Bab 6

192 9 2
                                    

"terpaan badai datang dalam hidup silih berganti, memerangi manusia yang lemah dalam asa... hingga satu keyakinan akan menanti "badai pasti berlalu""

Nichole pov

Kalian tahu apa yang lebih buruk dari perang dunia pertama dan kedua? Dan lebih mengejutkan dari seorang profesor muda yang telah berhasil menguak asal usul dunia? Mau tahu? Diusir dan tidak dianggap lagi oleh orang tua kalian. Ini sungguh menyakitkan. Sangat. Hanya karena aku memiliki seorang kekasih yang memiliki agama ayah dengan teganya menyuruhku meninggalkan dia karena dirasa camlo memberikan pengaruh yang buruk terhadapku. Jika aku tetap bertahan dengan camlo maka ayah dengan berat hati akan menyuruhku pergi dan mencoretku dari daftar nama keluarga.

Dan dengan percaya diri karena aku tidak mampu melupakan camlo. Maka aku memilih pilihan kedua. Aku tidak mau lagi kehilangan cinta untuk kedua kalinya. Pertama dengan konzela, dan aku tidak mau ini terjadi dengan camlo. Kalian pasti tahu rasanya patah hati (bagi yang pernah pacaran) sangat sakit bukan? Entah mengapa aku ingin mengakui bahwa aku mencintai camlo. Klise? Ya aku berhasil keluar dari sakit hatiku yang telah ditorehkan oleh konzela, dan hanya camlo yang mampu menambal lubang dalam hatiku. Tapi aku merasa semakin aku mencoba mendekati camlo dia semakin jauh dariku. Semakin aku mencoba untuk bertahan, ada saja badai masalah yang datang dan tidak pernah berhenti. Apakah kami tidak diijinkan untuk bersatu?

"Aku sudah menyampaikannya pada camlo, temui dia di danau, camlo merindukanmu" suara joustein membahana di rumah minimalis milik mendiang ibuku yang ada di franstein road. Dulu ibu menggunakan rumah ini untuk menaruh barang-barang laboraturium dan melakukan penelitian sebelum ayah mempunyai laboraturium di pusat kota.

"Terimakasih joustein kau sudah banyak membantuku..."

"santai saja aku kan sahabatmu. Meskipun kau tidak mau mengakuinya... Bagaimana mungkin aku tega melihatmu menderita"

Sahabat? Siapa yang menganggapnya sahabat. Kita Cuma sebatas teman tidak lebih. Ingin sekali aku mengatakan itu didepan mukanya. Tapi aku tidak tega, dia terlalu baik padaku semenjak kami bergabung di pertemuan athelistik kami menjadi sangat dekat. Tapi semanjak aku keluar. Dia juga ikut-ikutan keluar dan tinggal bersama di rumah ibunya.

"terserah, tapi terimakasih" aku beranjak membaringkan diriku di singgle bad milikku saat aku masih kecil. Masih sangat nyaman. Sedangkan joustein masih berdiri di sana sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"eummmm,... baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu. Bye" aku hanya mengangguk. Dia beranjak keluar dan meninggalkan rumahku. Aku masih mempunyai tugas untuk menguak orang yang memfitnahku dan camlo.

"dan tersangka pertama adalah Mrs.shenny"

@@@

Malam hari di danau plitvice. Bulan memancarkan sinar orangenya memantul ke dalam danau, membias dan sesekali meleleh karena pergerakan yang terjadi. Dan pada saat yang sama disampingku berdiri salah seorang wanita yang hingga kini tidak bisa membuat aku tidur hampir setiap malam, bahkan bayang-bayangnya tidak pernah lepas dari benakku. Camlo. Ya nama itu seakan terasa sangat familiar.

"Bagaimana kabarmu nichole?" tanyanya dengan suara selembut beludru.

"aku baik-baik saja, hanya saja..." aku menggantungkan kata-kataku karena tidak ingin dia ikut bersedih bahkan tambah bersedih dengan masalah yang sedang kita hadapi saat ini.

"aku mengerti nichole, joustein menceritakan semuanya kepadaku. Kau tidak perlu khawatir, aku percaya ini tidak akan terlalu buruk untuk kita lewati..." dia menggenggam tanganku menggesek-gesekkannya dengan lembut. Dan lagi-lagi sentuhannya membuatku tenang, dan aku merasa tidak apa kehilangan segalanya asalkan tangan camlo tidak pernah terlepas dari genggamanku.

Atheis In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang