Chapter 5 "Bar"

308 11 0
                                    


Reigan terbangun saat matahari mulai meninggi. Tubuhnya terasa kaku. Rutinitas barunya di Granville membuatnya kurang olahraga. Mungkin lain kali ia perlu bangun lebih awal-- jika ia sedang tidak bekerja yang mengharuskannya pulang pukul empat pagi.

Reigan tidak tahu sampai kapan ia akan bersembunyi. Keluarganya-- terutama Andrea, adiknya, terus menerus menelepon dan memintanya kembali, tapi Reigan merasa belum saatnya. Delapan bulan yang telah ia lalui di sana belum terlalu meninggalkan bekas. Seolah masih ada hal lain yang menunggunya di kota itu, sebuah rahasia yang menunggu ia pecahkan. Tapi ia sendiri tidak yakin.

Ingatannya seketika beralih pada gadis yang ditemuinya senja lalu. Valerie Vorigan. Siapakah gadis itu sebenarnya? Ia memiliki nama dan penampilan yang indah-- namun sangat tidak umum.

Valerie Vorigan... Reigan mengulang dalam pikirannya. Bagi Reigan, nama itu sama sekali tidak terdengar modern. Ia mungkin akan menemukan nama-nama seperti itu di novel-novel klasik yang sering dibaca Andrea. Well, gadis itu memang semisterius namanya.

Reigan tidak bisa memastikan kenapa, tapi ia merasa nyaman berada di dekat gadis itu. Ia yakin perasaan itu tidak ada hubungannya dengan rasa frustasinya terhadap kebosanan. Di bar ia telah menemui begitu banyak gadis-- tak jarang mereka mengungkapkan ketertarikan padanya, tapi respons dirinya kali ini berbeda. Valerie tidak sama seperti mereka. Ia sangat yakin itu. Tapi siapa pun gadis itu, dari mana pun ia berasal, ia telah memasuki kehidupan Reigan.

Reigan bangkit dan berjalan gontai ke kamar mandi. Air dingin pasti bisa menyegarkan tubuh dan pikirannya. Ia bersungguh-sungguh saat mengatakan ingin bertemu dengan Valerie lagi. Kemisteriusan gadis itu mungkin bisa membuat hidupnya di Granville lebih berwarna. Meskipun tidak benar-benar tahu apa yang ia cari, Reigan merasa bahwa Valerie memang ditakdirkan untuk mengubah hidupnya. Entah perubahan seperti apa yang ia inginkan, ia hanya berharap bisa merasakan sesuatu yang lain.

Reigan tidak ingin buru-buru menyimpulkan bahwa ia jatuh cinta pada gadis itu. Paling tidak belum. Ia tahu betapa mudahnya bagi siapa saja untuk jatuh cinta pada Valerie. Tidak hanya dilihat dari segi penampilan, tapi kepribadiannya pun menarik bagi Reigan. Ia tidak jatuh cinta, tapi ia cukup yakin bahwa ia menyukai gadis itu.

Pertemuan mereka kemarin tidak memberi Reigan terlalu banyak petunjuk tentang Valerie. Andai saja waktu bisa diulang dan ia memiliki lebih banyak waktu besama gadis itu, mungkin ia bisa tahu lebih banyak. Bagaimana pun, kata-kata Valerie bahwa ia pun ingin bertemu dengan Reigan lagi sedikit menghiburnya, meskipun faktanya ia tidak tahu bagaimana caranya. Kemarin Valerie berhasil menemukannya. Reigan berharap ada kemungkinan lain bahwa gadis itu akan menemukannya lagi. Jika tidak, mungkin Reigan yang akan mencarinya.

Deringan ponselnya mengembalikan kesadaran Reigan. Ia cepat-cepat menyelesaikan mandinya dan kembali ke kamar.

"Halo-- oh ternyata kau, Fred," kata Reigan, menjawab teleponnya. "Benarkah? Baiklah, aku akan segera ke sana. Terima kasih banyak."

Reigan mengakhiri pembicaraannya dan mendesah lega. Akhirnya Black Audi A5 miliknya bisa diambil dari bengkel. Ia bergegas berpakaian dan segera meninggalkan flatnya.

—–

Senja adalah semacam perpisahan yang mengesankan. Cahaya emas berkilatan pada kaca jendela gedung-gedung bertingkat. Awan-awan tipis menyisih, bagai disapu tangan-tangan tak kasat mata. Cahaya kuning matahari melesat-lesat. Membias pada gerak jalanan yang mendadak berubah bagai tarian. Membias pada papan-papan reklame. Membias pada percik gerimis dari air mancur. Langit senja bermain di kaca-kaca mobil dan kaca etalase toko. Lampu-lampu jalanan mulai menyala.

The Darkest FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang