Phobia Darah

1.2K 118 9
                                    

Tokyo, 2012.

"Darah...darah..." ...

Aku duduk di pojok ruangan kelas sembari gemetaran.Bibirku tak henti - hentinya menggumamkan kata "darah".

Mataku terus menerawang ke seisi ruangan kelas.Takut, kalau mereka akan segera menemukanku.

Tap..tap..tap...

Jantungku berdegup cepat.Kudengar suara langkah kaki mendekat di balik pintu kelas.

" Siapa...?"

"Ami, apakah kau di dalam sana?" bisik seseorang.

Mataku melirik ke arah sumber suara dan siluet dari bayangan seseorangpun terlihat di ambang pintu kelas. Kemudian ia berjalan mendekatiku. Wajahnya yang damai perlahan mulai terlihat.

"Kau salah satu dari mereka!" gertakku waspada. Sebisa mungkin aku mencoba untuk menghindari segala sentuhan dari seorang wanita paruh baya yang kini mendekatiku.

Rina sensei, wali kelasku di 7E.

"Ami, ikutlah bersamaku dan kau akan aman" ujarnya lembut.

"Tidak" balasku cepat.

"Kenapa? Nanti mereka bisa menangkap kita!" Rina sensei nampak kesal.

"Disana terlalu banyak darah, Rina sensei" jawabku takut.

Tiba - tiba terdengar suara tembakan bertubi - tubi dari arah ruangan olahraga lalu diikuti oleh suara jeritan murid - murid yang memekakan telinga. Tubuhku semakin bergetar mengingat ada banyaknya darah disana.

"Ami, diluar sudah ada polisi. Kita bisa kabur setelah belokan koridor" ujar Rina sensei.

"Tapi..darahnya..?" tanyaku takut. Bayangan akan cairan merah kental yang keluar dari tubuh orang - orang begitu peluru - peluru itu mengenai guru dan teman - temanku amatlah menakutkan.

"Jika kau berhasil keluar, kau tak akan melihatnya lagi" ujar Rina sensei meyakinkanku.

Aku berpikir sejenak. Hingga pada akhirnya aku setuju untuk mengikuti ajakan Rina sensei. Pergi dari sini.

Rina sensei berlari sambil menuntunku menuju pintu keluar sekolah. Namun tiba - tiba terdengar suara berat dan garang dari belakang kami "Hei, jangan kabur kalian!!".

"Sensei!" gumamku takut.

"Lebih cepat larinya, Ami" timpal Rina sensei dengan wajah khawatir. Peluh dingin nampak bercucuran di pelipisnya.

DOR! Satu tembakan dilepaskan dan sialnya mengenai kaki Rina sensei. Otomatis, sensei langung terjatuh dan bersamaan dengan itu pintu besar keluar gedung sekolah terbuka. Memperlihatkan deretan baris polisi yang berposisi siaga.

"Rina sensei..." gumamku syok. Mataku tak bisa lepas dari cairan merah yang dengan derasnya keluar dari bagian betis Rina sensei.

"Kau berjanji...kalau aku tak akan pernah melihat darah lagi, kan? Tapi sekarang kau melanggarnya".

Lalu mataku perlahan beralih kepada seorang pria yang barusan mengejar kami. Kini kulihat kedua tangannya terangkat ke atas. Ia menjatuhkan senjatanya.

"Kau ditahan!" seru salah seorang anggota polisi.

Aku benci darah. Sungguh sangat membencinya. Aku berharap aku tak akan pernah berurusan dengan cairan merah menakutkan itu lagi.

***

Note : Okehhh, para readers :v sebenarnya author lupa dengan bagian prolog yang seharusnya masuk ke dalam cerita.

Jadinya, author membuat bagian prolog sebagai adegan masa lalu Ami saat pertama kali ia takut dengan darah. 😂

Maafkan kecerobohan besar saya ini. Maaf juga kalau kalian kecewa dengan cerita abal - abal ini. Karena sejujurnya ini adalah cerita pertama saya. Harap maklumi, ya 😃😅😆

Jika Allah mengizinkan, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di cerita selanjutnya 😢😇

Yosh, terimakasih banyak sama semua readers yang mau meluangkan waktunya untuk membaca "Gakkou Survival" 🙌 Apalagi kalau yang bacanya sambil vote, loveee youuuu 😘

Irie : Lebay, deh -_-

Author : Belum saatnya kau muncul lagi, cepat kembali ke ruanganmu! :v

Irie : Dasar author jahat :v

***

Gakkou SurvivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang