Flashback dimulai II

80 17 6
                                        

Pelajaran Fisika hari ini sangat membosankan. Fazza ingin membolos tetapi ia kehabisan akal untuk mencari alasan yang dapat dipercayai oleh guru killer yang satu ini. "Duh gue pengen bolos nih Fen," bisiknya ke arah telinga Fenah.

"Bolos tinggal bolos etdeh. Tinggal izin doang ribet amat." jawab Fenah sambil mengunyah makaroni ngehe yang ia bawa dari rumah.

Fazza berbisik kembali. "Ah gue keabisan akal nih buat nyari alasannya kalau yang ngajar dia,  gimana dong?"

Sebenarnya jika bukan bu Amira yang mengajar saat ini dia tidak akan kehabisan akal. Mengapa begitu? Bu Amira adalah guru killer yang mempunyai Indra ke-enam. Semua kalangan siswa sudah tahu itu. Jadi, jika Fazza berbohong.. Bu Amira akan mengetahuinya.

Fazza hanya pasrah. Ia membuka tempat makannya yang berisi terong balado yang dibawakan Zaniya dari rumah. Karena Fazza dan Fenah duduk dibarisan paling belakang, kemungkinannya sedikit untuk guru melihat ke arah sana, jadi mereka berdua dengan santai makan dikelas, lagipula guru-guru disekolahnya tidak terlalu memperdulikannya.

Takk. Tokk. Takk. Tokk

Suara hentakan kaki yang dibaluti sepatu higheels terdengar jelas ditelinga Fazza. "Ibu ke toilet dulu ya anak-anak, tolong dijaga ketertibannya." ucap bu Amira sambil berjalan ke arah pintu untuk keluar.

Itu adalah surga bagi Fazza. Dengan cepat ia berlari ke keluar kelas setelah menutup tempat makannya. Teman-teman yang melihat Fazza sudah tidak heran lagi karena itu sudah menjadi hobi Fazza. "Eh bilang aja gue sakit ya? Awas kalau bilang gue bolos! Tapi kalau bu Amira gak nyadar gak ada gue dikelas jangan dikasih tau, oke?" bisik Fazza kepada sekretaris kelasnya.

Dengan sekuat tenaga ia berlari ke arah koridor kosong yang jarang dilewati oleh warga sekolah. "Yuhuuuu gue bisa bebas dari Fisika.. " Fazza melompat kegirangan.

Tepat didepan pandangannya, ia melihat seseorang sedang bersandar disana sambil menghisap rokok. Sayangnya mata Fazza sudah minus, jadinya ia hanya melihat wajahnya samar-samar.

"Siapa tuh?" pikirnya sambil menyipitkan matanya agar ia dapat melihat siapa orang itu. "Ahh gue samperin ahh," kemudian dengan sekuat tenaga, Fazza berlari ke arah orang itu.

DEG! Fazza menyesal karena sudah menghampiri orang itu. Ternyata itu adalah Feryl. Feryl yang melihat kehadiran Fazza pun langsung membuang rokoknya. "Heyy!" tegur Feryl.

Fazza hanya menjawab dengan tatapan sinis. Kemudian Feryl mengulum bibirnya yang tebal. "Lo kenapa sih? Sensi banget kalau sama gue?" tanya Feryl sambil bertolak pinggang.

"Ya jelas gue sensi sama lo! Mentang-mentang cakep suka mainin cewek sana sini!" jawab Fazza sambil melipat tangannya ditengah dada. "GELI! JIJIK! CUIIH!" teriak Fazza dihadapan Feryl. Kemudian berbalik badan untuk pergi meninggalkan Feryl.

Feryl mendengar jelas apa yang Fazza ucapkan. Ia geram dengan perkataan Fazza barusan. Dengan cepat Feryl menahan tangan Fazza agar ia tidak bisa kemana-mana. "Ckk.. Ck.. Ck.. Gila lo ya?! Cuma lo doang yang berani ngebentak gue.."

Fazza bersikeras untuk melepaskan tangan Feryl yang sedang menahan tangan Fazza. "Dih banci banget si lo! Udah ihh lepasin! Rabies entarr!" teriak Fazza.

Akhirnya Feryl pun melepasnya. Ia hanya diam dan membiarkan Fazza pergi meninggalkan nya sendiri disana. Ia melihat punggung Fazza yang semakin lama semakin menjauh dan tak lama dari itu menghilang.

Feryl menundukkan kepalanya. "Kata-katanya kok menyelekit banget ya dihati gue?" gumam nya dalam hati.

Setelah sudah dipastikan jauh dari koridor itu, Fazza memberhentikan langkahnya. "Ah bete gue, sekarang gue harus kemana dong biar gak bete?" gumamnya. Fazza mengangkat jari telunjuknya menghadap ke langit. "AHA! I have good idea! Srikintill," tiru Fazza dengan logat dari salah satu tayangan televisi.

Enough.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang