Bab 4

266 16 3
                                    

"sebuah ungkapan perasaan begitu deras mengalir bagai hujan yang turun tiada henti. Benakku yang kini melayang membawa kebimbangan yang memberi sedikit celah cahaya untuk merasakan sebuah perasaan yang belum aku ketahui.ungkapan hati yang bergema dalam hidup membuat diriku..... menjadi lebih bermakna"

Camlo Pov

Mentari senja menyibakkan cahaya oranye yang bersinar cerah. Membuat diriku terbuai oleh keindahan suasana sore hari di negeri ini. bunga-bunga tulip mulai tumbuh bermekaran. Menambah keindahan dan kedamaian di dalam hati. Kupetik satu bunga tulip berwarna merah dan menatapnya lekat-lekat. Aku tersenyum. Mengingat memoriku tentang masa lalu di kota lamaku den haag.

Dulu ibu selalu mengajakku menuju taman yang penuh dengan bunga tulip di den haag. Masih terekam jelas di benakku. Aku berlarian dengan riang. Tertawa. Bersenda gurau serasa tidak memiliki beban. Hingga ayah meninggal karena dibunuh dan terpaksa kami harus pindah ke rumah ibuku di kota ini amsterdam. Alasannya adalah agar aku tidak terlarut dalam kesedihan secara terus menerus.

Tapi itu semua hanyalah masa lalu yang aku simpan dengan rapi di dalam benakku. Mambuatku menjadi seorang gadis yang kuat. Akku bahagia dengan keadaanku sekarng. Aku bisa mensyukuri semua yang terjadi.

Aku melihat banyak orang yang menaiki sepeda di jalan-jalan. Ya masyarakat disini memang sangat senang bersepeda daripada harus menggunakan kendaraan yang mengluarkan asap. Sehingga udara di negara ini masih sangat sejuk. Ada sekitar delapan belas juta sepeda di belanda dengan populasi penduduknya hanya enam belas juta.

Tak heran di negara ini semua orangnya memiliki tubuh yang sehat. Termasuk diriku juga suka bersepeda saat pagi hari. Bila sore hari kuhabiskan dengan jalan-jalan ke danau, ke toko buku, atau membeli bahan makanan untuk memasak.

Hari ini pilihanku jatuh untuk ke kedai kopi. Entah kenapa aku sangat ingin meminum kopi. Aku berjalan memasuki kedai dan memesan cappucino. Aku termenung memikirkan prkataan jean. ahh.. aku kasihan dengan jean. kalian masih mengingat saat jean berlari meninggalkan aku dan mats di kantin.

Flashback on

Kulihat jean yang berlari meninggalkan kami dengan air mata yang berderai. Aku berdiri dan mulai mengejarnya. Aku tidak tahu mengapa jean emosinya berubah-ubah saat berdekatan dengan mats. Dengan langkah seribu aku berlari mengejar jean yang entah mengapa berlari sangat cepat. Apa dia mantan pelari maraton?

Aku berlarian menuju lorong sekolah yang agak gelap. Dengan bermodalkan lampu yang berkedip-kedip yang jarang diganti. Aku tetap berlari, takut jika kehilangan jejak jean. meskipun aku sudah memanggil namanya. Tapi dia tidak memperdulikan teguranku.

Hingga sampailah aku di taman belakang kampus yang konon adalah bekas kuburan dari biarawan dan biarawati pada jaman pemerintahan ratu belanda yang kedua. Tapi sekarang sudah disulap menjadi taman bunga tulip dengan aneka warna. Ada merah kuning, oranye, biru dan kuning.

Tidak banyak yang mengetahui tentang taman ini. Hanya orang-orang yang tersesat saja yang kebetulan mengetahui taman ini. Yah petama kali aku ke tempat ini saat aku baru masuk ke universitas eagle sekitar 2 minggu yang lalu. Saat itu aku sedang mencari-cari letak ruang ekskul band. Tapi tidak kunjung bertemu dengan ruangan tersebut. Hingga aku menemukan taman bunga tulip yang sangat memesona ini.

Aku melihat jean yang duduk di bawah pohon sambil menutup mukanya. Perlahan aku mendekatinya dan ikut duduk disampingnya. kulihat iris mata biru saviernya mengeluarkan air mata yang semakin lama semakin deras.

"jean" aku menginterupsinya. Dia mendongakkan wajahnya menatapku. Dan tersenyum miris.

"untuk apa kau mengikutiku camlo, apa belum cukup kau mengambil semuanya dariku" aku tidak mengerti apa maksutnya mengambil segalanya dari dirinya. Aku tidak pernah melakukan hal yang merugikannya selama kita berteman.

Atheis In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang