Chapter 11 "Pelaku"

133 7 0
                                    

Minggu demi minggu berlalu dan Valerie masih memaksakan dirinya untuk tidak memburu manusia, meskipun itu artinya ia juga tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama Reigan. Dalam kondisi sehaus itu, aroma Reigan terasa lebih mengundang lagi baginya dan ia tidak ingin mengambil resiko. Pernah satu kali ia mencoba memburu seekor rusa, tapi rasanya jauh berbeda.

Altair yang tidak tega melihat adiknya lemah seringkali meminta Valerie untuk menyerah. Gadis itu sering keras kepala, tapi saat ia sudah tidak tahan dengan dahaganya, kadang ia bersedia 'menghabiskan' buruan Altair yang memang sengaja Altair sisakan untuknya.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, Altair?" tanya Valerie setelah berhadapan dengan kakaknya.

Altair yang semula berdiri dan menatap kosong pemandangan di balik jendela besar menoleh dan menatap adiknya serius.

"Aku baru saja mendengar kabar dari klan barat. Salah satu dari mereka, Irina...well, jatuh cinta pada manusia..."

Mata Valerie berkilat oleh antisipasi. "Dan?"

"Irina mengubah manusia itu menjadi seperti kita...dan...berhasil." Ekspresi Altair mengeras saat mengatakannya, tampak jelas-jelas kurang senang dengan berita itu.

"Jadi, apa masalahnya?"

"Ini tidak seperti yang Irina bayangkan." Altair menatap adiknya hati-hati. "Vampir baru itu begitu kuat dan hanya mengandalkan instingnya. Dia terlalu puas dengan perubahannya, sehingga ia tidak menginginkan Irina lagi. Dia melakukan perburuan besar-besaran dan mulai menarik perhatian manusia. Irina tidak ingin menunggu keluarga Dragomir datang dan membantai mereka berdua, jadi ia memutuskan untuk menghabisinya sendiri."

Valerie tersentak. "Kenapa kau mengatakan ini padaku? Aku sudah bilang aku tidak berencana mengubah Reigan."

"Aku ingin kau tetap mempertimbangkan hal-hal yang mungkin terjadi seandainya suatu saat kau berubah pikiran."

"Tidak. Aku tidak akan pernah mengubahnya." Valerie menggeleng keras kepala.

"Aku mengerti. Tapi kau tetap harus mengetahui kemungkinan terburuk dari setiap pilihan-pilihanmu. Jika kau menghadapi hal yang sama, aku tidak yakin kau berani setegas Irina."

Valerie memandang marah pada Altair. "Terlepas dari situasi yang sebenarnya, aku tahu Reigan tidak sama dengan manusia itu."

"Kita tidak tahu pasti." sergah Altair. "Pada dasarnya manusia itu serakah. Tidak menutup kemungkinan pujaan hatimu juga."

"Kau tidak mengenalnya, Altair!"

"Aku tidak bilang dia begitu, tapi aku hidup lebih lama darimu dan itu cukup untuk membuatku mengenali beragam sifat manusia." balas Altair, masih menjaga suaranya agar tetap tenang.

Valerie memejamkan matanya, kemudian menghela napas panjang...lelah. "Lalu apa maumu? Kalau untuk membunuhnya, maka jawabanku masih sama."

"Tentu saja tidak." Altair tersenyum tipis. "Aku hanya ingin memastikan kau memegang kendali penuh atas situasi ini. Jangan terlalu terbawa suasana...atau biarkan aku yang bertindak."

Valerie mencibir. "Terima kasih." ujarnya ketus, kemudian meninggalkan kakaknya.

***

Sore itu udara yang berhembus di Granville lebih dingin dari biasanya. Mungkin musim dingin ingin menyapa tanggal 31 Oktober itu lebih awal. Tapi Reigan tidak mempermasalahkan hal itu. Ia menyalakan penghangat di mobilnya sambil menuju ke bar tempatnya bekerja.

Penampilan Reigan tampak berbeda kali ini. Ia tidak lagi mengenakan jeans dan T-shirt santai seperti biasanya, melainkan mengenakan tuksedo hitam beserta jubah, lengkap dengan darah palsu yang sengaja ia percikkan ke kemeja putihnya. Ia tersenyum sendiri membayangkan bagaimana reaksi Valerie jika melihatnya nanti. Jika ia tidak bisa menjadi seperti Valerie di dunia nyata, paling tidak ia bisa menjadi sepertinya di pesta Halloween malam ini.

The Darkest FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang