Chapter 13 : Nikki.

1.4K 156 10
                                    

Aku masih tidak mengerti. Semua ini jadi tambah membingungkan. Darimana munculnya makhluk itu?
Apa disini ada lebih banyak makhluk yang seperti itu?

Puk!

Irie menepuk pundakku hingga aku tersadar dari lamunanku.
Aku menatapnya sambil sedikit memiringkan kepalaku, seakan aku bertanya ' ada apa? ' .

"Aku sudah mengurus mayat makhluk itu. Sekarang kita tinggal memikirkan cara untuk keluar dari sini" ujarnya nampak kelelahan.

"Aku rasa kamu benar. Dan bisa dipastikan diatas masih terjadi pertempuran" ujarku sambil menengadah ke atas.

Lubang tempat kami jatuh jaraknya benar - benar sangat tinggi dari posisi kami saat ini.
Mustahil kami bisa melompat keluar.

"Hei... setelah kita keluar, apa kamu akan membunuhku?" tanya Irie.

DEG!

Aku tercekat. Yang dikatakan Irie benar juga. Setelah kami berhasil ke atas, apa yang akan kulakukan setelahnya?
Kembali bermusuhan bukanlah hal yang kuinginkan. Tapi keadaan kami sekarang benar - benar memaksa kami untuk melakukannya.

"Sial" umpatku dalam hati.

"Eh.. maaf! Aku tidak bermaksud membuat suasana diantara kita jadi seperti ini lagi" ujar Irie seketika.

Aku menghembuskan nafas berat sambil menatap ujung sepatuku.

Tiba - tiba terdengar suara bunga api di sekeliling kami. Aku dan Irie saling mendekat satu sama lain.

"Bunga api? Apa itu artinya disini ada listrik?" tanyaku.

"Eh..? Benar juga" jawab Irie.

Kemudian entah bagaimana caranya, daerah lubang di sekeliling kami disinari oleh cahaya lampu neon yang menyilaukan mata. Sekarang kami bisa melihat jelas semuanya.

Kami berdua tertegun. Bukan karena mengetahui kenyataan kalau di sekitar kami terdapat listrik dan lampu. Tapi kami menyadari, kalau kami ada di tengah - tengah sebuah laboratorium tua.

"Laboratorium? Bagaimana bisa?" tanyaku.

"Ini aneh. Entah kenapa aku mulai terpikirkan sesuatu" ujar Irie serius.

"Maksudmu?" tanyaku.

"Ayo kita cari petunjuk, Ami" ajak Irie tanpa menjawab pertanyaanku.

Kamipun mulai mencari petunjuk yang dikatakan Irie. Hingga pada akhirnya aku menemukan sebuah buku bersampul kulit yang sudah dipenuhi debu.

Aku menatapnya sejenak. Sekilas di sampulnya aku dapat melihat tulisan ' Diary '.

"Irie-kun!" panggilku.

Lalu Irie yang sedang sibuk mencari petunjuk, segera menghampiriku.

"Aku menemukan buku diary di bawah meja itu, aku rasa kita harus membacanya" ujarku.

"Ah! Ya, aku setuju denganmu" balas Irie. Entah mengapa ia nampak terkejut.
Seakan dia telah mencari buku ini sejak lama.

Dan kamipun mulai membaca....

***

Tokyo - 1940

Udara di pagi hari itu masih terasa sejuk. Tak banyak bangunan - bangunan pencakar langit yang bisa kau temui.
Pohon - pohon bunga sakura tumbuh dengan indahnya tanpa harus susah payah diberikan perawatan khusus.

Seorang anak laki - laki sedang berjalan sendirian dengan seragam sekolah kunonya. Hari itu adalah hari pertama sekolah di SMA baginya.

Kemudian ia berhenti sejenak lalu memandang papan besar bertuliskan " Sakuramigaoka Highschool ".

Ia tersenyum lebar kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam bangunan sekolah itu.

"Touma-kun!!" terdengar suara anak perempuan yang memanggilnya.

"Eh, Alisia - san?" ujar anak laki - laki itu bersemu merah, Touma.

"Aku senang kita bisa satu kelas lagi di SMA" ujar Alisia.

"Benarkah?" tanya Touma kikuk.

"Yap!! Ayo, kita berlari ke kelas!!" sahut Alisia penuh semangat sembari menggandeng tangan Touma.

Touma yang ikut berlari di belakang Alisia tak mampu menyembunyikan wajah merah padamnya.
Ia terus menatap surai coklat milik Alisia yang terpapar sinar mentari pagi.

"Alisia, aku selalu... menyukaimu" ujar Touma dalam hati.

Hari - hari yang dilalui Touma sangatlah menyenangkan karena kemanapun ia pergi, Alisia selalu ada bersamanya.

"Biarlah tetap seperti ini, hanya ada aku dan Alisia" pikir Touma.

Namun suatu hari Alisia jatuh cinta dengan seorang anak terpintar di sekolah. Anak itu bernama Kaneki Edogawa dari jurusan matematika.

Alisia selalu menceritakan cerita tentang Kaneki kepada Touma. Tentu saja, hati Touma terasa dicabik - cabik. Namun karena ia tidak ingin jauh dari Alisia, Touma hanya bisa memendam perasaannya.

"Alisia - san, ayo kita pulang" ajak Touma suatu hari.

"Emm.. maaf Touma - kun, hari ini aku akan pulang bersama Kaneki" tolak Alisia, tidak seperti biasanya.

Sejak itulah hubungan Touma dan Alisia mulai renggang. Di setiap harinya Touma hanya bisa melihat kepergian Alisia bersama Kaneki dari balik pintu kelas.

Sakit adalah satu - satunya perasaan yang Touma rasakan.
Kemudian lama - lama ia berpikir, mungkin dengan menjadi lebih pintar dari Kaneki, Alisia akan kembali padanya.

Maka Touma membulatkan tekadnya. Ia mulai belajar lebih sering. Dan di tengah perjuangannya itu, ia mulai tertarik dengan ilmu komputer.
Hingga akhirnya Touma menjadi ahli di bidang tersebut, meskipun kenyataannya dia adalah anak jurusan bahasa.

"Touma-kun!!" panggil Alisia kemudian.

"A..Alisia!?" gumam Touma kaget.

"Kau hebat, Touma! Kau sekarang anak terpintar di sekolah" puji Alisia.

"Hehehe, kamulah motivasiku sampai aku bisa seperti ini" ujar Touma bersemu merah.

"Eh?" gumam Alisia tidak mengerti.

Kemudian datanglah Kaneki diantara mereka. Kaneki tersenyum pada Alisia lalu lanjut kepada Touma.

"Cih!" Touma kesal.

"Selamat ya, Fujiwara - san! Kamu berhasil mengalahkanku" puji Kaneki.

"I..iya, terimakasih kembali" jawab Touma tak acuh.

"Kaneki, ayo kita beli es krim di kedai lagi!" ajak Alisia.

DEG!

"Iya, tuan putri" jawab Kaneki mengiyakan.

Kemudian merekapun pergi meninggalkan Kaneki sendirian dengan rasa sakitnya.

"Apalagi... yang kurang?"

***

Gakkou SurvivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang