3

3.9K 379 65
                                    


Ternyata Kena lebih memilih Cafe sebagai sasarannya untuk bertemu Revan dan membahas
project Tarkanya.

Mungkin ini terdengar aneh, tapi serius sampai sekarang Kena masih mengikuti organisasi pemuda itu. Tapi aku juga cukup bangga dengan niatnya yang masih ingin ikut berpartisipasi di era sekarang yang kebanyakan anak muda habiskan cuma untuk nongkrong-nongkrong ataupun ngabisin uang orang tuanya.

Kena memesan meja di sudut Cafe lebih dulu ternyata, untungnya aku kesini nggak pakai baju compang-camping yang aneh atau mungkin pake piyama aja sekalian.

But here i am now-skinny black jeans, white tanktop, and what i love the most is baby canvas army jacketku-setidaknya baju yang aku pakai, yang pada saat memilihnya buru-buru karena Mama bilang Kena nunggu kelamaan jadi aku harus mengeluarkan jurus tercepat yang bisa aku lakukan.

"Cappucino atau Chocolate biasa, Nay?"

Aku melirik menu setelah Kena menanyakan menu kesukaanku. Dimanapun aku, ke Cafe manapun itu, dua menu andalanku ya cuma Cappucino dan Chocolate.

Aku lebih memilih Cappucino kalau aku sedang badmood atau memang lagi mau aja tapi untuk Chocolate, aku suka banget sama minuman yang satu ini.

Kalau di Bandung, aku suka Ice Chocolate dari Ngopi Doeloe yang diatasnya ditaburi cokelat bubuk, Ice Chocolate di Double Dips juga nggak kalah enak, kental dan creamy. Atau Hot Chocolate di Cafe Rock Star yang sayangnya Cafe itu udah tutup dan aku nggak bisa menikmati hidangan cokelat Cafe itu lagi.

Sebenarnya masih banyak menu ice or hot chocolate yang aku gilai dan berhasil membuatku jatuh cinta, tapi kayaknya nggak mungkin juga kalau aku sebut satu-satu sekarang juga.

"Ice chocolate with caramel enak kali ya, itu aja deh." kataku, menutup menu dan mulai mengetukkan jariku ke meja.

Sementara Kena memesan satu gelas ice chocolate with caramel untukku dan strawberry mojito with mint untuknya.

"Jadi, kenapa lo minta gue yang nemenin padahal lo kan bisa nyuruh pacar lo tanpa harus
melibatkan gue?" tanyaku, masih penasaran dengan rencananya ini.

"Karena gue tahu, gue nggak mungkin biarin lo ngelewatin momen kayak gini. Kapan lagi lo
bisa kenalan sama Revan?"

"Tapi nanti gue ngomong apa?"

Oke, aku mulai nervous setengah mati.

"Lo nggak perlu ngomong apa-apa, paling cuma kenalan aja, atau nanti kalau ada waktu kan
bisa tanya-tanya gitu like stranger biasa yang mulai kenal satu sama lain. Gampang kan?"

Jawabnya santai.

"Itu sih semua orang tau, masalahnya sekarang orang yang mau gue kenal itu Revan, Ken.
Revan." tekanku dan mulai merasakan perutku mulas.

"Nay, calm down." cengir Kena.

Mata bulat hitamnya menggerling melihat seseorang di belakangku dan aku yakin seratus persen itu Revan yang lagi membuka pintu Cafe atau lagi berdiri di reservation sambil nanya dimana meja kita.

Oke, tarik napas Nay.

"Ada ya?" bisikku. Kena menampilkan senyumnya dan mengedipkan matanya. Sialan.

Ini pertama kalinya aku ketemu Revan lagi setelah sekian lama dia sibuk kuliah dan nggak
pernah muncul ke sekolah lagi setelah hari Rabu bulan lalu.

Gila juga ya ingatanku bisa
sekeren ini, sampai nggak pernah lupa kapan terakhir kali aku lihat Revan ke sekolah hanya sekedar reuni kecil sama teman-teman squadnya.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang