Bagian 2

20 2 1
                                    

/// 3

Bahkan ketika selesai tertegun selama beberapa menit penuh, Butré hanya mampu menyuruh Maktso untuk membalikkan tubuh selagi ia ingin berpakaian. Kenyataan bahwa dirinya bisa semakin dekat pada apa yang ia tuju membuat Butré tak mampu berbicara sepatah kata pun. Ini terlalu, sangat cepat untuk bisa terwujud dan jadi kenyataan. Hari ini datang layaknya mimpi indah di tengah masa-masa sulit. Ia sama-sekali tak menyangka bocah kurus sombong yang jadi kliennya memiliki peta setingkat rahasia surgawi.

Butré sedang membayangkan apa yang Maktso ingin cari, yakni perpustakaan senjata mulia Tuhan Gŭk. Apa yang muncul dalam pikiran Butré adalah sebuah menara yang tingginya hampir menyentuh tempat kediaman para Tuhan. Sebuah bentuk arsitektur yang bisa membuka luka lama Butré. Meski namanya "perpustakaan", Butré lebih memilih memanggil bangunan mitos itu dengan sebutan yang jauh lebih serasi, yakni "museum". Alasannya, lokasi yang Maktso ingin cari tidak sekadar menyimpan buku mengenai senjata, namun juga koleksi lengkap senjata-senjata dari seluruh bagian dunia. Lebih tepatnya, kumpulan senjata-senjata penuh darah yang Tuhan Gŭk pakai untuk melenyapkan musuh-musuh para penyembah setianya kala Dia masih aktif sebagai Tuhan dunia.

Memikirkan sosok Tuhan dengan reputasi mengerikan dan penuh darah sudah lebih dari cukup membuat penyihir abadi Butré bergidik takut. Dia tidak mau mengingat masa lalunya yang ia ingin buang jauh-jauh. Dahulu sekali, sebelum ia jadi abadi seperti sekarang, Butré hampir bertemu dengan sosok para Tuhan di surga. Rupa dan bentuk mereka terlalu jauh di luar akal sehat manusia. Bukan karena buruk atau jelek, namun lebih kepada indra manusia tak sanggup memahami bentuk-bentuk mereka. Sudah jadi fakta umum di dunia, semua manusia yang melihat mereka secara langsung akan gila tanpa terkecuali. Meski mereka sedang tertidur pulas, ke-22 Tuhan pemalas itu tetap saja berbahaya.

Butré kemudian mengguyur air minum dari teko ke tubuhnya yang penuh dengan bercak-bercak noda dan berbau seperti ikan asin. Ia seolah tidak peduli lantai kayu, selimut, atau ranjangnya kena cipratan air. Karena dirinya adalah seorang penyihir maya, sangat mudah baginya untuk menghilangkan aroma busuk yang melekat di tubuh berkat berbulan-bulan tidak pernah mandi. Meski sebenarnya, gelar tingkat "professor" dalam bidang sihir maya yang ia sandang terasa sia-sia kalau hanya ia gunakan untuk menghilangkan bau badan. Butré tersenyum pahit akan hal ini dan menghina dirinya sendiri dalam hati, sebelum akhirnya ia berlagak tak peduli dan terus melanjutkan mandinya yang menentang norma. Ia mengguyur air minum teko untuk menyegarkan dirinya yang lesu, sekaligus minum air secara praktis.

Butré menggosok-gosok setiap bagian tubuhnya agar bekas darah yang telah mengering di tubuh bisa menghilang. Jari-jemari wanita yang kecil dan halus bergesekan dalam irama lambat dengan kulit putih serta licin yang basah oleh air, membuat suara decitan yang mengusik telinga Maktso. Butré mengingatkan Maktso dalam nada kasar setiap kali ia melihat si klien berusaha menolehkan kepala ke belakang. Maktso, seorang pria berumur 21 tahun yang punya hasrat seksual normal, tentu saja penasaran akan adegan mandi aneh Butré yang berkilauan berkat makin teriknya sinar mentari yang masuk ke kamar. Butré mengutuk Maktso yang telah menghancurkan pintu kayu kamarnya dan membuatnya harus mandi tanpa sekat.

Setelah selesai membersihkan diri, Butré mengambil sebuah handuk di antara tumpukan pakaian kotornya. Ia lalu mengeringkan sisa-sisa air yang masih membekas di sela-sela tubuh. Dia kemudian mengenakan pakaian bersih terbaiknya, yang sudah ia simpan di dalam lemari selama berbulan-bulan. Butré lalu menyuruh Maktso menghadap padanya. Sang pemuda kurus tak punya pilihan lain selain menuruti sang penyihir abadi.

"Bagaimana soal penampilanku? Hah?!" tanya Butré, sambil melakukan pose hormat dengan mengangkat sedikit roknya. Maktso hanya bisa tersenyum ketika ia dapat pertanyaan tadi. Wanita yang sebelumnya terlalu berantakan berubah menjadi wanita yang mampu menggoda dirinya. Singkatnya, perubahan Butré terlalu radikal untuk bisa Maktso pahami. Tapi semenjak tadi, Maktso penasaran pada tubuh abadi Butré. Itu hal yang paling penting. Fitur-fitur tubuhnya masih tampak sangat muda. Butré kelihatan berumur 25 tahun, padahal sebenarnya ia sudah hidup selama 600 tahun lebih. Namun kalau Maktso boleh jujur, fitur tubuh Butré yang subur juga membuat Maktso semakin ingin melihatnya.

Abad HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang