14

1.9K 123 2
                                    


"Lo kemarin kemana sih, gila ya gue bingung balik ke kelas liat lo udah nggak ada."

Kena sibuk menyisir rambutnya dengan susah payah yang nggak pernah disisir itu. Mataku memandang lurus selagi aku menyetir.

"Gue sebenernya bolos." jawabku santai.

"Hah? Nekad amat!"

"Jenuh Ken." balasku.

Membelokkan stir dan nggak tahu kenapa hari ini moodku bagus banget untuk jadi seorang supir.

"Ya tapi setau gue lo nggak segini nya kalau jenuh. Dan yang gue tau biasanya lo yang nyemangatin gue buat nggak bolos." Kena mulai memaka mascara andalannya.

"Karena gue nggak setangguh yang lo kira. Mario Teguh aja bisa ngerasa jenuh kan jadi penyemangat orang terus? Nah begitu juga gue."

Kena ketawa. "Dasar Naya Teguh!"

"Terus lagi si Eza juga mendadak balik. Dan si Bu Nina percaya aja. Gue nggak nyangka aja seorang Eza yang nggak pernah nggak masuk sekolah itu tiba-tiba cabut gitu aja."

Aku senyum ketika Kena menyebut nama Eza. Setelah kemarin aku beli buku banyak banget dan Eza juga sama-sama beli buku. Tadi pagi dia mengirimku foto novel yang lagi dia baca.

Dan yang lebih herannya lagi itu jam enam pagi. Eza udah baca buku sepagi itu. Gila itu anak.

"Heh, jangan ngelamun gila. Ntar kita ketabrak."

Aku mengerjap. Sadar kalau mengingat Eza bisa bahaya juga apalagi di sebelahku ada anak yang cerewetnya kayak Ibu hamil.

"Eh, Nay."

"Hmm?"

Kena menutup compact powdernya dan langsung melihatku.

"Lo sadar nggak Eza sering banget nyanperin lo akhir-akhir ini?" tanya Kena.

Aku menyipitkan mataku. "Emangnya kenapa?"

"Ya nggak kenapa-napa sih. Aneh aja. Tumben." dia menekankan kata tumbennya itu.

"Gue kemarin bolos sama Eza."

Entah dari mana datangnya keberanianku untuk ngomong masalah ini. Tapi ada rasa yang menganjal kalau aku nggak cerita masalah ini sama Kena. I know Kena will not believe me but trust me, dia pasti tahu apa yang terbaik untukku.

"Demi apa?" kena mematung.

Aku menarik rem tangan selagi lampu merah dan di depan emang macet banget.

"Sebenernya kemarin itu kedua kalinya gue jalan sama Eza." jelasku.

Kena mantapku nggak percaya.

"Jangan bilang waktu lo nggak mau pulang bareng gue, lo sama Eza?"

Aku ngangguk. "Iya."

Kena diam sesaat. Aku nggak tahu apa yang dia pikirkan tentang ini tapi setidaknya aku udah cerita kan?

"Sorry gue baru cerita, gue juga bingung mau mulainya dari mana."

Kena melirikku. "Its okay, gue ngerti." katanya terdengar lembut.

"Gue bingung Ken, serius. Eza baik banget. Dia bisa bikin gue nyaman, maksud gue nyamannya tuh--"

Kena memotong. "Naya, gue ngerti. Gue juga udah curiga dari awal. Lo tau gue udah ngira ini bakalan terjadi dari dulu."

"Maksud lo?"

"Ya, gue nggak tau aja lo sama Eza kayaknya cocok. Entah itu cocok dalam pertemanan atau apa, tapi gue udah yakin aja."

Aku menarik rem tangan, menginjak gas dan berusaha fokus pada jalan. Beberapa menit yang sunyi diantara aku dan Kena.

"Eza baik Ken." kataku memecah keheningan.

"I see babe, he is." Kena tersenyum.

Nggak ada pembahasan mengenai Eza setelah itu. Tapi aku bersyukur juga karena memikirkan Eza yang ada membuatku nggak fokus.

Sampai akhirnya aku dan Kena sampai ke rumah Gista untuk ngomongin masalah Youtube kami, aku masih tetap nggak bisa fokus juga.

"Gue yang nyetir ya, lo duduk cantik aja."

"Ih, jangan gue aja." aku berusaha menarik kunci mobil dari tangan Kena.

"Nay." oke, aku nggak bisa melakukan apapun kalau Kena menatapku kayak gitu.

"Lo seharian ini lagi nggak fokus. Gue aja ya."

Aku ngangguk.


※※※


"Sebenernya gue mau ngajakin lo ketemu Revan." Kena angkat bicara.

Aku menoleh cepat, merasa antusias dengan topik ini.

"Terus terus?"

"Tapi nggak jadi deh kayaknya, soalnya lo udah ada Eza." Kena ketawa.

"Anjir parah lo. Emangnya gue sama Eza apa coba. Dia temen oke, temen." tekanku.

"Iya iya, temen." Kena meledek. Aku memutar bola mataku dan kami sama-sama ketawa.

"Ketemuan dimana?" desakku.

"Di Ciwalk. Lo mau kesana?"

"Mau!" pekikku. Kena meringis.

"Santai dong. Yaudah kita kesana. Tapi disana nggak kita doang, ada anak Tarka lain."

Aku tersenyum. "Iya nggak apa-apa. Liat Revan aja gue udah bahagia."

"Alay!" Kena ketawa, aku juga.

"Eh, by the way dia pernah telepon atau WhatsApp nggak?" tanya Kena.

"Boro-boro." aku mendengus.

Masih ingat kan tentang tukar nomor telepon di Cafe waktu itu? Nah sampai sekarang pun itu sama sekali nggak berguna.

Kena ketawa puas. "Dasar, parah itu cowok dingin banget."

"Tapi se-enggaknya dia senyum ke gue waktu di Starbucks Hussein. Oke?" aku berlagak pamer.

"Bangga lo!" Kena geleng-geleng kepala.

※※※

Note: cek multimedia disana ada Naya sama Kena tuh!🙋 happy weekend readers💐

Writing on December 24th 2016 and published on January 27th 2017.
By dhizayniegirl.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang