Jesslyn's POV
Aku mencoba untuk berjalan ke minimart dengan bantuan Justin, dia sangat baik. Sekarang aku sangat memercayainya, tidak mungkin orang yang mentraktirku McDonalds di Sélestat akan menculikku. Ia menyuruhku untuk mengambil makanan dan minuman sebanyak-banyaknya di toko ini.
"Jangan lupa perhatikan kalung dan sekitarmu." Justin mendorong trolinya,
Ketika kami menuju kasir, seseorang yang berpakaian seperti anggota geng masuk. Mukanya seperti penuh dengan amarah, hanya aku saja yang memerhatikannya, Justin sibuk memindahkan barang dari troli, wanita di kasir sedang sibuk men-scan semuanya. Tak lama kemudian, Justin tak sengaja menjatuhkan roti.
"Jesslyn, ambilkan." Justin kini memindahkan botol-botol susu,
Aku berlutut untuk mengambil roti di lantai, tanpa sengaja aku melihat kalungku yang sedang berkelip. Mengetahui sesuatu pasti tak beres, aku mengangkat kepalaku untuk melihat lelaki mengerikan itu. Dia mengarahkan pistolnya kepadaku. Aku menghindar dengan cepat dan akhirnya peluru mengenai kaki Justin. Ia terjatuh. Lelaki itu mengarahkan pistolnya kepadaku lagi, untung saja Justin masih bisa berdiri kemudian mencoba untuk mengambil pistol lelaki itu, tapi ia malah membuat penjahat itu menembak ke segala arah. Hingga akhirnya menembak wanita di kasir. Justin memukul wajah laki-laki itu dengan keras sampai ia bisa merebut pistolnya dan menembaknya.
Dengan masih terengah, ia duduk di lantai, menatapku, "Kau tidak apa-apa? Hal bagus untuk menghindar." ia mengerang,
"Kau membunuhnya." aku menatapnya, tidak percaya,
"Ya, aku memang harus membunuhnya."
"Bukan, wanita itu!" aku mendekati kasir dan melihatnya tergeletak tidak bernyawa, "Kau membunuhnya!"
Justin mencoba berdiri dan melihatku di balik meja kasir, "Aku tak bermaksud... "
"Kau mengarahkan pistol penjahat itu kepadanya!"
"Penjahat itu yang memberontak, ia mengarahkan pistolnya pada wanita itu!"
Aku menangis karna tak tega melihatnya. Ia tak memiliki salah sama sekali. Ia tak terlibat apapun. Aku masih bisa mengingatnya tersenyum hangat padaku ketika pertama kali aku memasuki toko ini, mengingatkanku pada ibu. Oleh karna itu aku sangat tak tega. Aku terdiam di depannya, sedangkan Justin, aku tak tahu ia sedang apa.
Ia mencoba berjalan kearahku, "Ayo pergi!"
"Kita tak boleh meninggalkan dia disini!"
"Panggil saja ambulan!" ia menarik tanganku hingga wajahnya hanya beberapa senti dari wajahku, "Kau dalam masalah yang besar sekarang."
Justin menarikku keluar, kami memasuki mobilnya yang baru kuketahui adalah Porsche. Ia berada di seat belakang, mengobati sendiri lukanya, sedangkan aku di seat depan. Entah kenapa aku sekarang tak menyukainya. Aku merasa ia jahat, namun hanya mencoba baik untuk beberapa saat.
"Jesslyn." aku berbalik dan melihat Justin yang sedang melilitkan perban di kakinya yang tertembak,
"Apa?" aku menatapnya sambil menjilat bibir bawahku,
Ia menatapku, sejenak tidak menjawab, "Kau lihat LCD yang ada disitu? Pilih jalan yang cepat menuju tanda merah yang ada."
Aku menatap kedepan, dengan kesal, "Kau selalu membuat kesalahan seperti itu."
"Kesalahan apa?"
"Membiarkan penjahat menembak seisi ruangan. Sama seperti kejadian dimana aku ditembak."
"Kau masih mengingat kasir itu?"
"Ya! Dan aku benci kau seperti menganggapnya baik-baik saja tadi!"
"Dia tak seharusnya di situ, dia seharusnya menunduk atau berlindung, kenapa kau sangat marah bahkan kau tak mengenalnya!"
"Dia mengingatkanku dengan ibuku!"
"Kau seperti anak kecil! Aku yakin ibumu memperlakukanmu seperti bocah yang takkan pernah dewasa."
Tiba-tiba aku meneteskan air mata, kemudian berbalik menatap Justin, "Ibuku meninggal ketika aku berumur 15 tahun! Dan ia memperilakukanku sangat baik, ia ingin aku dewasa sepertinya!" Justin menatapku tapi tak mengatakan apapun, "Justin, aku baru saja mempercayaimu, dan menyukaimu."
Aku menghentikan autodrive mobil milik Justin dengan menekan tombol STOP yang berada tepat diatas LCD-nya. Aku keluar dari mobilnya kemudian berlari secepat mungkin. Berharap Justin tidak menangkapku. Aku terus menangis. Bahkan ketika Justin memanggilku pun aku tak terlalu mendengarnya karna isak tangisku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Key
FanfictionAku Justin Bieber. Aku seorang mata-mata. Dingin. Selalu bersembunyi. Menyusup ke tempat berbahaya. Melawan orang-orang jahat. Menyelesaikan misi. Tapi dari semua itu, apakah normal aku jatuh cinta? Dengan seorang gadis yang menjadi buronan para pen...