The Final Act

2.3K 264 40
                                    

Melody tahu dan menyadari resiko yang ada ketika mereka hendak membuka pintu itu. Semuanya bisa menjadi lebih butuk dari sini. Pintu ini dapat membawa mereka menuju sesuatu atau seseorang atau bahkan tidak ada sama sekali. Hanya dengan memikirkannya saja sudah bisa membuatnya takut. 5 tahun lalu, dia tahu bahwa dirinya sudah siap untuk menghadapi Kato lagi tapi setelah semua yang terjadi, rasa takut kembali merasuki hatinya sekali lagi. Dia masih dapat mengingat hari dimana Kato mengkhianati mereka semua dan meninggalkan mereka setelah mereka menaruh kepercayaan pada pria itu.

.
.
"Saya keluar dari team."

Dia dapat merasakan semua mata tertuju padanya. 9 pasang mata menatapnya terkejut dengan keputusannya. Dia mendesah. Dirinya tahu mereka tidak akan pernah menyetujui hal ini.

"Maaf. Saya rasa babysitting tidak cocok untuk saya. Saya sudah mengajari semua yang saya tahu kepada kalian. Kalian bisa berdiri sendiri. Sudah waktunya bagi saya untuk pergi."

"Jangan."

"Kinal, ini tidak sesederhana yang kamu lihat. It's complicated."

"Complicated? Maksud anda kami?" Kinal sudah mengetahui rencana kepergian pria itu sejak beberapa minggu yang lalu ketika Jiro secara tidak sengaja mengatakannya padanya. Kato melirik kepada semua yang berada di ruangan lalu kembali pada Kinal.

"Kamu tidak akan pernah bisa mengerti Kinal."

"Make me." Itu adalah sebuah ancaman dari sang pemimpin. Tapi Kato juga dapat melihat kekecewaan pada wajah gadis lainnya.

"Saya memiliki tujuan Kinal. Saya ditakdirkan untuk hal-hal besar. Ditambah, Jiro bisa mengambil alih mulai dari sekarang."

"Kato..."

"Fine. Biarin Ve. Anda ingin meninggalkan kami? Kalau begitu pergi!"

Kinal membalikkan punggungnya pada Kato. Kato tidak mengatakan apapun dan hanya meraih jaketnya. Dia memberi masing-masing dari mereka sebuah senyum tipis.

"Saya adalah seorang scientist jauh didalam hati saya. Suatu hari akan saya tunjukkan kepada kalian semua apa itu science."

Dia berjalan melewati Lidya yang berdiri paling dekat dengan pintu dan memberi gadis itu sebuah tepukan di bahu sebelum pergi meninggalkan rumah. Itu adalah terakhir kalinya mereka melihat pria itu sampai satu tahun kemudian dimana dia membelot pada G48 dan hampir membunuh Jeje disebuah bunker tersembunyi di daerah perbatasan Irian Jaya. Gracia memecahkan sebuah kode dengan perintah dari pria itu untuk membunuh Jeje. Pria itu menjadi musuh mereka.
.
.

"You know what, gak peduli apapun yang terjadi gue bangga bisa bertugas sama kalian semua. Thanks for saving my butt all the time."

Dia tidak berencana untuk mengatakan hal itu tapi Melody merasa dirinya harus mengungkapkannya. Setidaknya dia mengatakan sesuatu kalau-kalau saja dirinya akan mati hari ini. Mungkin. Shania melirik kearahnya dan memukul bagian belakang kepala gadis yang lebih tua itu membuat Melody mendesis.

"What the hell kak Mel? Beneran pengen mati ya?"

"What? I can't help it. Seenggaknya kata-kata terakhir gue akan meninggalkan kesan atau apalah atau menghantui mimpi kalian semua."

Veranda menatap tajam gadis yang memiliki tubuh paling mungil itu.

"Aku pikir cuma Shani yang bisa ngucapin hal-hal yang menyeramkan tapi sekarang kak Mel ada di peringkat paling atas."

"I'm just saying guys." Melody mengangkat kedua tangannya tanda menyerah ketika yang lain memelototi dirinya. Mungkin dia memang sedikit berlebihan. Kinal menoleh kearah Beby dan mengernyit.

PROJECT 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang