34

1.7K 104 9
                                    


"Handphone kamu mana Nay?" tanya Eza dalam perjalanan.                                                                   
"Mau ngapain? Kamu kan lagi nyetir."

"Pinjem sebentar."

Aku menyodorkan handphoneku. Dengan cepat Eza mengutak-atik handphoneku, matanya sesekali terfokus pada jalanan.

"Ada pulsanya kan?" ia mendekatkan handphoneku pada telinganya.

"Kamu ngapain?" gerutuku. "Jangan aneh-aneh!"

Eza senyum tanpa aku mengerti lalu melayangkan jarinya tepat di depan bibir. Menyuruhku untuk diam, aku diam menunggu apa yang akan ia lakukan.

"Halo? Waalaikumsalam," senyuman itu kembali mengembang setelah nada dering menandakan suara seseorang di ujung sana. Aku mengerutkan alisku menanti apa yang Eza lakukan.

"Tante izin bawa Naya makan malem dulu ya," Eza melirikku. "Iya, nanti Eza anterin pulang," ada sedikit jeda sebelum melihat Eza kembali tersenyum. "Ahahaha, iya siap." lalu jeda lagi, "Oke. Makasih ya tante, Assalamualaikum."

Klik.

Eza mengembalikan handphoneku dan pandangannya kembali terfokus pada jalanan. Tangannya memainkan dentuman pada setiran ketika lampu merah dan kayaknya dia siap untuk menjawab pertanyaanku.

"Mama ngomong apa aja?" tanyaku.

"Ada deh."

Aku memutar bola mataku.

"Kamu kebiasaan nyulik aku, kebiasaan juga telepon Mama misterius." aku menggerutu, mengalihkan pandanganku pada jendela mobil.

Eza tertawa. "Kamu marah?"

Aku menggeleng tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Parahnya Eza tertawa lagi.

"Kenapa sih kerjaannya nyulik mulu? Bukannya anter anak orang ke rumahnya dengan selamat?" aku melirik Eza sebal.

"Sebelum anterin anak orang pulang, tetep harus di kasih makan dulu sebelum di balikin. Namanya juga minjem anak orang sehari ya harus di kembaliin dalam keadaan kenyang dan sehat." jawabnya.

Aku menggeleng pasrah, sejak awal aku menggenal Eza selalu itu jawabannya dan aku masih ingat pertama kalinya ia mengatakan hal seperti ini. Pada saat pertama kalinya aku menghabiskan waktuku seharian bersamanya di perpustakaan lalu makan sate PKL di Metro.

"Kita mau kemana?"

Eza mengendikkan bahunya.

"Ada deh, pokoknya duduk manis aja."

※※※


Eza membawaku ke tempat makan pinggir jalan di daerah Burangrang. Aku tahu disana banyak makanan enak, makanya aku cepat-cepat turun dari mobil dan disusul dengan suara Eza menertawakanku dari belakang.

"Kamu mau makan apa?" tanya Eza.

Tanpa berpikir panjang. "Aku mau bubur Pelana."

Eza senyum. "Porsi kecil atau besar?" tanyanya, matanya sibuk melihat menu.

"Besar." jawabku.

Eza menaruh daftar menu dan tatapannya menatapku bingung.

"Serius?"

"Serius."

Eza cuma tertawa kecil lalu menutup daftar menu dan mulai memesan.

"Mang buburnya 2 ya, yang porsi besar, saus sama kecap asinnya dipisah, terus dibungkus." pesannya.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang