Hari itu adalah hari yang paling melelahkan di sekolah. Aku, Reina, dan Sakura berjalan beriringan menuju gerbang sekolah.
Sesekali kami mengobrol lalu kembali terdiam. Atau lebih tepatnya akulah yang paling banyak terdiam. Begitu banyak pikiran yang telah menggangguku.
"Ami.." bisik Reina sembari menghentikan langkahnya.
Kemudian Sakura memegangi lenganku agar aku juga ikut berhenti berjalan.
"Ada apa?" tanyaku.
"Irie-kun" jawab Sakura, ia menunjuk dengan dagunya.
Hufftt.. lagi - lagi si Irie itu berdiri bersandar di gerbang sekolah. Nampaknya ia sedang menunggu pacarnya disana.
"Masa bodoh" balasku ketus.
"He..?" gumam Reina bingung.
Kemudian tanpa memedulikan mereka, aku lanjut berjalan ke arah gerbang sekolah. Aku ingin segera sampai di rumah dan memejamkan mataku.
Begitu sampai di samping Irie, dia memegangi lenganku cukup kuat.
"Ami, aku ingin bicara" pintanya.
".." aku tak menjawab dan tetap memandang ke jalan keluar sekolah.
"Wajar kalau kau marah karena permasalahan jurusan ini, tapi apakah pertemanan kita harus berakhir hanya karena hal ini?" tanya Irie meyakinkanku.
"Ayolah, masalah ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita".
SET!
Aku segera menarik lenganku dengan kasar sampai terlepas dari pegangan Irie.
"Urus saja pacarmu, sana!" ujarku kesal.
"Pa..pacar?" tanya Irie kaget.
Tes...
He? Apa ini? Tiba - tiba saja mataku mengeluarkan air mata dengan sendirinya tanpa bisa kukendalikan. Ini menyebalkan. Aku tidak suka.
Kemudian Irie memegangi pundakku dan menghadapkan badanku ke arahnya. Aku menatapnya dan kulihat wajah Irie yang nampak bingung dan khawatir.
"Ami, aku... tidak mengerti.." ujarnya pelan.
Aku menunduk, mencoba menyembunyikan air mataku yang terus - terusan mengalir.
"Ami, .." gumam Irie.
"Justru akulah yang tidak mengerti!" selaku cepat.
"Tega sekali kamu! IRIE BAKA!!!".
Akupun segera berlari menjauhinya. Namun nampaknya Irie malah mengejarku. Berkali - kali ia memanggil namaku tapi tidak kugubris.
"Menjauhlah, baka!" sahutku dengan diiringi isak tangis yang tak bisa kusembunyikan lagi.
"Matte, Ami - chan!" panggil Irie.
Karena kesal, aku spontan mengeluarkan katana-ku dan langsung menyerang Irie.
SHING!!
Irie menahan seranganku dengan pedang baja hijaunya.
"Ami, kita bisa bicarakan ini baik - baik" pinta Irie iba.
"Tidak!! Kau jahat, Irie!! Dasar tidak tahu malu!! Baka!!" seruku kasar.
Lalu aku melompat mundur dan segera melesat pergi menjauhinya.
"Sial" umpat Irie sembari melemparkan pedangnya ke tanah.
***
Keesokan harinya, para senpai menginformasikan pada seluruh anak kelas satu bahwa jurusan matematika kembali menyerang di Dimensi Dewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gakkou Survival
Misterio / Suspenso[ Mistery/ Thriller & Sci-fi ] Harukaze Ami, anak remaja berusia 15 tahun berhasil diterima di SMA paling populer di Jepang. Secercah harapan untuk membantu ekonomi orang tuanya kini telah ada di genggamannya.Yah..setidaknya itulah yang dia pikirkan...