"Jadi, apa keadaannya bertambah buruk?"
Dokter muda itu menghembuskan nafasnya pelan. Menatap namja didepannya dengan tatapan yang sulit dimengerti.
"Park Jimin-ssi.."
Jimin menunggu dengan cemas apa yang akan dikatakan dokter itu. "Iya dok? Ada apa? Katakan saja."
"Pendarahan otak Min Yoongi sudah semakin serius. Pendarahan tersebut mulai menyerang sarafnya, yang menyebabkan dirinya sering mengalami ketidakseimbangan dalam mengendalikan sistem tubuhnya. Gejala seperti pusing, mual, mengantuk berlebihan, tampak bingung, sampai mimisan dan tidak sadarkan diri akan lebih sering dirasakan dan semakin hari akan menjadi semakin parah."
"Lalu aku harus bagaimana dok?"
"Pengobatan dengan operasi ataupun terapi medis hanya akan memperpanjang masa hidupnya saja. Tidak ada kemungkinan dia sembuh total. Belum lagi rasa sakit selama operasi dan terapi medis itu berlangsung. Sejujurnya dunia kedokteran bahkan belum menemukan solusi yang tepat untuk menyembuhkan kasus pendarahan otak secara total. Jadi itu semua tergantung keputusanmu, Park Jimin-ssi. Tapi menurutku.."
Jimin semakin terpaku melihat dokter muda tampan yang juga menemuinya kemarin di tokonya.
"..biarkan saja dia menikmati waktunya yang tersisa dengan kebahagiaan yang tidak akan pernah dia lupakan."
"Maksud dokter? Bagaimana bisa seperti itu?"
Dokter itu tersenyum, "Min Yoongi hanya memiliki waktu beberapa bulan saja sebelum pendarahan itu menyebar ke seluruh otaknya."
Dan kata-kata itu sukses membuat air mata Jimin jatuh seketika dari kedua pelupuk matanya. Ia bahkan tidak sanggup berkata apapun. Tatapannya nanar memandang dokter dihadapannya itu.
"Bahagiakan dia. Jangan buat dia terluka." Dokter muda itu kembali tersenyum, menguatkan.
"Dokter.. Tidak bisakah kita mencari cara lain? Aku.. Aku tidak bisa membiarkan Yoongi kesakitan seperti itu." Jimin menggenggam tangan dokter itu.
"Ada satu cara membantu dia.."
Kata-kata dokter muda itu membuat Jimin semakin membeku.
°°°°°°°
Mata Yoongi perlahan menemukan kembali cahaya terang setelah cahaya redup menyelimutinya. Membuat matanya beberapa kali mengerjap untuk menyadari sedang dimana dia sekarang.
Semua memang putih, tapi bukan dikamar yang biasa dia tempati, yang hanya ada sebuah meja putih keunguan dan sebuah lukisan abstrak. Tidak, ini memang bukan kamarnya. Ini kamar yang berbau tidak enak, bau yang tidak pernah Yoongi sukai.
Yoongi melirik kearah jendela kaca disamping ranjangnya. Kaki-kaki kecilnya mulai bergerak dan melangkah mendekatinya. Yang Yoongi lihat sekarang adalah Taman rumah sakit dimana orang-orang berjalan-jalan menikmati indahnya pagi musim semi.
Yoongi terus menatap kearah taman itu. Melihat bagaimana orang-orang itu bersama, bercengkerama dengan senyum diwajah mereka. Bagaimanakah rasanya? Apa menyenangkan?
Yoongi ingin melihatnya lebih dekat. Ya.. Yoongi ingin tahu rasanya.
Seakan mendapatkan sugesti pada otaknya, Yoongi mulai melangkahkan kaki-kaki kecilnya, menyusuri lorong rumah sakit. Banyak orang memperhatikannya, tapi Yoongi tidak sedikitpun memperhatikan setiap bisik-bisik dan tatapan aneh itu.
Ia terus mencari dimana letak pintu dan cahaya. Yoongi hanya berpikir bagaimana caranya ia bisa keluar dari ruangan berbau obat yang menyengat itu. Yoongi tidak suka dengan ruangan seperti itu, tidak pernah suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emptiness ㅡMy ✔
FanfictionHidup Min Yoongi seketika hampa dan kosong bagai gelas tanpa air. Sengaja atau tidak, Yoongi memang melenyapkan semua ingatannya. Tentang piano, kenangan, masa lalu, bahkan Jimin. Ia menghapus semua, agar ia tidak terluka lagi. Dan hanya Min Yoongi...