Chapter 4

5.7K 731 210
                                    

Tanpa rasa ragu lagi, dia berjalan menuju pintu yang hanya ditahan oleh balok kayu berpaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa rasa ragu lagi, dia berjalan menuju pintu yang hanya ditahan oleh balok kayu berpaku. Diputarnya balok kayu itu sebelum dia membuka pintu, menyelinap pelan ke dalam kegelapan, tanpa menyadari bahaya menunggu di balik pintu.

 Diputarnya balok kayu itu sebelum dia membuka pintu, menyelinap pelan ke dalam kegelapan, tanpa menyadari bahaya menunggu di balik pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Illa mengendap-endap hingga ke depan pintu penginapan. Dia terdiam sejenak, memastikan tidak ada suara lain selain dirinya, sebelum dia membuka pintu kayu dengan pelan, memastikan tidak ada bunyi derit.

Begitu Illa keluar dari penginapan, hawa dingin langsung menyerbu, menusuk hingga ke tulang. Dia berjalan sambil memeluk diri, berusaha melawan angin. Jauh di atas, bulan separuh bersinar, memberi penerangan remang di antara jalan.

Tiba di persimpangan, lima meter dari penginapan, anak itu terdiam sebentar, berpikir ke mana dia harus pergi agar tidak ditemukan oleh gurunya. Dia melihat ke kiri dan ke kanan, hanya ada deretan rumah dan jalan setapak. Semua orang terlelap di kota kecil itu, kecuali di bar yang terletak di ujung jalan, dimana hiruk pikuk masih terdengar. Ada suara anjing menggonggong disusul lolongan serigala dari kejauhan, membuat bulu kuduk Illa berdiri. Mungkin dia kembali saja ke tempat persembunyiannya, setidaknya di sana ada kain usang untuk menjadi selimut. Illa hendak membelok ke kanan ketika sepasang tangan kasar membekap mulut dan mengunci gerakannya.

"Mmppfhhh!!!" Anak itu berontak tapi tangan yang memeluknya bergeming. Dia berusaha menendang-nendang namun tidak ada hasil.

"Diam atau kubunuh!" Suara serak berbicara. Illa dapat merasakan hembusan napas berbau alkohol di telinga. Dia berusaha menoleh melihat penangkapnya dan matanya terbelalak.

Si Botak yang berbicara sedangkan Si Gorilla bertugas menangkapnya. Illa memberontak makin keras, namun kemudian dia merasakan ulu hatinya kembali dihantam, membuatnya sesak napas. Anak itu berusaha meraup udara di antara sela-sela tangan berbulu Si Gorilla, terpaksa mencium campuran bau tanah dan minuman keras yang menguar dari tangan besar itu, membuatnya mual.

"Aku bilang diam!!!" seru si Botak tertahan seusai memukulnya. "Sial! Gara-gara kamu, rencana kami berantakan!!!"

Illa melemparkan tatapan tajam kepada para penculik, tanda dia tidak menyerah. Digenggamnya kantong berisi koin emas itu lebih erat, membuat suara gemerincing terdengar. Celaka, Si Botak langsung menyadari apa yang ada di tangan Illa.

[Sudah Terbit] I'mmortal Series: Reminiscentiam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang