*Park Jimin*
"Dan ini.. Pesanan terakhir yang harus dikirim. Setelahnya kita tidak ada pesanan besar lagi, mungkin hanya delivery beberapa pelanggan. Kau serahkan saja pada Jaehyun." celotehku pada salah satu karyawan, ah tidak, dia juga temanku. Tapi aku adalah pemilik kedai roti ini. Wajar saja aku menyebutnya karyawan. Tapi aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri.
"Jungkook, setelah ini aku akan pergi."
"Seperti biasa, hyung?" Seakan sudah tahu kalau itu memang kebiasaanku. Aku mengangguk kecil. "Baiklah, tapi segeralah kembali hyung. Kurasa akhir pekan ini kedai kita mulai mengalami peningkatan jumlah pengunjung. Aku takut aku akan kerepotan jika sendiri."
"Aku tahu, Jungkook." Sedikit senyumku untuk mengisyaratkan kalau aku menyanggupinya. Walau aku tak yakin.
"Janji?" Dia menjulurkan jari kelingkingnya padaku. Aigoo~ anak ini seperti anak kecil saja.
"Baiklah." Setelahnya aku mengacak poninya dan berpamitan pergi. "Aku pergi dulu."
"Hati-hati hyung."
°°°°°°°
Aku mulai melaju tenang dengan mobilku melewati jalanan kota Seoul. Tenang saja, aku bukan tipikal orang yang suka kebut-kebutan dijalan. Aku lebih suka mengemudi dengan kecepatan yang sedang sambil menikmati pemandangan jalanan kota yang ramai dengan segala aktivitasnya.
Ini sudah masuk waktu makan siang, pantas saja jalanan semakin ramai. Disaat seperti ini banyak pegawai kantor berhamburan ke jalanan mencari sesuatu untuk mengisi perut mereka. Yah.. Menjadi orang dewasa memang harus bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti aku.
Menurut kalian apakah aku akan pergi ke restoran atau warung makan setalah ini? Ah tidak. Sebenarnya aku juga sudah lapar sedari tadi. Tapi ada hal yang lebih penting untuk kudahulukan dari sekedar makan siangku.
Ingin tahu apa?
Aku akan kerumah keluarga Min dan melihat pujaan hatiku tercinta. Ah baru memikirkannya saja sudah membuatku senyum-senyum sendiri. Min Yoongi, namja berambut pirang dan berkulit putih pucat itu selalu memenuhi kepalaku setiap detiknya. Katakanlah aku sudah sangat kecanduan akan dirinya. Sehari saja aku tak melihatnya, rasa rinduku bagai tak melihatnya selama 10 tahun.
Salahkan diriku yang terlalu memikirkan Yoongi sampai aku tak fokus pada jalanan. Seketika kuinjak remku dengan cepat saat aku melihat seorang yeoja sedang menyebrang di depan sana. Hampir saja aku menabraknya.
"Yakk!"
Aku berteriak karena refleks dengan keterkejutanku. Segera aku keluar dari mobil dan berlari menghampirinya.
"Agasshi, gwaenchanayo?"
Dia mencari arah suaraku. Kemudian kudapati sepasang mata yang menatapku dengan tatapan kosong. Tunggu, dia buta?
"Jwesonghamnida. Aku tidak tahu kalau lampu belum mengisyaratkan untuk menyebrang."
"Anhi, gwaenchanayo. Apa agasshi baik-baik saja?"
Dia mengangguk pelan, kupikir dia juga tidak apa-apa. Kasian juga melihat orang buta yang pergi kesana kemari sendirian. Untung aku tadi membawa mobilku dengan pelan, jadi sempat menginjak rem dengan timing yang pas. Tapi apa jadinya kalau yang lewat adalah pengemudi ugal-ugalan yang membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi. Oh sudahlah.. Tak perlu kuperjelas lagi.
"Biar kuantar kau sampai seberang sana, agasshi. Sebagai tanda permintaan maafku." Kuulurkan tanganku untuk menggenggam salah satu tangannya.
Kemudian dia menyambut tanganku dan digenggamnya dengan erat. "Anhimnida. Harusnya aku yang minta maaf pada anda. Aku kurang hati-hati."
Aku tersenyum menanggapinya, walau dia tidak bisa melihat senyumanku yang setampan maut ini. Haha.. Aku bercanda.
"Gamsahamnida. Lain kali aku akan lebih hati-hati."
"Baiklah aku permisi agasshi. Selamat siang."
Dia melambaikan tangannya dan tersenyum kearahku. Sebenarnya dia wanita yang cantik.
"Oh tidak! Aku lupa!"
Sesudahnya aku bener-benar membawa mobilku dengan kecepatan tinggi.
°°°°°°°
Aku tiba di kediaman keluarga Min. Segera aku keluar dari mobil dan berlari menuju pintu utama.
"Aku terlambat!" runtukku kesal. Aku segera berlari menuju dapur tempat Jang ahjumma menyiapkan makanan. Wajah sumringahnya segera menyambutku saat aku memasuki dapur rumah ini yang begitu besar. Jang ahjumma adalah kepala assisten rumah tangga di rumah ini. Dia juga yang setiap hari mengantarkan makanan ke kamar Yoongi.
"Anda sedikit terlambat Park Jimin-ssi." Kemudian dia menyodorkanku sebuah gelas berisi air. Aku masih berusaha menetralkan nafasku kemudian segera meminumnya. Rumah keluarga ini memang terlalu besar untuk ditempati seorang diri. Membuatku lelah berlari dari pintu utama menuju dapur ini yang memang berjarak jauh.
"Ada sedikit masalah tadi. Mianhamnida."
"Segeralah masuk, tuan muda pasti sudah menunggumu sedari tadi. Dia bahkan tak beranjak dari kasurnya."
Aku terdiam menerawang keadaan Yoongi yang berada di lantai dua. Dia pasti kesepian.
"Setelah ini aku akan meyiapkan makan siang, Park Jimin-ssi." kata-kata Jang ahjumma menyadarkanku ke alamku saat ini.
"Arr-"
PRANGG!!!
Seketika aku membulatkan mataku mendengar suara pecahan barang dari lantai dua. Yoongi!!
"Tuan muda?!!" teriak Jang ahjumma. Aku segera berlari menaiki anak tangga yang menurutku sangat banyak itu untuk pergi kekamar Yoongi.
Kudorong pintu dengan kuat dan mendapati dirinya sedang berdiri menatap pecahan gelas yang terjatuh didepannya. Aku segera berlari, mencengkeram bahu kecilnya. Kudapati dia terkejut melihatku.
"Yoongi, kau baik-baik saja?"
Yang kutanyai hanya diam saja dan menatapku tak mengerti. Segera aku merengkuhnya dalam pelukanku. "Aku takut terjadi apa-apa padamu, Yoongi-ya.."
Aku mengelus surai pirangnya perlahan. Aku benar-benar takut. Jika saja aku tak segera berlari kesini, mungkin Yoongi akan menyentuh pecahan gelas itu dan menyebabkannya terluka.
"Mari kita makan dibawah saja."
Aku melepaskan pelukanku dan membimbingnya menuju ruang makan.
°°°°°°°
Sedikit demi sedikit aku menyuapinya dan menceritakan kejadian yang kualami tadi.
"Kau tahu, wanita itu pergi sendirian. Aku tidak habis pikir, apakah tak ada anggota keluarga atau teman yang menemanainya? Kasian juga melihat orang buta pergi sendirian seperti itu."
Kulihat Yoongi hanya menatap lurus kearah ruang TV. Aku mengikuti ekor matanya menatap. Yang kulihat kini adalah bingkai foto keluarga Min. Aku tersenyum.
"Kau rindu mereka, Yoongi-ah?" Yoongi tetap tidak melepaskan pandangannya dari sana.
Aku memegang tangannya. Dia menoleh kearahku kemudian. Aku kembali tersenyum. "Mau pergi kesana?"
°°°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Emptiness ㅡMy ✔
FanfictionHidup Min Yoongi seketika hampa dan kosong bagai gelas tanpa air. Sengaja atau tidak, Yoongi memang melenyapkan semua ingatannya. Tentang piano, kenangan, masa lalu, bahkan Jimin. Ia menghapus semua, agar ia tidak terluka lagi. Dan hanya Min Yoongi...