Ketika trauma masa lalu akan cinta yang masih terus menghantui membuatnya takut untuk memulai cinta yang baru dengan orang yang berbeda. Lalu, bagaimana cinta itu akan meyakinkannya jika tak semua cinta itu menyakitkan? Akankah dia mampu untuk membu...
Agni mendongakkan kepalanya menatap langit senja dari serambi rumah atap. Agni mengusap dadanya yang masih terasa sesak.
"Kok gue kayak gini sih?" gumam Agni pelan.
"Apa gue...." Agni tak sampai hati untuk melanjutkan ucapannya sendiri. Agni menghembuskan napasnya pelan. Dia benar-benar tak mengerti dengan apa yang kini hatinya rasakan.
"Lo ngindarin gue?" tanya Cakka yang baru saja datang membuat Agni langsung mengalihkan pandangannya menatap Cakka. Lalu menundukkan kepalanya. Cakka menautkan alisnya heran dengan sikap Agni yang sangat pendiam sejak beberapa hari yang lalu.
Iya juga ya? Kok gue udah nggak mikirin Obiet lagi sejak kemaren? Kok gue juga baru nyadar sih? Tanya Agni dalam hati bingung.
"Tu kan ngelamun lagi!" kata Cakka membuat Agni kembali tersadar.
"Gue nggak ngelamun." Jawab Agni sambil menatap kearah lain.
"Oke. Lo nggak ngelamun." Kata Cakka mengalah lalu merebahkan tubuhnya diatas gazebo.
"Gue tadi habis jemput Deva sama Ray di Bandara." Cerita Cakka. Agni mengalihkan pandangannya pada Cakka menanti pemuda itu melanjutkan ucapannya.
"Ada Shilla tadi dirumah waktu gue nganter mereka." lanjut Cakka. Agni tersenyum membayangkan Shilla ada dirumah RiFy dan mengabiskan waktunya disana bersama Baby Darren.
"Pasti Baby Darren." Gumam Agni pelan sambil tersenyum. Cakka mengalihkan pandangannya pada Agni dan ikut tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Iya. Gue nggak tau gimana bisa dia segitu terobsesinya sama Baby Darren." Kata Cakka pelan.
"Mungkin karena selama ini dengan melihat Baby Darrenlah Shilla bisa melupakan masa terberatnya saat memperjuangkan Kak Iel." Kata Agni mengingat seperti apa perjuangan Shilla untuk mendapatkan hati Pangeran pujaannya itu.
"Tapi syukurlah perjuangannya nggak sia-sia." Kata Cakka sambil tersenyum membayangkan betapa bahagianya Shilla saat ini.
"Gue harap kita juga akan bahagia Ag." Ucap Cakka sambil menatap Agni dengan intens. Agni menundukkan kepalanya dan ikut tenggelam dalam tatapan Cakka yang begitu dalam.
_____
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Cakka merasakan badannya seperti diremuk. Dan matanya terasa sangat berat saat ingin membukanya.
"Ahhhhh." Ringis Cakka merasakan kepalanya yang terasa sangat berat. Sumpah ini bukan seperti Cakka. Cakka mencoba untuk bangun namun percuma karena sakit kepalanya yang sangat menyiksa. Akhirnya Cakka memutuskan untuk memejamkan kembali matanya. Mungkin dengan tidur sebentar lagi dia akan mendingan.
_____
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Kok Cakka belum keluar sih?" tanya Ify khawatir. Karena tak biasanya Cakka bangun siang. Cakka selalu keluar sebelum dia selesai menyiapkan sarapan. Bahkan hari libur sekalipun Cakka tak pernah terlambat.
"Mungkin dia semalam lembur jadi kesiangan bangunnya Dear." Kata Rio yang mendengar pertanyaan Istrinya. Dia sebenarnya heran juga.
"Selamat pagi." Sapa Ray yang datang bersama Deva dibelakangnya. Ify mengalihkan pandangannya pada kedua Adiknya.
"Ray! Tolong panggilin Cakka suruh sarapan ya!" pinta Ify sebelum Adik Iparnya itu duduk. Ray menautkan alisnya bingung.
"Tumben Kak Cakka belum bangun." Ucap Ray ikutan heran.
"Udah sana panggil ajha!" suruh Rio.
"Iya. Iya." Jawab Ray lalu berbalik dan kembali menuju kamar Cakka yang ada disebelah kamarnya dan Deva.
_____
"Kak!" panggil Ray didepan kamar Cakka.
Tok.Tok.Tok.
"Kak Cakka!" panggil Ray lagi.
"Kok nggak dibuka sih? Masak Kak Cakka masih molor?" gumam Ray heran. Ray memegang gagang pintu kamar Cakka dan membukanya.
"Nggak dikunci." Gumam Ray saat berhasil membuka pintu kamar Cakka.
"Kak Cakka." panggil Ray sambil masuk kedalam kamar Cakka. Ray menautkan alisnya bingung saat melihat Kakaknya masih betah dibawah selimut dengan mata terpejam.
"Kak Cakka." panggil Ray lagi sambil mendekat kearah ranjang Kakaknya.
"Kak. Bangun Kak!" kata Ray membangunkan Cakka.
"Kok Kak Cakka jadi kebo sih tidurnya." Gumam Ray heran lalu memegang lengan Cakka untuk membangunkannya lagi.
"Buset. Panas banget." Ringis Ray sambil langsung menarik tangannya kembali. Ray tersentak lalu menatap Kakaknya dan memegang kening Cakka yang terlihat berkeringat dan ternyata panas.
"Astaga. Kak Cakka pingsan." Panik Ray setelah menyadari jika Kakaknya ternyata sakit.
"KAK RIO! KAK CAKKA PINGSAN!" teriak Ray dengan keras berharap orang-orang mendengarnya.
_____
"Gimana Vin?" tanya Rio pada Alvin yang sedang mengatur infus Cakka. Tadi mereka langsung menelpon Alvin untuk datang, dan menurut Alvin, Cakka tidak perlu dilarikan kerumah sakit.
"Cakka baik-baik ajha kok. Setelah energinya terkumpul lagi dia akan segera membaik." Jawab Alvin.
"Tapi kenapa dia bisa pingsan? Selama ini dia jarang banget sakit. kalopun sakit juga nggak sampai pingsan." Tanya Rio lagi.
"Dia cuman kekelahan berlebih kok Yo. Istirahat yang cukup juga dia akan segera membaik. Lo nggak perlu khawatir!" jawab Alvin menenangkan. Rio menganggukkan kepalanya mengerti.
"Oke. Thanks Vin!" ucap Rio berterima kasih.
"Kak Rio berangkat ajha! Ada aku, Deva dan Ray dirumah." Kata Ify yang baru saja masuk kekamar Cakka sambil membawa baskom dan handuk kecil untuk mengompres Cakka.
"Ya udah kalo gitu yuk Vin sekalian gue anterin keluar!" kata Rio pada Alvin. Alvin menganggukkan kepalanya.
"Duluan ya Adik kecil!" pamit Alvin sambil mengusap puncak kepala Ify dengan gemas. Rio hanya bisa mendengus kesal melihat perlakuan Alvin pada Istrinya yang tak pernah berubah. Tapi Rio sudah sangat terbiasa dengan pemandangan itu. Jadi percuma saja jika dia cemburu.