Chapter 10

21 2 0
                                    

"Jadi, itu penjelasan singkat tentang Pengantar Akuntansi ini." Sambil menulis tulisan terakhir di papan putih yang besar itu. "Kalo tidak ada yang dimengerti, silahkan bertanya."

Tak ada yang menyahut, semua murid terdiam. Lebih tepatnya, cuman bisa diam. Baru pertama kali bertemu masa udah dikasih pelajaran susah dulu? Udah gitu barusan dia bilang penjelasan singkat?

Singkat pale lu, ngejelasin pengantar nya aja tuh mulut belibetan.

Dosen ngehe emang.

"Kamu yang berbaju hitam, Bisa jelaskan aktivitas dari akun dibagi berapa?" Seru dosen yang diketahui bernama Kangta. Cewek yang disuruh tadi tertangkap basah termangu melihat lingkungan luar lewat jendela cuman bisa mendengus pelan. Mau jawab gimana  njir, Ia mau tak mau berdiri dan memberikan jawaban.

"Seingat saya, ada dua pak. Akun riil dan nominal. Akun riil yang di akhir periode dilaporkan di dalam neraca, kalau akun nominal di dalam laporan laba rugi."

Pak Kangta sambil mangut-mangut berkata, "Yang termasuk akun riil ada apa aja?

"Ada akun-akun dari aset, kewajiban dan modal."

"Lalu akun nominal?"

"Pendapatan sama beban."

"Satu lagi, Kamu tahu kenapa beban di debit? Padahal itu mengurangi kas."

Cewek itu pun terdiam. Kangta yang tadinya terfokus kearahnya membuang mata ke arah mahasiswa kebanyakan. "Yang bisa jawab saya tambahkan poin untuk ujian." Katanya. Langsung saja mereka ribut mencari jawaban. Dua−tiga orang menjawab namun tidak ada yang mendekati.

"Saya mau menjawab pak." Semuanya terpaku ke arah cewek tadi. "Saya kira kamu diam nggak ngerti, yasudah coba di jawab."

"Beban di debit karena ia mengurangi pendapatan, sedangkan pendapatan itu sendiri berkurang di sisi debit. Yang saya tahu bila aset berkurang akan dicatat di kredit, maka beban akan bertambah dan dicatat di sebelah debit, seperti yang bapak katakan tadi."

"Siapa namamu?"

"Han Shinmi."

"Penangkapanmu cukup bagus juga, Han Shinmi-shi."

"Terima kasih pak." Jawab Shinmi dengan senyum polite−nya.

•••

Cuaca yang agak mendung ditambah sapuan lemah angin menghempas rambutnya. Jempitan rambutnya yang ada di tas ia ambil dan dipakainya. Pidato Pak Kangta membuat siapapun yang mendengar bakal terkena vertigo mendadak, tapi sepertinya Shinmi tidak mengalami efek itu.

"Shinmi, gue fotkop catetan lo sekarang aja deh, gapapa kan?" Temen sebangkunya, kalau tidak salah namanya May. Pikiran Shinmi sepertinya tidak ada di tempat entah juga. Ia hanya menjawab dengan setengah hati.

"Ini, balikinnya besok aja."

May mengangguk, lalu jalan terburu-buru menuju tempat fotokopian yang−syukurnya−berdekatan dengan gedung ekonomi.

Shinmi baru saja teringat. Daehee mengirimnya kabar lewat chat, ia bakal lama keluarnya. Sesampainya di gedung kesenian, melihat taman lumayan sepi Shinmi memilih duduk disana sambil menunggu Daehee.

"Plis jangan ujan plis."

"Mendung nih, pulang bareng yuk." Suara misterius entah dari mana bikin Shinmi terlonjak kaget.

"Kampret− sejak kapan..?"

"Makanya kalo gue panggil tuh nyaut. Jangan kebiasaan bengong dong." Ujar pria berkuping besar itu.

VagaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang