Aud II

100 39 9
                                    

Selain nomor Feryl, ada nomor tak dikenal yang meneleponnya tadi pagi. Ia ingat, tetapi tadi pagi ia tidak terlalu memperdulikannya karena ia sangat kelelahan. Sekarang ia bertanya-tanya sendiri kepada dirinya. Siapa kah nomor tak dikenal itu?

Langit sudah benar-benar gelap. Bukan karena hujan, tetapi karena memang hari sudah mulai malam. Fazza menjadi betah di rumah sekarang. Ia jadi malas berpergian. Saat ini, kamar adalah tempat favorit nya.

Ia mengambil permen kopiko dari tas nya, lalu membuang bungkus permennya ke tempat sampah miliknya yang berwarna biru. Langkah nya terhenti saat ingin kembali ke kasurnya. Ia berbalik badan ke arah tempat sampah itu lagi dan mengambil foto dua orang yang sedang berpelukan.

Dilihatnya foto itu dengan tatapan tajam. Itu adalah foto Fazza dengan Feryl yang sedang berpelukan. Kelihatannya pelukan itu sangat erat. Memang sangat erat. Se-erat tangan anak kecil yang sedang memegang balon saat balonnya ingin terbang. Fazza memejamkan matanya dan mengingat semua itu. Saat Fazza sedang menatap mata Feryl lalu tiba-tiba ada serangan tak terduga dari Feryl yang memeluknya dengan erat. Ia merasakan pelukan itu. Nyaman, bahagia, hangat yang ia rasakan. Feryl menambah volume eratan pelukannya. Begitupun dengan Fazza. Jika pelukan ada level ke-eratannya mungkin bisa dikatakan level 10. Tak sadar temannya memfoto mereka dengan polaroid Fazza yang berwarna biru.

Kini foto itu "hanya" menjadi sebuah "kenangan"

Paginya saat disekolah Fazza bertemu dengan teman-temannya. Pagi itu tak terlalu suram seperti biasanya. Mood dia sedang stabil saat itu.

"Oy, keliatannya udah move on ni?"  ucap Biyaa.

Fazza mengernyit.

"Lu jan bikin mood orang jadi jelek napa."  bisik Iniya sambil menyikut tangannya Biyaa.

"Yaudah si kan gua kira udah move on.. yeeh,"  bisik Biyaa sambil memasang muka melasnya.

Karena kelakuan sahabat-sahabatnya itu, Fazza menjadi tertawa. Saat ini hanya mereka lah yang bisa membuat Fazza tertawa.

Bel masuk kelas berbunyi.

Yang dilakukan murid-murid lain setelah mendengar bel tanda masuk berbunyi adalah-- masuk ke kelas. Tetapi, itu bukan hal yang Fazza dan sahabat-sahabatnya lakukan. Biasanya, setelah mendegar suara bel, mereka langsung berlari menuju ke rooftop sekolah.

"Cerah banget ya pagi ini," ucap Fazza sambil menghirup udara pagi yang masih segar sambil memegang—dinding beton penyangga bangunan.

"Woilah b aja si Za, lu nya aja yang lebay." balas Biyaa sambil melempar kaleng Greensand kosong bekasnya.

Fazza mengaduh. Dia tidak menghiraukan sahabatnya yang seperti itu. Toh, itu hanya kaleng Greensand kosong yang tidak ada isinya, jadi tidak begitu sakit saat mengenai tubuh Fazza.

Tiba-tiba Iniya menghampiri Fazza dan berhenti tepat disampingnya. "Lo bukan Fazza yang kita kenal sekarang. Lo beda."

Kata-kata itu jelas membuat Fazza terkejut. "Maksud lo apa?"

"Semenjak kejadian itu lo berubah Za, lo sadar gak sih?" balas Iniya.

"Iya Za lo berubah. Lo bukan Fazza yang Adita kenal lagi. Mana humoris lo yang dulu? Mana ketawa lepas lo yang dulu? Sekarang buat senyum aja.. jarang-jarang." sambung Adita sambil merangkul Fazza.

Fazza tidak bisa berkata apa-apa lagi. Matanya berkaca-kaca. Hingga akhirnya ia menumpahkan air mata nya itu di bahu Biyaa.

Biyaa membelalak matanya yang—sangat amat besar. "Kampret kan lu pada! Gegara lu berdua ni baju gua jadi korban. Duh ilah Za, kasian mak gua ni nyuci nya harus nimba sumur dulu biar dapet air.. Busetdahhhh," oceh Biyaa, kedua tangannya memegang kepalanya. "Jan mewek napa Za, ini masih pagi coeg.. tar meweknya rada siangan aja kek gitu, mana air mata lo ngalir terus lagi nih kaga berenti-berenti,"

Iniya dan Adita hanya tertawa geli saat melihat kelakuan satu sahabatnya itu. "Mampusey lu! Baju udah kayak abis jadi kuproy.. basah semua," kata Iniya.

"Udahhh stop meweknyaaa stoppp!" teriak Biyaa.

"Irit-irit air mata lu Za di Papua lagi krisis air bersih noh," tambahnya lagi.

Kini Fazza sudah berhenti menangis karena ocehan sahabatnya itu. Lebih baik ia berhenti menangis daripada ia harus mendengar segala macam ocehan lainnya jika Fazza masih tetap menangis dibahunya Biyaa.

----------

Pergantian jam kedua, mereka ber-empat kembali masuk ke kelas masing-masing. Fazza dikelas XI-1 IPS, sedangkan Biyaa, Iniya, dan Adita dikelas XI-5 IPS.

Memang hanya Fazza lah yang kelasnya terpisah. Saat kenaikan kelas, Fazza yang berdoa mati-matian, berdoa terus menerus agar mereka ber-empat disatukan. Tetapi nyatanya.. yang tidak berharap justru bersatu. Dan sampai saat ini Fazza masih-- belum terima kenyataan.

Dikelas Fazza, terlihat Fenah sedang tidur. Fenah memang seperti itu, disetiap jam pelajaran, apapun itu, ia tidak pernah absen dari tidurnya.

Fazza berniat menjahili Fenah. Dicari korek milik teman sekelasnya. "Woi yang bawa korek minjem sini gc," teriak Fazza. Semua murid dikelas itu yang sedang beraktifitas langsung menghentikan aktifitasnya tersebut.

"Nih Za gua ada," sahut Aji. Fazza segera menghampiri Aji, lalu mengambil korek yang sedang dikeluarkan Aji dari dalam saku celananya.

"Wahhh lucu banget ni korek.. Warna biru gini ih suka-suka!" kata Fazza sambil memperhatikan korek api gas milik Aji.

"Lebay siaga 1," gumam Aji. "Emang mau ngapain lu?" tanyanya.

Fazza hanya memberi isyarat agar Aji mengikutinya dan membisikan apa yang akan ia lakukan terhadap Fenah. Aji mengangguk-ngangguk sembari mengangkat kedua ibu jari tangannya. Dibakarnya tumpukan kertas yang sudah tidak terpakai, asap hasil pembakaran kertas itu sudah menyebar.

"Woiiii Fen bangun Fen! Sekolah kita kebakaran! Fen bangun Fen! Kalo lu gak bangun lu bakalan mateng disini... Fenaaah," teriak Fazza dengan nada panik sehingga berhasil membuat Fenah bangun dan terkejut saat mencium asap aroma terbakar.

"Subhanallah ya Allah Fenah masih mau hidup seribu tahun lagi aaaaaa," teriak Fenah dengan super duper panik. Terlihat air liur Fenah dipipinya dan dimeja bekas Fenah tiduri. Siswa-siswi yang berada dikelas itu tertawa terbahak-bahak melihat Fenah.

"Seribu tahun lagi? Kebanyakan dengerin lagunya Tulus si lu!" teriak Afif dari ujung kelas.

"Lu tidur nyenyak banget ampe basah gini buset dah," tambah Aji.

Semua masih tertawa, sedangkan Fenah berlari keluar kelas menuju toilet untuk mencuci muka dan-- membersihkan air liur nya.

Fazza yang tadinya tertawa terbahak-bahak, kini segera menyusuli Fenah ke toilet. "Fenaaah, are you okay?" ucap Fazza dengan tatapan manis-manis menjijikan.

"Wah, sialan lu Za! Ternyata elu biang nya?!" balas Fenah kesal. Setelah itu ia kembali membersihkan wajahnya nya lagi. "Gua cape banget Za semalem chattan ama ka Rifqi ampe jam dua pagi, makanya gua tidur, eh lu malah bangunin, banguninnya kayak begitu lagi."

"Heh! Lu tuh tidur tiap jam pelajaran.. bukan pas gara-gara tidur jam dua pagi doang..." ucap Fazza. "Tapi, yaudah deh gue minta maaf banget yaa Fen soal barusan."

"Skoy Za, gua gak se-baper yang lo pikir kok." Jawab Fenah.

Tiba-tiba Fenah mendapat serangan pelukan dari Fazza.




Penasaran gak sih kenapa Fazza kayak gitu?

Gue gak tau nih mau ngasih taunya darimana.

Btw, bakalan ada yang baca sampe sini gak ya? Kalo ada yang baca sampe sini komen yaaaa!!

SELAMAT SORE! 17.20 14Des

Enough.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang