.
"Biarkan aku membawamu pergi, Patricia. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan padamu. Aku akan membawamu pergi dari sini. Ke tempat yang jauh. Untuk menghindarkanmu dari mereka. Agar mereka tidak bisa menemukanmu."
"Begitu? Kau pikir dengan begitu semua akan selesai? Mereka bisa mengancamku, seperti saat peristiwa Whitney. Tidak ada yang akan aman selama aku tidak di tangan mereka, Charly!"
Charly berjalan mendekatiku. "Percayalah padaku..."
***bersambung***
Jangan lupa vote \\(^_^) dan (^_^)// comment yaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Protecting Blood
Fantasia"Darah yang Melindungi" [[DONE]] "Seekor hyena menyeret tubuh Margarett ke atas pohon tak lama setelah ia meletakkan kayu bakarnya dan memutuskan mencarimu. Ia tewas, Jun..." *** Terjebak dalam situasi tak terduga di mana teman-temannya tewas oleh s...