Menjadi anak tunggal itu sebenernya bukan impian Shinmi. Dulu ia sampai meminta adik belasan kali pada orangtuanya. Tapi melihat kejadian pertengkaran Dahee dan Chanyeol, yang tak pernah ada kata selesai, ia sangat bersyukur ibunya tidak membuat adik untuknya.
"Kapan sih kalian akur?" Tanya Shinmi, kemudian ia membawa kardus berukuran lebih besar dari badannya ke salah satu ruangan yang sepertinya bakal jadi kamar pribadinya.
"Yeah, said the girl who still mad at him." Balas Daehee sarkastik.
Shinmi lupa tentang itu. But hey, dia kan udah maafin Chanyeol pas di toko sialan itu..
"Ada yang ketinggalan?" Tanya Daehee. Shinmi mengernyitkan keningnya tanda bertanya. "Barang lo," Lanjut Daehee menjelaskan.
"Oh," Ucap Shinmi, "Ada dua kardus kecil tadi gue tinggalin di depan pintu, ambil yang polos aja soalnya itu lebih enteng. Terus taro di meja dapur aja" Tambah Shinmi. Daehee mengangguk patuh dan tak berselang lama ia memegang kardus kecil dan menaruh di ruangan berbeda, yang bukan Shinmi masuki tadi.
"Gue tadi bilang ambil yang polos kan." Tegur Shinmi seraya mendesah pelan.
"Ini berat banget Mi, lo bawa yang entengan aja," Balas Daehee tak kalah tegas. Shinmi membuka mulutnya ingin membalas, tapi keduluan Daehee yang menaikkan telunjuknya, menandakan ia belom selesai bicara, "Kayak lo bisa bawa ni kardus, mang tangan lo kuat?"
Dia mendengus. Sadar kalau melawan manusia satu ini akan percuma ia kembali menata barangnya. Daehee melihatnya−maksudnya keadaannya. Sorot matanya tampak lelah ditambah berkantung yang semakin menggelap. Ia akhirnya mengalah juga. Nggak kuat juga galak mulu sama Shinmi.
"Harusnya lo bilang dong hari ini pindahnya. Jadi lo nggak perlu ngeliat kerusuhan tadi."
"Oh haha so, kita balik ke topik ini?" Celetuk Shinmi.
Mata Daehee menyipit, "Oh ya kita balik ke topik ini." Jawabnya dengan penekanan tiap kata. "Terakhir akhir bulan kemaren, eh iya kan? Au lupa, tapi lo nggak ngehubungin gue samsek dan tiba-tiba lo ke basecamp narik gue tanpa penjelasan buat jadi kuli barang lo sumpah lo tuh− eh lo dengerin gue nggak sih?"
"Lo ngomong apa baca pembukaan UUD '45? Dah alinea keberapa?" Balas Shinmi asal sembari mengambil kardus terakhir.
"Sialan lo."
"Ngomongnya kurang kasar, sayang."
"Ew gue masih suka cowok."
"Gue juga masih suka ama pisang keles."
"Anjir nyet lo," Gelak tawa akhirnya meledak di dalam ruangan itu. Selama memulai kuliah, waktu bermain mereka sempat menyita waktu. Gedung fakultas Daehee dan Shinmi juga kebetulan ujung sama ujung. Mumpung sekarang bisa bertemu.
Yaelah baru seminggu.
Plis, kita bukan lesbian.
"Jadi, rumah lama bakal diapain? Dijual?"
Shinmi dengan telaten menaruh peralatan pribadinya di ruangan satu lagi, "Oh gue belom bilang ya? Rumah itu dikontrakin, Nyokap yang maunya begitu." Halah, dasar otak bisnis.
"Ya makasih udah ngasih tau," Jawab Daehee sarkas. Dia aja baru dikasih tahu pindahan Shinmi hari ini.
Peluh keringat mereka membuahkan hasil. Tidak harus membutuhkan waktu setengah hari apartemen Shinmi sudah tertata rapi. Setelahnya mereka menuju ruang TV. Shinmi jelas terlihat lelah. Tangan kirinya dikepalkan berulang kali, Daehee hanya menggelengkan kepala dan mengambil dua buah kaleng minuman soda.
"Besok gue kudu olahraga nih, gampang capeknya." Gumam Shinmi.
"Yakin bisa hidup sendiri disini?" Tanya Daehee terbesit kekhawatiran. Ia selalu peduli−sudah jelas− pada diri Han Shinmi yang berada di hadapannya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vagary
Fanfic(n.) an unpredictable instance, a wandering journey; a whimsical, wild or unusual idea, desire, or action.