"Tuan muda, minumlah obat anda""Tidak"
Pelayan rumah Kim sudah tidak tau lagi harus bagaimana membujuk Mingyu untuk meminum obatnya. Sudah hampir 5 hari ini tuan muda keluarga Kim itu tak menyentuh obat yang sudah di sediakan oleh para pelayan rumahnya. Dari obat penurun panas hingga obat jantung yang seharusnya Mingyu minum setiap hari. Wajah Mingyu sungguh pucat, di tambah dengan lingkaran hitam di bawah matanya.
Kepala pelayan rumah Mingyu sudah menghubungi Jongin, tetapi sepertinya putra sulung dari Kim Ho Min itu tidak bisa pulang cepat karena pekerjaannya yang makin menumpuk. Satu-satunya jalan hanya memberikan Mingyu obat dari infus yang sudah terpasang di tangannya, tetapi itu saja belum cukup untuk memulihkan tenaga Mingyu yang banyak terkuras.
Dokter keluarga Kim sudah datang beberapa kali, memberikan nasihat juga obat yang harus Mingyu konsumsi sebagai penghilang rasa sakit di kepalanya. Tapi memang Kim Mingyu itu keras kepala, semua obat itu ia buang ke tempat sampah dalam balutan tissue. Rasanya Mingyu ingin kabur saja agar tidak meminum obat.
Mingyu lelah. Ia lelah dengan semua macam obat yang harus ia telan selama sisa hidupnya itu. Ia ingin seperti kebanyakan orang yang hidup normal dengan segudang kegiatan. Turnamen basket yang akan Mingyu ikuti sudah lewat dan ia di gantikan oleh temannya. Mingyu sangat menyesal kenapa tidak bisa bertanding, padahal dirinya sudah menantikan turnamen itu. Lalu ia tidak bisa menyelesaikan skripsinya lantaran harus banyak beristirahat. Semenjak ia patah hati, banyak hal yang terbengkalai.
Bahkan Mingyu lupa kapan terakhir ia menggunting rambutnya di tempat cukur.
Yang Mingyu ingat hanya bagaimana wajah Tzuyu saat ia bertanya apakah wanita itu mencintainya atau tidak. Wajah penuh keraguan dan juga ketidak tahuan sangat terpancar pada wajah Tzuyu saat itu, membuat keadaan Mingyu makin memburuk tidap harinya.
Kali ini satu mangkuk berisikan sayur kesukaan Mingyu tak ia sentuh. Meski harum masakannya menyebar ke segala sudut kamar luas Mingyu, tetapi hal itu tidak membuat Mingyu tergoda. Hidupnya berubah ketika secara terang-terangan ia bertanya pada Tzuyu seperti apa perasaan wanita itu yang sebenarnya.
Selimut tebal yang membungkus tubuh Mingyu agak sedikit lembab karena keringatnya yang terus mengucur deras. Tapi tubuh Mingyu tampak menggigil kedinginan. Bibirnya meracaukan sesuatu yang tak jelas, dan matanya terpejam erat dengan kerutan di atas dahinya. Mingyu demam tinggi, tanpa ada siapapun di dalam kamar.
Keadaan yang gelap membuat siapapun mengira bahwa Mingyu tengah tertidur dan sudah menghabiskan makanannya. Tetapi kenyataannya Mingyu tengah merasakan bahwa suhu badannya sudah tidak terkontrol lagi. Ia ingin meminta pelayan atau siapapun untuk segera membawakannya obat atau kompres agar tubuhnya tak sepanas ini. Tapi tak ada suara yang keluar, Mingyu terlalu lemas untuk berteriak.
"C-choi ahjussi..."
"Han a-ah-ahjussi.. Byeol ahjumma.."
Rintihan Mingyu terdengar dari balik selimutnya. Ia mencoba untuk menggapai obat yang berada di meja nakas samping tempat tidurnya. Tangan panjang Mingyu menggapai obat-obat itu dengan susah payah, tetapi karena terlalu lemas, Mingyu malah menyenggol semua botol obat hingga berserakan isinya di lantai. Mingyu mengerang karena merasa kepalanya hampir pecah.
"Akh!"
Tiba-tiba saja rasa sesak dan juga sakit mendera dada kiri milik Mingyu. Ia meremas dadanya yang terbalus sweater tebal untuk mengurangi rasa sakitnya, tetapi hal itu tidak terjadi, yang ada rasa sakitnya makin bertambah.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Mingyu kembali meraba meja nakas dan berusaha meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Sementara itu, Jongin yang tengah menandatangani berbagai surat keperluan untuk proyeknya menolehkan kepala ketika merasa ponselnya bergetar di ujung meja kerjanya. Ia meraih ponsel itu dan melihat nomor telepon rumah yang menghubunginya. Dengan penasaran Jongin mengangkat panggilan itu seraya melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
"Ne, yeoboseyo?"
"Tuan Jongin!"
Jongin mengerutkan keningnya ketika mengenali suara siapa di sebrang telepon. Ini suara Byeol ahjumma, kepala pelayan di keluarga Kim.
"Byeol ahjumma? Ada apa? Kenapa terdengar panik begitu?"
Dan jawaban dari Byeol Ahjumma membuat Jongin tertegun di tempatnya. Dengan segera ia meraih jas kantornya dan segera lari keluar ruangan. Ia menyuruh ajudannya untuk membelikannya tiket pulang ke korea secepatnya.
Dalam perjalanan pulang menuju hotel, Jongin berulang kali merutuki keputusannya yang pergi meninggalkan Mingyu seorang diri. Ia tak menyangka bahwa adiknya akan terkena serangan jantung mendadak ketika dirinya tidak ada di rumah.
Sampai pikiran Jongin teringat pada Tzuyu dan juga hubungannya dengan Luhan. Apa mungkin penyebab Mingyu terkena serangan jantung karena ia terlalu memikirkan hubungan kedua orang itu?
❤❤TzuMin❤❤
Tzuyu baru saja menyelesaikan pekerjaannya hari ini. Ia merenggangkan tangannya untuk melepas penat sehabis melakukan pemeriksaan pada beberapa pasien yang ia tangani. Sudah 5 hari ini ia tidak menghubungi Mingyu. Bukan tidak mau menghubungi, hanya saja ponsel Mingyu selalu tidak aktif ketika ia menghubungi adik dari Kim Jongin tersebut. Ia ingin pergi ke rumah Mingyu, tetapi ia rasa itu tak perlu mengingat bagaimana nanti canggungnya mereka ketika diadakan pemeriksaan.
Tzuyu harusnya menolak ketika di tunjuk sebagai dokter pribadi dari Mingyu. Ia harusnya bisa secara tegas meminta Tuan Kim untuk mencari dokter lain yang bisa merawat Mingyu dengan benar, bukan memberikan Mingyu rasa sakit seperti dirinya.
Tzuyu tidak menyangka bahwa secepat itu Mingyu akan jatuh cinta padanya. Tzuyu juga tak menyangka bahwa Mingyu sungguh-sungguh dengan perasaan cintanya itu, ia kira Mingyu hanya mengaguminya. Tapi ketika melihat tatapan teduh dengan suara lemah lembutnya, Tzuyu percaya jika Mingyu benar-benar jatuh cinta padanya. Yang sekarang jadi pertanyaan adalah apakah hatinya sudah siap menerima yang baru?
Saat memikirkan itu semua, tiba-tiba lorong rumah sakit tempat Tzuyu bekerja menjadi ramai. Beberapa perawat tampak berteriak agar memanggilkan dokter jantung dan juga beberapa peralatan pemacu jantung. Tzuyu yang penasaran seera mendekat dan bertanya.
"Ada apa ini?"
"Ah dokter Chou, kebetulan sekali!"
Tzuyu langsung di tarik secara paksa ketika ia sedang bertanya. Tzuyu yang tidak tau kondisi hanya mampu mengikuti. Beberapa orang ber jas tampak memenuhi depan ruang gawat darurat. Apa ada yang kecelakaan dari bagian pemerintahan? Tapi kenapa dokter jantung yang di panggil?
"Sebenarnya ada apa ini?"
"Ada seorang pasien terkena serangan jantung, kondisinya sangat buruk karena pasien di sertai demam tinggi"
Tzuyu jadi teringat Mingyu.
"Baiklah, siapkan alat pacu jantung, aku akan memeriksa-
Pasiennya.."
Ucapan Tzuyu memelan ketika melihat siapa pasien yang kini tengah di pasangi masker oksigen. Mata tajam itu tertutup rapat. Tubuhnya kejang dengan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Tzuyu mendadak lumpuh. Ia merasa terkejut sekaligus khawatir ketika melihat kondisi pasiennya yang kini seperti tengah melawan maut.
Tangan Tzuyu memegang besi pinggiran tempat tidur pasien untuk menjaga keseimbangannya, dan air mata Tzuyu tak bisa di tahan lagi ketika ia sudah yakin siapa yang tengah berbaring tak sadarkan diri di atas kasur pasien dengan masker oksigen sebagai penopang hidupnya sekarang.
"K-kim Mingyu?!"
❤❤TzuMin❤❤
Nahloh, Mingyunya serangan jantung ._.
Kalau ada typo, mohon maafin Wuu ya :")
Terakhir,
Voment juseyo?Khamsamnida, saranghae :3
KAMU SEDANG MEMBACA
The Promise [Completed]
FanfictionChou Tzuyu adalah seorang dokter bedah jantung yang cukup terkenal di sebuah rumah sakit ternama di kota Seoul. Suatu hari, ia di tawari menjadi salah satu dokter pribadi dari seorang pemuda bermarga Kim. Awalnya ia menolak karena ia memiliki trauma...