Utas III

152 46 34
                                    

Tapi sayangnya, semua itu harus ia lupakan agar ia tidak terperangkap didalam kepedihan. Semua itu harus ia lupakan agar ia tidak terus-menerus hidup didalam sebuah lingkaran berwarna hitam. Dengan begitu, Fazza yakin bahwa si putih akan menyapa kepedihannya, sehingga kepedihannya itu pergi lalu hilang dari hidupnya.

Biyaa, Iniya, dan Adita datang menghampiri Fazza. Ketiga sahabat yang kocak itu berhasil membuat Fazza tertawa, dan mengajak Fazza turun untuk makan dikantin.

"Weh nyet!Nge-galau mulu lu ah gak seru!" ucap Biyaa

"Tau ni, cowok kayak gitu ngapain si dipikirin? Mending kita turun ke bawah terus makan soto ibu kantin deeeehhh," ucap Adita.

"Kuy lah cuci mata ngeliat kakel yang cogan, jangan diem disini doang." ucap Iniya

"Iya deh iya ke kantin, tapi kalo ada dia tolong alihin perhatian gue ya biar gue gak ngeliat dia."

Mereka bertiga mengangguk setuju. Mereka pun berjalan menuruni tangga sambil berbincang-bincang. Ternyata belum sampai dikantin, Fazza melihat laki-laki itu. Fazza melihat begitu jelas laki-laki itu. Ia memberhentikan langkahnya dan mengurungkan niatnya untuk makan dikantin. Dia berbalik badan dan pergi meninggalkan ketiga sahabatnya yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya.

"Za, menurut lu gua sekarang kurusan apa langsingan?" tanya Biyaa kepada Fazza.

Biyaa menanyakan pertanyaan yang sama sekali susah untuk dimengerti. Bukan hanya susah dimengerti, bahkan itu adalah pertanyaan yang sangat tidak penting. Saat Biyaa menengok ke arah belakang, Fazza sudah tak ada di belakangnya. Ia melihat Fazza sudah jauh dari pandangannya. Kenapa lagi si tuh orang batin Biyaa. Dengan cepat Biyaa menarik kedua tangan sahabatnya yang berada di depannya dan memberitahu kalau Fazza sudah tak ada lagi dibelakang mereka.

"Eh si Fazza nya kabur noh, kita tinggalin apa kita susulin dia?" tanya Biyaa

"Duhh ini nih rasa persahabatan gua di uji.. gua harus milih Fazza apa makanan yaa?" ucap Adita.

"Kayaknya kita pilih makanan aja dulu kali ya? Urusan nyusulin Fazza mah ntar aja," kata Iniya

"Bener ugha lu bener bener."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan nya menuju ke kantin. Mereka sekarang tahu mengapa Fazza meninggalkan mereka dan tidak jadi ikut makan di kantin. Karena tepat di meja kantin paling pertama, ada laki-laki itu yang sedang berkumpul dengan teman-temannya. Lebih baik Fazza menghindar dari laki-laki itu daripada jika terlalu lama melihat laki-laki itu Fazza akan semakin mengingat masa lalu nya yang penuh dengan luka.

Tetapi, ketika Fazza ingin melupakan laki-laki itu.. ketika Fazza ingin benar-benar melupakan laki-laki itu.. justru membuat Fazza semakin mengingat kenangan-kenangan diantara mereka berdua. Jujur. Dalam soal percintaan, Fazza sangat lemah. Seharusnya sebelum Fazza mengenal apa itu cinta, Fazza harus menerima konsekuensi nya. "Jika kamu siap jatuh cinta, kamu juga harus siap untuk patah hati."

 Kini, Fazza hanya bisa berdiam diri di kelasnya. Ia tak mau kemana-mana. Karena jika ia keluar, pasti ia akan bertemu laki-laki itu. Ia benar-benar tak mau. Ini bukan lah Fazza yang sebenarnya. Fazza yang sebenarnya adalah Fazza yang selalu senang, selalu menghibur temannya, selalu ceria, dan humoris. Bel istirahat adalah surga untuknya, karena pada jam istirahat ia akan terbebas dari buku, dan dongeng sang guru. Tetapi, sejak kejadian itu Fazza lebih sering duduk sendiri dikelasnya. Ia tidak lagi membuat onar saat jam istirahat, ia hanya menghabiskan bekal miliknya.

----------

Bel pulang sekolah yang dinanti-nantikan telah berbunyi. Fazza segera menggendong tas ranselnya lalu ia berlari ke halaman belakang sekolah.

Fazza benar-benar sedang terpuruk. Yang Fazza pikirkan saat itu hanya merokok. Mungkin dengan merokok bisa menenangkan pikirannya, pikir Fazza. Di halaman belakang sekolah ia duduk dibangku yang tadi pagi baru saja ia duduki. Ia mengeluarkan korek api gas berwarna biru dan sebatang rokok dari kotaknya. Ditaruhnya sebatang rokok itu dimulutnya, lalu ia menyalakan korek api gas berwarna birunya yang didekatkan ke arah ujung rokok itu.

Hisapan pertama memang membuat Fazza menjadi tenang, tetapi ia tidak memikirkan apa akibat yang ditimbulkan oleh dirinya. Asap rokok itu pun telah tercampur udara segar yang kini menjadi udara jahat yang menyeramkan karena sudah tercampur oleh asap rokok itu.

Tiba-tiba seorang laki-laki yang tingginya empat centimeter lebih tinggi dari Fazza datang tanpa sepengetahuan Fazza. Dengan cepat laki-laki itu menjatuhkan rokok itu dari pegangan Fazza. Fazza pun terkejut dan kesal dengan apa yang telah laki-laki itu perbuat.

"Weh anjing! Apa-apaan si lo ngejatohin rokok gua?"

"Emangnya dengan lo ngerokok masalah lo bakalan selesai?"

"Bukan urusan lo bangsat! Mending lo pergi sekarang!"

"Gue gak mau pergi. Nanti kalo gue pergi lo bakal nyalain rokok yang lainnya lagi."

Fazza kembali duduk dan air matanya sudah berjatuhan. Ia tidak ingin berdebat saat itu.Laki-laki itu duduk disampingnya, ia memperhatikan Fazza yang tak seperti biasanya.

"Semua cowo tuh sama aja do! Sama aja,"  ucap Fazza sambil menangis sesenggukan.

Fado Giovanof Atallah.

Yang ada dihadapan Fazza saat ini adalah Fado. Teman sehari-hari Fazza. Laki-laki yang tingginya empat centimeter dari Fazza itu sangat peduli dengan Fazza. Fado juga teman laki-laki Fazza yang sering Fazza jadikan tempat curhat. Jadi, masalah apapun yang Fazza alami, Fado lah yang tau lebih dulu dari sahabat-sahabatnya.

"Gue tau yang lo rasain sekarang, tapi Zaa asal lo tau, ngerokok itu gak bagus buat kesehatan lo. Lagipula dengan lo ngerokok emang bakal bisa balikin dia lagi? Enggak kan?"

     Kini Fazza menjatuhkan kepalanya tepat dibahu Fado. Fado merangkul Fazza sebagaimana mestinya yang dilakukan seorang teman saat sedang menenangkan temannya.

"Gue nyesel Do kenal dia, gue nyesel,"

"Penyesalan emang datengnya diakhir Za kalau datengnya diawal itu namanya pendaftaran" ledek Fado.

Fazza pun tersenyum dan mencubit tangan Fado. Fazza sudah merasa lebih tenang saat Fado datang dan meminjamkan bahunya sebentar. Beruntungnya punya teman laki-laki yang sedewasa Fado.

Sebenarnya, dari sejak awal Fado mengenal Fazza, ia sudah menyukai Fazza. Kini, perasaan suka itu telah berubah menjadi rasa sayang. Bahkan, lebih parahnya lagi rasa sayang itu telah berubah menjadi Cinta. Fado merahasiakan perasaannya rapat-rapat. Ia tidak mau ada satu orang pun yang tahu. Karena yang Fado takutkan adalah jika ada satu orang yang tahu pasti lama-kelamaan rahasia itu akan tersebar secara perlahan dan ia tidak mau kalau sampai Fazza tahu tentang perasaan itu, lalu Fazza akan menjauhinya.

Sakit perasaannya saat tahu kalau Fazza ditembak oleh teman dekatnya sendiri. Dan lebih sakitnya lagi saat tahu kalau Fazza menerima teman dekatnya itu. Fado yang kelihatannya cuek tapi asli nya ia sangat lemah kalau soal cinta-- sama seperti Fazza. Saat Fazza berpacaran dengan teman dekatnya itu seperti ada jarak diantara Fado dan Fazza. Fado menyembunyikan perasaannya agar ia tidak kehilangan Fazza dan teman dekatnya itu. Ia lebih baik sakit memendam perasaannya daripada ia kehilangan Fazza sekaligus teman dekatnya.

Yang Fado benci adalah ketika teman dekatnya Fado menyakiti perasaannya Fazza. Ia sangat marah saat ia tahu perempuan yang ia cintai itu disakiti begitu saja oleh teman dekatnya. Ia ingin marah, tetapi itu tidak mungkin karena jika ia marah lalu bertengkar dengan teman dekatnya.. teman dekat nya akan tahu kalau selama ini Fado punya perasaan dengan Fazza dan otomatis dia akan kehilangan teman dekatnya.

"Do, makasih yaa udah selalu ada disamping gue disaat gue terpuruk,"

"Itu udah tugas seorang temen kali Za... Santai aja," jawab Fado diiringi tawa kecil.

"Yaudah udah mau maghrib nih, gue cape mau pulang dulu."

"Yuk gue anterin pulang? Kan gak mungkin juga kalo lo pulang sendiri jam segini,"

Fazza hanya mengangguk tanda mengiyakan ajakan Fado.





WOILAH CERITANYA MAKIN GAK JELAS YA GAESSS??!!

Baterai laptop w tinggal 11% omegooos

SELAMAT MALAM! 19.50 12Des

Enough.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang