18.5
Mengetahui arti dari frasa asing tersebut membuat Aldalu mengangakan mulut. Ia tidak mampu lagi menjalankan otaknya, mencari respon-respon yang ia pikir harus ucap. Ia tergeletak diam seorang diri sekarang. Duduk di kursi tengah kamar pualam, korslet. Sang wanita lacur mengawasi sang bocah, berusaha membakar lebar mulut itu ke dalam pikiran.
Setelah menunggu selama tepat hampir empat menit, mulut Aldalu Serugi menutup. Gerakannya pun tiba-tiba, sampai mata milik sang wanita secara otomatis berkedip.
Meski walau hanya sesaat, kelopak matanya hendak melindungi dari bahaya yang datang. Tentu saja, mulut kecil milik anak yang juga kecil tidak punya bahaya apa-apa. Bahaya yang mendatangi mereka semua bergerak sangat lambat, dan mata sang mantan-Tuhan pun bosan melihatnya terus. Tingkah laku sang manusia pilihan menghiburnya, dan Elr-Lre tentu senang atas hal tersebut.
"Apa kamu sudah mengerti situasi dunia ini, Serugi?"
Pertanyaan yang Elr-Lre bilang datang kepada Aldalu, menghantamnya sampai jeritan kejut sang bocah lepas. Sepasang mata yang ada di kepala Aldalu membuka, hendak mencari konfirmasi. Karena tidak ada satu barang pun yang menyahut mereka, mata Aldalu memerah. Tak lupa mereka bergetar seolah ada gempa yang mengguncangnya.
"Mengerti..."
Bentuknya hantunya yang mirip asap putih pun ikut menyatu pada udara dalam ruang. Aldalu rupanya benar-benar takut. Komposisi tubuh yang membawa semua ingatan dan kepribadiannya ikut melarut bersama kecemasan dunia.
Suara yang ia lempar sebelumnya bahkan hanyut menuju kesunyian selepas ia berhasil lahir. Pemikiran yang beragam berseliweran di dalam mekanisme otak. Mengenai akhir dunia. Mengenai akhir umat manusia. Mengenai punahnya peradaban di atas akal sehat dan magi melimpah ruah.
"Jadi, bagaimana pendapatmu?"
Elr-Lre menatap sang bocah, kekuatan tatapannya maksimum. Aldalu lalu mengalihkan pandangan langsung dari sang mantan-Tuhan. Hatinya belum mau Elr-Lre sudutkan lebih jauh, jadi meronta dan menggelepar. Ia membalas mata emas gemilang sang wanita penggoda dari dasar cangkir kopi yang kosong melompong. Bahkan dari jarak yang sulit ini sekali pun, mata Elr-Lre menembus masuk ke dalam tubuh Aldalu.
Penggerogotan pun sang wanita mulai, mengikis tipis pelan-pelan. Sasarannya ialah rasa cemas sang bocah, kelemahan dan ketakutan yang menimbunnya. Aldalu tidak punya tempat untuk bergerak bebas. Baik di wadahnya dahulu, maupun di tubuhnya yang sekarang. Ia kemari hanya untuk mati, hidup kembali (walau tidak sempurna), lalu mencoba untuk tidak mati lagi (kali ini secara permanen).
Aldalu takut. Elr-Lre bisa mengerti seruan hati dan pandangan melenceng itu, yang mengarah langsung pada ketiadaan bebas. Hati sang bocah bingung. Langkah kaki miliknya menuju ke arah sang sahabat, mencoba menangkap dan menjerat orang itu rapat-rapat. Memanggil nama, mengeratkan tinju.
Sayangnya, langkah kakinya hancur. Pandemonium memakannya lahap, membungkus tulang belulang kakinya dalam gigi tajam, liur lengket, dan lidah panjang menjulur keluar. Lidahnya sendiri, di lain pihak, kelu. Serangan listrik dari musuh yang besar dan menakutkan membuatnya runtuh di tempat. Tinju kebanggaan Aldalu pun ikut luntur, bak kena bahan korosif akut.
Semua senjata Aldalu tidak berpengaruh di atas rasa takutnya akan kegelapan. Yang mencekam dunia, yang bersembunyi di kedalaman pelosok sudut bumi. Yang menjalar di bawah kaki, serupa dengan dendam abadi milik sang wanita lacur Elr-Lre. Namun, jauh lebih kuat. Lebih kejam. Lebih intens. Percikan besar yang bisa menumbuhkan babak kedua perang besar para Tuhan dunia. Yang pada akhirnya akan menciptakan kekacauan besar-besaran, disorder, akhir pemungkas segala akhir, dan kiamat. Pandemonium.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abad Hitam
FantasyAda banyak sekali hal yang terjadi di dunia ini setiap detiknya, namun kebanyakan manusia hanya melewatkannya. Hanya segelintir yang mau berpikir, akan keindahan kejadian-kejadian harian di seluruh penjuru semesta. Yang ingin mengetahuinya, terpuruk...