Prolog

2.1K 58 2
                                    

Author POV

Seorang pria dengan raut sedih dan bingung, mendudukkan dirinya di rumput hijau dekat danau. Matanya terus menerawang jauh-jauh menatap langit senja yang dengan gagahnya menampakkan cahaya jingga yang sungguh indah dan menawan. Dalam benaknya pikiran-pikiran mengenai dunia dan asal-usul nya masih membuat dirinya bingung. Jika kalian melihat matahari yang bersinar cerah dari pagi hingga sore, tidakkah kalian bertanya : wahai matahari siapakah pribadi yang telah menciptakan dirimu?, akankah dia menjawabnya? Tidak.

Jika para tokoh agama atau orang yang beragama pasti akan mengatakan "Tuhanlah yang menciptakannya" tentu saja. Tetapi apakah ada keterangan yang lebih lanjut? Kitab suci bisa memecahkan jawabannya. Itu bagi orang yang beragama. Sedangkan dirinya, lebih menganggap bahwa Tuhan yang sejati merupakan pikiran, akal budinya sendiri.

Tetapi entah mengapa pikirannya terus berkemelut dan berkecamuk, ada dorongan yang mengatakan bahwa Tuhan sang pencipta dunia, itu ada dan nyata. Tentu saja pemikiran tersebut sangat menentang paham Atheisme atau tidak ber-Tuhan. Bagaimana dengan Kelompok Athelistik yang ayahnya bangun? Sebuah kelompok yang berisi orang-orang "tak ber-Tuhan dan memandang Tuhan yang sejati merupakan pikirannya sendiri. Demikian yang laki-laki itu yakini saat ini.

Keningnya tampak berkerut, dia berpikir terlalu keras. Hingga tidak menyadari jika sesungguhya, hidupnya hanya untuk sebuah penemuan dan laboraturium, tidak jauh dari dua hal yang berkaitan tersebut. Baginya mencari asal-usul dunia menurut versinya sendiri adalah suatu kebahagiaan yang maha dahsyat selama dia hidup. pemuda berumur delapan belas tahun itu hampir tidak pernah merasakan kehidupan "anak muda" pada umumnya. "seraplah ilmu pengetahuan dan pelajari peradaban manusia, untuk mengetahui wujud asli dunia ini" kata-kata dari almarhum ibunya masih terngiang jelas dalam benaknya. Dia ingin mencari kebenaran. Nicholas Van der Jeik. Itulah namanya.

Berbeda dengan Camlo Christian Angela, seorang perempuan yang kini berada di tempat yang sama, duduk di tepi danau beralaskan rumput yang berwarna hijau. Bibirnya selalu tersenyum menampilkan lesung pipit yang amat manis dilihat. Dari pemikirannya, Tuhan adalah alasan dia untuk hidup, sebab manusia dapat hidup karena kasih-Nya dan kemurahan hatiNya. Dia suka astronomi, ilmu pengetahuan alam, dan senang mempelajari teori pembentukan dunia. Tapi tak sedetikpun mengubah pemikirannya tentang Tuhan dihidupnya. Sehingga kata-kata julukan "gadis saleh" tak pernah luput dari candaan teman-temannya.

Sungguh Maha Besar Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi serta menyelipkan cinta pada tiap manusia. Begitu pula wanita ini yang mengatasnamakan cinta pada setiap perbuatannya. Cinta menurutnya ada dan terlahir dari kasih Tuhan itu sendiri, jika Tuhan tidak mengasihi maka tidak akan ada yang namanya "Cinta".

Untaian doa dan kidung rohani selalu terucap melewati bibirnya, membuat wanita ini tak pernah merasakan kepahitan dalam hidupnya. Setiap nafasnya merupakan pengabdiannya pada sang maha penipta dunia.

Saat cinta mereka dipertemukan, bukan tidak mungkin berbagai macam argumen akan keluar dari bibir mereka, dan saat itulah mereka akan memberantas suatu pemikiran. Menggunakan bahasa cinta yang berbeda. {}

Atheis In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang