Chapter 20 : Tandus

1.1K 131 5
                                    

Kutatap seorang gadis yang kini hanya berjarak beberapa sentimeter saja dariku. Entah sudah yang keberapa kali aku menelan ludah ketakutan.
Jujur saja, setelah semua yang terjadi ditambah penampilan gadis itu, aku jadi ketakutan setengah mati.
Mungkinkah dia seorang Dewa Kematian?
Tapi kenapa waktuku begitu cepat? Masih banyak yang belum bisa kulakukan untuk orang tuaku.
Yahh..meskipun akhir - akhir ini mereka nampak bahagia - bahagia saja, sih.

"Harukaze Ami, aku benar?" tanyanya tanpa ekspresi. Suaranya yang sedingin es terasa menusuk - nusuk ke dalam tulang.

Hhh..kurasa sebentar lagi tulang rusukku akan patah.

"Apa yang kau mau dariku?" tanyaku hati - hati.

Dia tak menjawab pertanyaanku. Gadis itu hanya diam sambil memperhatikanku dengan iris merahnya yang nampak menyala - nyala bagai api.

Kemudian aku menatapnya balik. Rambut hitam panjang yang agak acak - acakan itu ia ikat menjadi dua. Sebelah matanya tertutupi oleh sebuah penutup mata yang mengingatkan aku dengan salah satu tokoh anime.
Seragam sekolah yang ia kenakan tampak lusuh dan kotor. Kaos kaki yang ia kenakanpun sudah kotor dan memiliki banyak lubang.

Tunggu, jangan bilang dia gelandangan? Tapi gelandangan macam apa yang membawa katana bersamanya!? Ohh, aku mengerti. Sudah jelas dia ingin menebasku. Bukankah sebentar lagi nyawaku akan dicabut olehnya?

"Ayo pergi" ajaknya tiba - tiba. Ia mengulurkan tangannya ke arahku. Apa dia pikir aku bodoh? Aku ini bukan anak kecil yang bisa dikelabui seenak jidatnya.

"Tidak mau" tolakku tegas.

Gadis itu menurunkan kedua alisnya. Dahinya nampak berkerut, seperti orang dewasa yang sedang memikirkan hutang - hutangnya. Kemudian dia berkata lagi "Kau harus ikut dan pergi dari sini".

"Hee...? Apa kau gila? Aku tidak akan pergi kemanapun!!" tolakku lagi.

"Kenapa?" tanyanya.

"Karena aku bukanlah anak kecil yang bisa dikelabui oleh gelandangan berpakaian compang - camping sepertimu!!!" jawabku marah. Aku berharap dia pergi saja dari hadapanku.
Menyerahlah dan sadari, aku bukan anak bodoh.

"Pakaian compang - camping katamu? Hehehehe.." dia malah terkekeh geli mendengar bentakanku yang barusan. Panas, hanya itu yang kurasakan di dalam dada.

"Hei, sebelum menilai pakaian orang lain, cobalah lihat pakaianmu sendiri" ujar gadis itu.

Hah? Apa sih, yang dia bicarakan? Sudah jelas pakaianku baik - baik saja. Aku mendengus kesal ke arahnya lalu beralih menatap pakaian yang sedang aku kenakan.

DEG!

Apa..apa yang terjadi?

Aku tertegun menatap pakaianku sendiri. Aku yakin sekali sebelumnya pakaianku tidak begini. Terdapat banyak sobekan di sana - sini. Belum lagi noda merah yang menghiasinya. Perlahan, kuraba pakaianku. Kuhirup dalam - dalam aromanya.

Astaga, bau ini... tidak salah lagi, ini bau darah. Tapi mengapa bisa?

"Harukaze Ami, aku mohon sadarlah" ujar gadis itu. Lalu ia berjalan mendekatiku yang masih panik dan kebingungan.

"Apa maksud-" tanyaku namun..

PLAK!

Panas dan perih. Pipi sebelah kananku rasanya terbakar. Kemudian aku tertegun menatap gadis itu. Tangannya yang tadi menyentuh pipiku dengan kasar, masih teracung ke atas.
Dahinya berkerut, alisnya turun. Apa...dia marah?

"Tunggu, apa yang kulakukan di sini?" tanyaku spontan.

Tiba - tiba saja semua yang berada di sekitarku nampak kabur kecuali gadis itu. Aku menatap sekitar dengan seksama, dan perlahan lingkungan sekitar berubah menjadi padang yang tandus.

"Tempat ini adalah padang impian. Jika ada orang luar yang memasukinya, maka padang yang tandus ini akan berubah menjadi lingkungan dan keadaan yang orang luar itu inginkan" jelas si gadis aneh.

"Maksudmu, kedamaian yang kulihat barusan hanyalah ilusi?" tanyaku dengan suara yang sangat pelan. Rasanya seperti ada sesuatu yang membuat hatiku sangat sakit.

"Iya, itu ilusi" jawab gadis itu datar.

Tanganku bergerak memegangi kepalaku. Uhh..entah kenapa rasanya pusing sekali. Lalu perlahan - lahan seluruh ingatanku muncul kembali ke permukaan.

Hh, begitu rupanya.

"Harukaze - san, perkenalkan namaku Natsuko. Akulah pelindung tempat ini. Akulah yang selama ini selalu membantu orang luar yang tersesat di padang kering ini" ujar si gadis tadi, Natsuko.

"Kalau begitu,..terimakasih banyak, Natsuko" balasku.

"Kau belum boleh mengatakan itu padaku. Karena aku masih akan membantumu untuk membunuh Sang Dewa" ujar Natsuko datar seperti sebelumnya.

"Dewa? Kau tahu dimana dia!?" tanyaku refleks sambil mencengkram kerah seragam Natsuko.

"Iya, aku sangat mengenalnya" jawab Natsuko datar.

"Kalau begitu, antarkan aku padanya!" pintaku serius.

***

Gakkou SurvivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang