Gracias

2.1K 241 24
                                    

"Shania Gracia!"

Hening. Semua mata tertuju pada seorang gadis kecil yang duduk di pojok terjauh ruangan. Dia merasa terintimidasi dengan semua tatapan yang mengarah pada dirinya. Dia harap dia dapat bersembunyi di dalam sebuah lubang. Dia tidak terbiasa dan tidak akan pernah terbiasa dengan tatapan orang-orang padanya.

"Shania Gracia! Jawab kalau saya memanggil nama kamu!"

Inilah masalahnya. Dia tidak mau bicara. Guru-gurunya sudah berusaha untuk membuatnya bicara tapi dia tetap tidak mau. Dia tidak akan menjawab apapun. Gracia perlahan mengangkat tangannya untuk memberitahu sang guru bahwa dirinya ada disini. Gurunya mendesah. Sudah satu tahun berlalu sejak gadis itu masuk ke sekolah ini tapi tidak ada seorangpun yang pernah mendengar suara Gracia.

"Gracia, temui saya setelah kelas selesai."

Perlahan, Gracia menganggukkan kepalanya. Para guru terkadang frustasi dengan responnya di dalam kelas. Bahkan terkadang mereka tidak dapat mengetahui apa yang ada didalam kepala gadis itu. Gracia berbeda dengan anak-anak lainnya yang pernah mereka tangani. Ada sebuah rumor mengatakan bahwa tidak ada seorangpun pernah mendengar suara Gracia. Bahkan para dokter tidak tahu apa yang salah dengan gadis itu. Dia menolak untuk bicara. Mereka bilang dia memiliki semacam masalah internal. Anak-anak dirumah asuh selalu memprotes kurangnya komunikasi sosial dari Gracia.

"Oke tolong buka buku kalian halaman 38. Kita akan mulai kelas sekarang."

...

"Shania Gracia. Apa kamu tau kenapa saya memanggilmu kesini?"

Gracia tidak menjawab namun tetap memfokuskan matanya pada jari-jari tangannya. Sangalah mengesalkan bagi semua orang ketika mereka selalu diacuhkan setiap saat. Gurunya mendesah.

"Kamu tau kalau kamu sedang tidak baik saat ini Gracia. Nilai-nilaimu menurun dengan drastis. Saya harus memberikan raportmu kepada pengasuhmu. Tapi saya benar-benar harus tau apa yang sedang mengganggu kamu saat ini?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya. Satu-satunya respon yang akan di dapatkan orang-orang dari dirinya hanyalah gelengan kepala atau anggukan. Hanya itu. Tidak ada yang lain.

"Gracia, kamu harus mengatakan masalahmu pada saya. Kalau kamu tidak mau maka saya tidak bisa membantu kamu."

Gracia mengangkat wajahnya dan tidak mengatakan apapun selain menatap gurunya. Betapa dia berharap orang-orang mengetahui betapa menakutkan bagi dirinya untuk berbicara dengan orang lain. Dia tidak pernah bicara sejak kejadian itu. Sangat menyeramkan bagi dirinya harus menghadapi orang-orang dan bicara. Dia tidak bisa melakukannya. Sangat mengerikan.

"Saya rasa kamu tidak akan bicara. Baiklah, kamu boleh pergi sekarang."

Gracia berdiri dan membungkuk pada gurunya. Gadis itu memberinya tatapan meminta maaf sebelum pergi meninggalkan ruangan. Gurunya melihat Gracia menghilang di belokan.

"What am I going to do with you?"

...

Gracia berjalan di trotoar. Dia yakin kalau saat ini, pengasuhnya telah mengetahui tentang nilai-nilainya yang menurun. Dia belum siap untuk menemui mereka. Dia merasa bahwa dirinya adalah sebuah kekecewaan. Betapa dia berharap dia memiliki orangtuanya bersamanya untuk mengatakan padanya kalau tidak masalah nilainya menurun. Tapi itu hanyalah harapannya. Ibunya berada jauh dari dirinya. Satu-satunya cara dia mengetahui bahwa ibunya masih hidup adalah ketika dia mengecek rekening bank-nya. Ibunya selalu mengirimkan uang setiap bulannya. Begitulah caranya dia melacak wanita itu. Gracia terus saja berjalan sampai dia tiba di sebuah taman. Duduk disalah satu bangku disana, dia mengeluarkan laptopnya dan menyalakannya. Terdapat wifi dari cafe di dekat situ dan dia mengetahui passwordnya jadi dia sering menggunakannya.

PROJECT 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang