Aku menoleh cepat ke arah Natsuko, bermaksud meminta pertolongan atas apa yang telah terjadi. Namun ia hanya diam seakan ia tidak ingin tahu apapun.
Pfftt, baiklah. Akan kuurus anak laki - laki itu sendiri. Aku tidak akan pernah perlu bantuanmu, Natsuko!
Kemudian aku menghancurkan pintu kerangkeng itu dengan sekali tebasan katana-ku. Tadinya kupikir anak laki - laki itu akan senang tapi pada kenyataannya dia malah semakin menundukkan kepalanya. Huh, aku sama sekali tidak mengerti!
Aku berjalan mendekat ke arah anak itu. Lalu perlahan aku duduk bersimpuh di hadapannya. Kurasa dengan jarak kami yang hanya lima puluh sentimeter ini, bisa membuat anak itu agak tenang atau aman barangkali?
Tapi cepat - cepat kutepis pikiran itu begitu si anak laki - laki langsung berteriak kepadaku.
"Pergilah! Jauhi aku!".
Ia mundur beberapa jarak dariku. Sedangkan aku segera bangkit dan kembali mendekatinya. Aku menautkan alisku sejenak. Sungguh bingung aku dibuatnya. Apa maunya, sih?
" Ano..aku hanya ingin menyelamatkanmu saja. Kau tahu, kan? Disini tidak aman" ujarku berusaha membujuknya.
"Pergilah Ami!! Kau tidak mengerti!! Jauhi aku sekarang juga!!" perintahnya.
Hee? Kasar sekali anak ini. Ditambah, ia memanggilku dengan nama depan. Apakah aku dan anak ini memiliki hubungan yang dekat?
Seingatku...sejak aku bersekolah di SMA Sakuramigaoka, aku tidak pernah mengenal orang ini."Tapi aku harus menyelamatkanmu!" paksaku.
"Kau tidak mengerti!! Aku sudah tidak pantas bersamamu lagi, Ami! Aku sudah...aku dan Mayuko..." ujarnya yang semakin terdengar pelan.
Aku memiringkan kepalaku, pertanda bingung. Kutolehkan kepalaku ke arah Natsuko. Dan dia hanya terdiam di tempatnya. Tidak berguna, itulah satu - satunya yang kupikirkan.
"Mayuko? Siapa dia?" tanyaku.
"Dia gadis sialan yang membuatku begini dan...dia ternyata....punya hubungan khusus dengan Dewa!" jawab anak itu.
DEG!
De..Dewa? Bagaimana bisa?
Siapa si Mayuko ini? Ah, yang jelas siapapun dia, pastilah akan langsung kuhabisi."Aku mohon, demi kebaikanmu. Jauhi aku!" pinta anak itu. Ia bersujud di hadapanku.
Tentu saja aku merasa tidak enak padanya. Suasana canggung ini sangat kubenci. Yahh..aku bukanlah seseorang yang gila hormat. Yang kulihat dari sudut pandangku adalah, orang - orang terhormat itu tidak pernah mendapatkan teman sungguhan.
Dengan hati - hati kusentuh pundak anak itu dan berusaha membuatnya bangkit dari posisinya. Tapi anak itu tetap bersikukuh dalam posisi bersujudnya itu.
"Hei, sudahlah-" ucapku terpotong.
"Ami, dengarkanlah. Aku ini bukanlah laki - laki yang baik buatmu. Aku ingin kamu mendapatkan laki - laki baik yang pantas buatmu. Tidak seperti diriku yang kotor ini. Dan, kuharap kamu bahagia bersamanya. Tak usah pedulikan aku, tugasmu hanyalah tinggal berbahagia saja bersama orang yang pantas itu." ujarnya panjang lebar.
Aku tertegun mendengar apa yang dikatakannya. Lalu perlahan otakku mulai paham apa yang telah terjadi sebenarnya. Tapi tetap saja ingatanku tentang dia masih belum muncul ke permukaan.
"Dan..ini adalah ungkapan perasaanku yang terakhir buatmu karena setelahnya aku tidak bisa terus berdampingan denganmu lagi, Ami" lanjutnya. Kuperhatikan kedua telapak tangannya semakin mengepal dengan kuat. Seakan ia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.
"Harukaze Ami, hountou ni daisuki da".
Eh? Apa barusan?
"Maaf telah lancang. Kau boleh menyiksaku sekarang" ujarnya lalu bangkit dari posisinya dan duduk bersila sembari memejamkan matanya.
"Dengar, ya! Tak peduli apapun yang kau katakan atau seberapa burukpun dirimu yang sesungguhnya, tapi tetap saja aku akan menyelamatkanmu!" ujarku serius.
Seketika si anak laki - laki langsung membelalakan matanya. Wajahnya mulai bersemu merah. Namun ia tetap teguh akan pendiriannya yang barusan.
"Aku tidak pantas buatmu lagi, Ami" ujarnya.
"Haa? Hanya karena alasan seperti itu, bukan berarti aku harus meningalkanmu disini, kan?" ujarku.
"Dasar keras kepala! Memangnya apa alasanmu tetap ingin menolongku!? Kau ingin uangku!? Kau ingin harta!? Hah!? Katakan saja dan ambilah!!!" bentaknya tiba - tiba.
Hening. Aku bingung menjawabnya. Kira - kira kenapa aku rela menolong seseorang yang padahal sama sekali tidak kukenal? Kalau dipikir, ini semua hanya buang - buang waktu saja. Aku seharusnya langsung pergi ke tempat Dewa dan bertarung dengannya.
Aku menghela nafas panjang sampai dadaku benar - benar terasa lega dan ringan lalu secara spontan tanpa kupikirkan sebelumnya, aku menjawab "Aku tidak menginginkan materi apapun darimu. Aku datang kesinipun, hanya untuk menyelamatkanmu tanpa ada maksud lain. Aku ingin kau selalu tersenyum dan tertawa bersamaku ,disini, selamanya. Entah kenapa kemanapun kamu pergi, aku selalu ingin ada disana. Aku selalu ingin mengikutimu, kemanapun itu"
"Percuma, jika kau mengatakan 1001 keburukanmu padaku, karena aku tidak akan pernah peduli akan hal itu".
Tik...tok...tik..tok...
Kyaaaa!!!!
Apa yang baru saja kukatakan padanya!??Kutatap wajah anak laki - laki itu perlahan. Dan, astaga! Wajahnya sekarang berwarna merah padam. Berkali - kali ia mencoba menghindari kontak mata denganku tapi entah kenapa iris mata coklatnya itu selalu berbalik kembali menatap iris mataku.
Kudengar Natsuko terkekeh pelan. Sepertinya dia terhibur dengan perkataan konyolku yang barusan. Dan kenapa juga aku tiba - tiba jadi puitis begitu!?
Tapi setelah mengatakan itu rasanya,...kenapa hangat, ya...?GREP.
Tiba - tiba saja, anak itu memelukku erat. Badanku yang pendek ini membuat wajahku terbenam di dadanya yang bidang. Salting, adalah hal pertama yang kupikirkan.
Lalu kudengar ia menangis. Meski pelan, tapi suara tangisan itu terdengar begitu menyakitkan.
Secara otomatis, aku mulai memberanikan diriku membalas pelukannya meski ragu. Yahh, aku akui, aku bukanlah sang ahli dalam berpelukan.
Perlahan aku memejamkan mataku dan kudengar tangisannya yang memilukan itu. Entah kenapa rasanya aku ingin... ikut menangis.
PROk! PROk! PROK!
"Hebat ya, kau bisa sampai kesini juga, warrior princess!"...
Eh? Suara siapa itu?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gakkou Survival
Mistério / Suspense[ Mistery/ Thriller & Sci-fi ] Harukaze Ami, anak remaja berusia 15 tahun berhasil diterima di SMA paling populer di Jepang. Secercah harapan untuk membantu ekonomi orang tuanya kini telah ada di genggamannya.Yah..setidaknya itulah yang dia pikirkan...